XVI. Fallin'

305 26 2
                                    

"..., kamu bebas, tapi tolong jangan gegabah."

Aksa mengacak rambutnya frustasi. Sepeninggal Alda yang ia suruh istirahat setelah melihat bibirnya pucat, kalimat itu terus berputar di kepalanya seperti lagu yang sengaja disetel satu kali. Aksa bisa tetap biasa saja, tapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari otaknya jelas membuatnya tidak bisa mengenyahkan kalimat itu.

Apa maksudnya berkata demikian?

Bagaimana bisa dia terlihat biasa saja?

Kenapa reaksinya di luar ekspektasi?

"Cukup aku yang tahu, orang luar jangan."

Oh, sial. Ini tidak seperti perkiraan Jefta.

Jefta: gue udah lakuin yang lo suruh
Jefta: tapi alda gak kayak perkiraan lo
Jefta: kita meleset kali ini

Tanpa menunggu balasannya, Aksa memilih beranjak. Dia tidak bohong saat mengatakan mengantuk tadi, tetapi menemukan Alice masih terjaga, Aksa rasa dia tidak akan tidur cepat.

"Kok belum tidur?"

Alice terlihat mengembangkan senyum. "Nungguin kamu."

"Tadi aku nggak sadar kapan kamu pergi. Maaf ya." Itu tidak penting, tapi karena berurusan dengan Alice, maka Aksa rasa meminta maaf jadi penting. "Buruan tidur, aku juga ngantuk," sambungnya, kemudian membaringkan diri di atas sofa.

"Aksa, ini baru jam sepuluh."

"Iya, udah malam kan."

"Kita bukan anak sekolahan, hey. Ayolah, sini duduk samping aku dulu. Tadi aku dengerin lagu dari playlist kamu, ada beberapa yang aku suka. Ayo dengerin bareng."

"Besok aja, Al, kamu harus banyak istirahat."

"Kamu nyebelin ah sekarang!" Sesuai dugaan, wanitanya merajuk. "Lagian aku udah sehat. I'm totally fine, babe. Sini dulu bentarrr ih."

Pasrah, Aksa kembali bangkit. Sesaat setelah duduk di sampingnya, Alice lekas menyumpalkan satu earphone yang sempat menyumbat kedua telinganya. Sepenggal lagu langsung memenuhi kepala Aksa.

"Ini bagus banget liriknya, menggambarkan kita banget ya?"

"Hm, iya."

1 lagu ... 2 lagu ... 5 lagu Aksa dengarkan dengan sabar. Dia tidak menyerap liriknya sama sekali, jadi begitu Alice bertanya ia iyakan saja agar cepat. Semua berlalu tanpa sadar, sampai lagu terakhir dari playlist-nya diputar dan selesai, Aksa tidak juga beranjak. Bukan apa, Alice jadi yang pertama tumbang dan menumpukan kepala di bahunya, alasan utama kenapa ia tidak banyak bergerak karena takut membangunkan si gadis.

Sebelumnya Aksa tidak berniat tidur, tapi rasa kantuknya yang membesar, juga wajah Alice yang tampak nyaman dalam posisinya, membuat ia memutuskan ikut tidur di sana.

*

"..., kamu bebas, tapi tolong jangan gegabah, Mas."

Aksara tersentak. Kedua matanya terbuka dalam sekali gerak. Bahkan dalam tidur pun, kalimat itu masih mengganggunya? Sial. Ia menghela napas pendek.

Posisinya masih sama, dia masih terduduk dengan punggung bersandar pada kepala ranjang. Sementara Alice entah sejak kapan jadi berada di dadanya. Perempuan itu tertidur dengan nyenyak, sampai ketika Aksa memindahkannya, dia tidak menolak.

Tadinya, ia ingin melanjutkan tidur di sofa, tetapi pikirannya tiba-tiba berbelok pada Alda. Dipikir-pikir seminggu ini dia tidak lagi melihat istrinya itu tidur. Jadi setelah menaruh satu kecupan sederhana di dahi Alice, pria itu keluar dari sana. Kakinya langsung menuju ke arah kamar tamu yang berada di dekat halaman belakang.

Magic In You | Haechan ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant