Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou mettre en ligne une autre image.
"Beberapa tahun ke depan aku percaya, banyak manusia yang berpikiran terbuka tentang kesehatan mental. Sekarang kamu punya satu, suatu saat akan ada satu-satu yang lain dan akan terus bermunculan di sekitarmu." -Naleggio Jaem, 2017
Jendela dikuas dengan tangan-tangan kecil yang membawa warna mencoret-coret kaca membiarkan rona tertinggal di sana.
Satu bocah kecil tampak lebih aktif dari anak yang lain mondar-mandir naik turun kursi mengambil kuas lalu memanjat kursi lagi. Siapapun tidak berani menaiki kursi miliknya saat gadis cilik itu meninggalkan, karena tak ragu bocah itu akan mendorong teman yang merebut kursinya sampai terjungkal.
Setiap kembali menaiki kursi, ia semangat meliuk-liukkan tangan gendutnya ke kanan dan kekiri sampai teman-teman yang ikut mewarnai disana hampir tersrempet lengan bocil gembul berambut bob yang terkenal seenaknya sendiri.
Dari arah belakang seseorang yang mencetuskan ide mewarna jendela kaca tengah mengangkat dua ember berisi cat untuk memanjakan anak-anak yayasan panti.
"Nak Jeno apa tidak kuliah hari ini?" tanya ibu panti hendak mencuri bincang pada laki-laki tampan yang meletakkan ember di dekat jendela.
"udah selesai bu." balasnya membanggakan diri padahal dirinya baru mendapat gelar sarjana kedokteran, gelar dokternya belum karena dia diberhentikan dari koas karena sering bolos tak tahu aturan.
"ikut senang Nak," balas ibu yayasan disana sembari melihat arah pandang Jung Jeno yang tak lepas dari sosok bocah paling semangat, bahkan sakin semangatnya, teman-teman yang lain tak diberi kesempatan memberi warna di jendela.
"Bluena Lee sangat semangat jika pelajaran seni." ujar bu guru yang menyaksikan dari kejauhan pada mahasiswa kedokteran semester tua yang ada disamping ibu yayasan panti.
"itu alasan saya bolos koas hari ini,"
"Tapi nak Jeno, kenapa jendela ini dibiarkan diberi cat, bukannya akan menghalau sinar matahari?" komentar ibu yayasan panti saat jendela bangunan lantai dua seluruhnya diberi cat abstrak karya anak-anak. Ibu panti tidak berani menghalau titah Jeno, bangunan ini resmi menjadi milik Jung Jeno setelah dibeli dari Bunda mendiang Na Jaemin.
"ruangan ini tidak seharusnya disentuh matahari."
"Jenoh!" teriak Bluena berlari tergupuh-gupuh lalu mengangkat tinggi kuas yang penuh dengan warna hingga bulir tetesnya mengenai rambut lembut milik si balita. Jung Jeno menyambut, memilih membawa tubuh balita itu mengudara dan memeluknya.
"capek kan? ayo kita makan, habis itu-" laki-laki itu terdiam saat mencoba membenarkan pita yang hampir jatuh di rambut Bluena.
"yabis tuh pah Jeno?" (habis itu apa Jeno?)
"pulang.." ucapnya melanjutkan kata yang sempat terjeda.
Bluena mengangguk-angguk kecil.
"ena mayihat kukisan besay di mamay tuh Jenoh! bebeyum yuyang Jenoh yahus mayihat kukisan na!" (Ena melihat lukisan besar di kamar itu Jeno! sebelum pulang Jeno harus melihat lukisannya!) tunjuk Bluena pada salah satu pintu dimana dahulu laki-laki itu membawa ibu Bluena masuk untuk melihat lukisan yang sama. Lukisan dengan palet warna yang belum kering.
"darimana kamu tahu ada lukisan bagus disitu? nggak boleh masuk sama bu guru kan?"
"ena bayatamu pekukisna endang mawayna-wayna kukisan tuh." (ena bertemu pelukisnya sedang mewarna-warna lukisan itu)
"kapan?"
"yahi ni mamah mamayin-mamayinna, iyah yayaki ampan mamah bai tati mambayikan ena pita." (hari ini sama kemarin-kemarinnya dia lelaki tampan dan baik hati memberi ena pita)
"nggak boleh bohong,"
"ENA NDA YOBONG TAUK ENA YIBANGIN MAMUH TUH JENOH!" (ena ndak bohong tau! ena bilangin kamu tuh jeno!) tidak dipercaya, Bluena pun marah-marah sambil berlari dengan mendebum-debumkan sepatunya kesal, Bluena hanya bisa menyumbang langkah pendek karena terganjal pampers yang begitu besar mungkin dia berak hari ini dan tidak sadar karena keasikan mewarna jendela. Balita itu berlari memasuki lorong lalu membuka pintu kamar yang tidak diperbolehkan dikunjungi.
Jeno mengejarnya turut menyaksi bagaimana usaha Gadis kecil itu berhasil membuka separuh pintu menemukan siluet seseorang yang tengah terduduk di depan lukisan yang sebelumnya dipajang.
"Jaem?" panggil Jeno yang tertegun di separuh celah pintu berpagut debu.
Sosok bertubuh tegap, dengan kacamata yang menggantung di ujung hidungnya perlahan berbalik. Lengan kemeja yang tergulung hingga kesiku, dan kuas yang menggantung di telinga memberi gambaran laki-laki tampan itu saat sepenuhnya berbalik dengan senyum.