14 : Menatap Perkataannya

44 1 4
                                    

"Bu! Saya izin ke toilet!" ucap Eira sambil mengangkat tangan. 

"Ya, silahkan," Bu Ferin menjawab tanpa menghentikan kegiatan tangannya yang sedang menulis di papan tulis. 

Eira berjalan keluar kelas dengan gontai. Kepalanya ngebul akibat tabel enzim yang harus dihafalkan. Setelah urusannya selesai di toilet, Eira memutuskan untuk berjalan memutar agar sampai lebih lama ke kelas. 

Saat ia melewati koridor lantai dua, ia melihat pemandangan yang aneh. Jevrio berdiri dengan menyandarkan tangannya di pagar, jarinya lincah bergerak di atas layar ponselnya. Sepertinya laki-laki itu tidak takut jika ponselnya jatuh ke dalam semak-semak. 

"Eira?" Jevrio menyadari keberadaan manusia lain di dekatnya. Eira mengerjakan matanya karena ia melamun terlalu lama. 

"Ngapain lo di sini?" Eira mengembalikan citra mukanya yang dingin. 

"Gak bawa buku, jadinya gue dikeluarin." Eira menaikkan alisnya mendengar perkataan Jevrio. Ia bisa bandel juga rupanya?

"Gak usah khawatir gitu. Habis istirahat gue balik, kok." 

"Dih, siapa yang khawatir sama lo!"

Jevrio tertawa hambar melihat reaksi perempuan di hadapannya. 

"Nanti sore jangan lupa …" Jevrio melanjutkan omongannya dengan pose jempol yang didekatkan ke telinga dan kelingkingnya di dekatkan ke bibirnya. 

Eira berdecak, "Ngapain gue telpon lo? Ga usah aneh-aneh, deh." 

Eira langsung berbalik tanpa mempedulikan Jevrio. Tak ada habisnya omongan cowok itu. 

Memangnya kenapa ia harus menelpon Jevrio? Seharusnya ia senang selalu mendapat hadiah dari Carol—hadiah mahal pula. Tapi sisi tidak enaknya adalah, mengapa Eira yang harus selalu mengantarkan hadiah itu kepada Jevrio? Kenapa cewek itu tidak langsung memberikannya kepada Jevrio? 

Oh, pasti karena ia sudah mulai menumbuhkan rasa terhadap Jevrio di hatinya. Eira sangat yakin hanya dengan melihat tatapan mata cewek itu. 

Pikiran itu mulai surut di benak Eira seiring hari sudah mulai menjingga. Eira membereskan barang-barangnya dan keluar kelas bersama Vanka seperti biasa. Kali ini Dion bilang kepada Vanka kalau ia pulang duluan karena harus menjemput kakaknya di bandara. Vanka pun dengan santai mengiyakan. 

"Ra, kayaknya Carol nungguin lagi tuh di depan," bisik Vanka sambil menoel pundak Eira. 

Mendengar itu, bukannya menghela napas berat, Eira malah berjalan cepat ke arah Carol yang menenteng sesuatu di tangannya. Eira benar-benar pasrah jika lagi-lagi ia harus mengunci pintu hatinya lagi. 

"Eits, mau kemana lo?" Eira melongo seketika saat Jevrio tiba-tiba muncul di depannya. Hal itu membuat Carol menengok ke belakang. 

"Mau ngasih hadiah, ya?" Jevrio berbalik dan bertanya kepada Carol. 

"Eh, iya—" 

"Cukup, Carol. Gue gak kenal lo siapa, dari mana, tiba-tiba lo ngasih banyak barang ke gue. Pertanyaannya, kenapa harus lewat Eira?" tanya Jevrio dengan menaruh tangannya di pinggang. Carol berusaha menahan senyum di wajahnya. 

"Kan gue beda sekolah sama lo, makanya gue nitip ke Eira yang emang temen gue, dan dia juga kayaknya deket sama lo, jadi dia gampang ngasihnya ke lo, iya kan?" 

Eira membelalakkan matanya mendengar itu. 

"Temen mana yang "sengaja" bikin temennya mabok?" Jevrio menyahut lebih keras.

Kini Eira semakin membatu. 

"Loh? Kita kan sama-sama minum bareng, ya kan, Ra?" 

"Gue sama sekali ga bisa respect orang yang bikin temennya mabok dengan sengaja, setelah itu pura-pura kayak gak terjadi apa-apa pas ketemu orang lain. Coba aja kalau gue waktu itu gak jalan ke deket bar itu, gimana nasib Eira yang sempoyongan?!" Eira menciut mendengar seruan Jevrio. 

"Lo kenapa sih? Gue kan emang pengen temenan sama lo—" 

"Lo suka kan sama gue?" 

Deg! Eira berjalan mundur beberapa langkah karena mendengar perseteruan dua manusia itu. 

Carol terdiam di tempat. Vanka yang dari tadi mendengarkan ikut kaget. Eira apalagi. 

"Lo aneh, deh! Gue cuma pengen temenan! Lo gak nganggep semua hadiah itu berarti di mata lo?" Vanka mengerutkan keningnya. 

"Gak. Karena yang berarti buat gue cuma satu." Jevrio berkata seperti itu sambil menoleh ke arah Eira. 

Seluruh aliran darah naik ke wajah Eira. Ia tak bisa berkata apa-apa karena semuanya terjadi terlalu cepat. 

"You sick!" umpat Carol, dan setelah itu ia pergi meninggalkan Vanka, Eira, dan Jevrio yang terdiam. 

---

Hai hai! Maaf setelah sekian lama baru update. Semoga enjoy yaa;) Jangan lupa vote and comment nya, thank you! <3

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now