6: Empat Mata

68 5 6
                                    

Tak terasa hari ini adalah hari terakhir class meeting. Hari yang paling ditunggu-tunggu karena para finalis akan bertanding dan sang pemenang akhirnya ditentukan.

Namun Eira sudah bilang kepada Vanka bahwa ia tidak akan menonton pertandingan basket karena kejadian hari itu. Vanka yang mendengar cerita Eira geleng-geleng kepala. Heran dengan manusia bak gunung es yang menyebalkan itu.

Akhirnya mereka menonton lomba modern dance, pertandingan para finalis. Kelas mereka kemarin sempat masuk ke babak final dan kali ini Eira dan Vanka akan menyaksikan kelas mereka tampil. Tak disangka, ternyata kelas mereka melawan kelas Carol. Sekolah sebelah memang tidak sedang main-main.

"Gila. Kelasnya Carol tanding sama kelas kita!" Vanka bereaksi.

"Duh ngeri, ih. Tapi kalo diliat-liat mereka kemaren keren juga. Semoga aja kali ini kelas kita lebih mantep," ujar Eira, ikut merasakan aura yang kompetitif.

"Langsung saja kita mulai pertandingan para finalis lomba modern dance!!" Sang MC berseru lalu segera turun panggung. Acara pun dimulai.

Dengan musik menghentak kelas Eira tampil lebih dulu. Vanka bersorak agar membuat suasana lebih meriah. Mereka tampil di panggung dengan lebih semangat karena dukungan dari kelasnya. Kemudian giliran kelas Carol tampil di panggung. Bahkan salah satu dari mereka ada yang diangkat oleh kedua temannya. Koreografi mereka berhasil membuat para juri takjub.

Penentuan yang ditunggu akhirnya akan segera diumumkan. Setelah berdiskusi selama lima belas menit, para juri sudah menentukan pemenangnya.

"Pemenang lomba modern dance kali ini adalah.. SMA Tunas Bangsa!!" Ternyata kelas Carol yang menjadi pemenangnya. Semua tim pendukung menyoraki kelas mereka dengan meriah.

"Yah kalah kita." Vanka menghela napas berat.

"Gapapa, Van. Masih banyak kesempatan. Lagian kelas mereka emang keren banget kok," ucap Eira realistis.

Para pemenang dipanggil naik ke atas panggung untuk menerima piala dan sejumlah uang tunai sebagai hadiah.

"Selamat ya, Carol! Keren deh kalian!" ucap Eira dengan senyum kepada lawan kelasnya itu.

"Aah, makasih, yaa." Carol membalas dengan riang. Eira dan Vanka memperhatikan Carol yang memakai make up yang membuatnya lebih cantik hari ini. Meskipun tidak terlalu tinggi, sepertinya Carol sering jadi pusat perhatian di sekolahnya. 

"Jajan, yuk! Gue traktir hari ini." Vanka langsung merespon omongan Carol dengan heboh. Padahal sedari tadi ia berjalan lesu meratapi kekalahan kelasnya.

Masih dengan make up dan kostum lombanya, Carol pergi ke stan bazaar bersama Eira dan Vanka. Semua orang menoleh ke arah Carol yang memang terlihat lebih mencolok. Tapi Carol bereaksi biasa saja seolah tak ada yang terjadi, selalu begitu dari kemarin sampai hari ini.

***

Vanka sudah pulang duluan, ia pergi dengan Dion untuk makan berdua di kafe. Sementara Eira masih duduk di koridor. Ia masih ingin di sekolah untuk sementara karena orang tuanya akan pulang malam hari ini. Jika ia pulang cepat, ia akan sendirian dan kesepian di rumah.

Eira sebenarnya ingin tertawa geli mendengarnya. Ia tidak yakin akan Vanka yang tingkahnya kadang masih kekanak-kanakan sudah mengerti apa itu cinta. Tapi ia tidak bisa memungkiri betapa manisnya jika Vanka bersama dengan Dion.

Ia jadi teringat sewaktu awal-awal Vanka pacaran, Eira selalu merengek karena tidak ada yang menemaninya. Mereka kemana saja selalu berdua. Makan berdua, pulang sekolah berdua, bercanda berdua, oh indahnya dunia. Eira tertawa sendiri saat membayangkannya.

"Ke taman belakang sekarang. Gue mau ngomong sama lo." Sebuah suara tiba-tiba melunturkan tawa Eira yang sedang berselancar di galeri ponsel melihat fotonya bersama Vanka dan Dion.

"Hah? Mau ngapain emangnya?" Eira menatap tajam Jevrio di hadapannya.

"Gue mau ngomong. Berdua aja. Perlu dijelasin lagi?"

"Idih, gak mau, males gue." Eira mendelik tidak suka.

"Cepet elah! Bentar doang." Ucapan Jevrio barusan mengundang perhatian orang lain di sekitar.

Karena kesal, Jevrio langsung meninggalkan Eira yang masih duduk.

"Woi! Asli nyebelin banget jadi orang," rutuk Eira yang terpaksa mengikuti langkah Jevrio.

Setelah memastikan kondisi taman belakang sepi, Jevrio berancang-ancang untuk bicara. Ia merogoh sesuatu dari dalam tasnya.

"Sorry. Nih." Dua kata super pendek itu terdengar sangat menyebalkan ditambah dengan ekspresi cuek Jevrio, membuat Vanka ingin mengulek-ulek wajahnya.

Tapi Eira sempat terkejut saat Jevrio menyodorkan sepotong kue blackforest, kue kesukaannya. Bagaimana ia tahu? Apakah ini hanya kebetulan? Tapi ia berusaha untuk berlagak tidak heboh agar citranya tidak turun drastis.

"Hah? Lo bilang apa?" Eira bertanya balik, memancing laki-laki di depannya.

"Gue minta maaf, ngerti?! Nih ambil," seru Jevrio tanpa berani menatap Eira. Ia sepertinya sedang menjatuhkan harga dirinya sendiri saat ini.

"Lo gak tulus." Ucapan Eira telak menusuk Jevrio.

"Ya udah makanya ini ambil kuenya!" Suara Jevrio makin meninggi. Tapi sebenarnya Eira tahu bahwa laki-laki ini sedang melakukan apa yang tidak biasa ia lakukan. Jevrio malu kuadrat jika harus meminta maaf seperti ini.

"Gue gak akan segampang itu nerima maaf lo hanya dengan kue. Dan mana ada orang yang bakal maafin kalo cara lo minta maaf kayak gitu?" Eira melipat tangan di depan dadanya.

"Sorry not sorry. Gue balik dulu, bye." Eira balik kanan meninggalkan Jevrio yang mematung di tempat.

Terkesan jahat memang. Tapi siapa yang lebih jahat di sini? Jelas harga diri Eira tidak berpatok hanya pada sepotong kue kesukaannya. Tanpa sepengetahuan Eira, Jevrio geram akan sikap cewek itu. Ia memasukan kue itu ke dalam tas nya dengan kasar lantas beranjak pergi.

---

Hey heyy! Akhirnya update lagii hehe. Jangan lupa bintang dan komennya yaa:D Thank you soo soo muchh:D

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now