10 : Sunset Bloom

54 4 5
                                    

Bahkan ia tidak mempercayai dirinya sendiri nekat masuk ke dalam tempat orang-orang menumpahkan segala gundahnya dengan berjoget ria. Dalam hati Eira merasa asing dengan suasana hati. Tapi seiring tempo menghentak itu membuat dadanya ikut berdetak, perlahan-lahan gadis itu larut dalam suasana itu.

Hey, pretty.” Tiba-tiba seorang wanita dengan lengan yang penuh dengan tato mendekati Eira. Melihat wajahnya yang sepertinya sudah mabuk berat, Eira langsung melipir untuk menghindari wanita itu.

Semakin berjalan ke dalam, musik DJ itu terdengar semakin kencang. Kedua matanya melihat sebuah meja bar dengan tembok yang berisi botol-botol mewah yang memabukkan. Sembari menikmati musik dan bercakap-cakap, Eira bisa melihat bagaimana sesama pengunjung di bar ini dapat akrab dengan cepat satu sama lain. Asap yang keluar dari rokok elektrik pun mengambang lewat di depan wajahnya. Memang sebuah pemandangan yang baru bagi Eira, tapi ia tampaknya sudah mulai bisa menikmati tempat bermainnya sekarang.

“Bisa minta menu nya?” Eira duduk di kursi bar yang kosong, ia memanggil salah satu bartender yang berada di dekatnya.

“Menu?” Bartender itu nampak kebingungan. Ia menunduk untuk mencari sesuatu di bawah meja, kemudian ia memberikan buku menu yang terlihat mewah dengan desai hitam dan aksen emas.

“Kau baru di sini, ya?” Bartender tadi mengajak Eira mengobrol sambil menyiapkan pesanan orang lain.

“Ya, kemarin temenku ngasih tau tentang bar ini, jadi aku kesini.” Supaya tidak terlihat bodoh-bodoh amat, Eira mengarang saja alasan yang paling pas.

“Pantes. Soalnya orang-orang yang biasa ke sini gak liat menu kalau mau pesen sesuatu,” balas bartender itu dengan mulai menggunakan nada santai.

“Gimana kalo saya buatkan mocktail? Mojito di sini paling sering dipesan, lho.” Laki-laki berambut spike itu tersenyum ramah.

Sounds good.” Eira mencoba memberikan citra yang keren pada bartender itu.

“Wow, your accent is so pretty. Alright, one Mojito for you.” Balasan berbahasa Inggris dari si bartender berhasil membuat Eira terkejut. Aksen saat ia berbicara biasa dan berbicara bahasa Inggris sangat berbeda.

Inikah yang dinamakan suasana bar itu? Dalam kurang dari lima menit seseorang bisa membuat orang lain tertarik padanya. Seolah-olah saling menggoda sudah menjadi hal biasa di sini.

Tidak! Eira menahan dirinya. Ia bukanlah wanita gampangan.

Here’s your mocktail, young lady,” ucap sang bartender seraya menaruh satu gelas mojito segar. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan memangku dagu memperhatikan Eira yang ingin meminum minumannya.

Tahu dirinya diperhatikan, Eira mundur sedikit ke belakang baru menyesap mocktail nya.

“Woo, woo! Hold on, Edgar! What are you… Eira?” Suara yang tiba-tiba muncul itu membuat sang bartender kaget dan menjauh.

Sementara itu Eira berusaha memulihkan pandangannya untuk mengenali wajah orang itu, ia belum terbiasa dengan situasi setengah gelap yang hanya diterangi dengan lampu disko warna-warni.

“Carol?”

Eira terbelalak saat melihat Carol berada di depannya. Terlebih karena ia melihat gadis itu memakai pakaian yang.. cukup ketat dan mengenakan piercing di hidungnya. Ia benar-benar sosok yang berbeda dari Carol yang terakhir Eira temui di sekolahnya.

“Lo beneran Eira?! Ya ampun! Ngapain lo di sini?”

“Ah, ini… Gue mampir aja, kok..” Eira hanya bisa nyengir kuda. Ia tak menyangka akan bertemu orang yang ia kenal di tempat seperti ini. Tapi itu tak menjadi masalah selama orang itu tidak satu sekolah dengannya.

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now