Peka?

89 11 0
                                    

Enjoy to reading!
_..._..._..._..._..._..._

Yang selalu mengatakan laki-laki itu tidak bisa peka, laki-laki itu nggak mau ribet, laki-laki itu selalu mikir pake logika. Kenapa? Kenapa bisa berprasangka seperti itu? Kalau boleh mengungkapkan hal yang sebenarnya tadi terjadi perihal mata Sandra yang Sevix lihat sudah merah ketika turun dari motor tadi. Sebenarnya, Sevix sudah tahu bahwa mata Sandra merah bukan karena kelilipan tapi karena dia menangis.

Ya, Sevix jelas bisa menyadari dan merasakan akan hal itu. Sevix sudah mengenal betul bagaimana karakter si tokoh utama dalam cerita ini. Dia tuh selain gengsian, receh, tapi dia juga cengeng pula.

"Sandra," Sadiva dan Zara mengangkat kedua alisnya.
"Lo janjian sama kakak kelas lo di luar?" lanjut Sadiva bertanya pada Sandra.

Sandra menggelengkan kepalanya. "Enggak."

"Itu ada di luar. Jangan boong lo." ungkap Zara terang-terangan.

Eh, anjir! Sandra langsung mengusap rambutnya, dia merapikan baju batik yang di kenakannya. Sevix seriusan datang ke kelas Sandra, dan dia membawakannya -ice cream?

Sandra keluar kelas setelah Sevix melambaikan tangan ke arahnya.

"Cantik."

Ssst!
"Diem, deh." Ini masih di lingkungan sekolah. Sandra tidak ingin perlakuan Sevix seperti ini pada dirinya di lihat oleh banyak orang.

"Yeu. Kalo di puji itu harusnya bilang makasih bukannya malah suruh diem." debat Sevix.

Sandra tidak meladeni Sevix, dia melirik sekilas pada Sevix. Sedangkan Sevix masih berjalan, satu tangannya di masukan ke dalam saku celana. Dan dengan refleknya Sandra memgikuti langkah kaki Sevix. Setelah sampai di tempat yang tidak terlalu ramai, Sevix memberikan ice cream itu pada Sandra. "Rasa cokelat, kan?" kata Sevix.

Sandra mengangguk sambil menahan senyum di bibir mungilnya. "Makasih, i-tu punya kamu rasa apa?"

"Strawberry." balas Sevix.
"San," Sevix memanggil Sandra.

"Iya?"

"Jangan sedih sedih lagi, ya?"

"Kapan aku sedih?" ah, Sevix kenapasih harus bertanya disini. Sandra tuh paling tidak bisa kalau di tanya seseorang dia pasti akan sedih lagi. Sandra sangat perasa. Dia sensitif dan emosionalnya tinggi.

Bibir mungil Sandra membentuk smile down. Sebuah kebohongan besar jika Sandra tidak ingin menangis saat ini. Dia mengipas ngipasi wajahnya dengan satu tangan, mencoba menahan sesak dengan berusaha menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan.

"Em, sini peluk."

Dalam pelukan Sevix, Sandra menenggelamkan wajahnya pada dada Sevix. Air matanya berhasil lolos lagi. Tapi Sevix tidak boleh menyadari akan hal ini. Dia segera mengusapnya.

"Tuh, merah lagi."

Sevix ini sengaja memancing atau bagaimana?!

"Keluarin apa yang kamu rasain, San. Jangan di pendem sendirian."

"Ih, udah ah!" henti Sandra.
"Ini ice creamnya keburu cair, kan, gara gara kamu." Sandra mengalihkan pembicaraan.

Mana mungkin Sandra harus mewek di hadapan Sevix saat ini, kan? Nanti di bilang lebay, lagi.

Tapi benar saja, Sevix baru menyadari bahwa ice cream yang di pegang Sandra sudah sedikit mencair. "Masih bisa di makan, kok." Sevix membuka ice cream miliknya kemudian menjilatnya. "Nih, enak." dia memamerkan ice creamnya pada Sandra.

"Mau saya bantu bukain, nona?"

"Coba dong, tolong."

"Yeu kamu ternyata. Dari tadi kalo nggak bisa buka sendiri ngomong, ya."
"Cantik cantik gini gengsinya segede Saturnus, di luar bumi."

Kakak KelasWhere stories live. Discover now