Analogi Senja

780 48 5
                                    

Enjoy to reading!!

"Darr, kalo gue jadi senja. Lo mau jadi apanya?" Senja mulai muncul di penjuru langit, walau sinarnya belum memenuhi seluruh langit, tapi sudah terlihat bahwa itu adalah semburat dari cahaya senja.

"Jadi apanya, apa-nya?" tanya Darry meminta penjelasan ulang.

Sandra berdecak. "Maksudnya kalau gue bisa jadi sebuah senja. Lo mau jadi apanya, Darry."

Darry mulai berpikir, "Em, apa, ya."
"Mungkin gue bakal jadi mentari yang selalu ngasi sinar ke langit senja sebelum akhirnya gue tenggelam." balas Darry mantap akhirnya.

"Ngantuk."

"Lo ngantuk?" tanya Darry, "Lo boleh pake pundak gue buat tidur. Tapi awas jangan ngiler."

"Ih Darry!" Sandra reflek memukul pundak Darry.

"Iya deh, khusus buat lo gak papa baju gue yang baru ini ada iler lo."

"Gue belum pernah nyender di pundak cowok. Dan gue mau pundak pertama yang gue senderin itu Se-." Sandra teringat sesuatu.

"Lo punya nomor Sevix nggak? Sevix Adnandra kelas 12 IPA 2." Sandra bertanya random, dia menggoyangkan kedua pundak Darry. Padahal setahu Sandra, mereka tidak ada hubungannya sama sekali. Tapi, ah daripada tidak ada usahanya sama sekali? Sandra sudah malas menagih pada Zara.

"Kapten basket SMA 1 Prima Angkara 'kan?" kilah Darry. "Kenapa kok tumben minta nomor dia?" tanya Darry lagi.

"Oh, dia kaptennya? Bukannya lo suka basket juga ya Dar?"

Darry mulai curiga, dia hanya menganggukan kepalanya kecil menjawab pertanyaan Sandra.

Mulut kecil Sandra menganga, "Demi apa?!" itu artinya Sandra bisa lebih mudah mendekati kakak kelasnya kan -Sevix Adnandra.

"Akhirnya ada gunanya juga lo lahir ke dunia ini. Nggak cuma jadi beban emak lo." perasaan Sandra campur aduk. Senang, sedih, terharu. Semuanya menjadi satu.

"Gue ada nomernya. Lo suka sama dia?" ucap Darry sambil memaksa tersenyum, entah kenapa setelah mengucapkan kalimat itu. Ada rasa sesak yang memenuhi rongga paru-paru miliknya.

Darry mulai berpikir bahwa selama ini hubungannya dengan Sandra hanyalah sebatas TEMAN.

"Kok tahu? Gue kan belum bilang." ujar Sandra,
"Nanti kirim ya, gue tunggu." lanjut Sandra dengan nada sumringah.

"Lo belum jujur." Darry mengungkit kembali permasalahan tadi di sekolah setelah membuka helm miliknya. Ya, mereka berdua sudah sampai di depan gerbang rumah Sandra.

Sudah Sandra duga Darry pasti akan menanyakan lagi soal kejadian tadi di sekolah sebab belum Sandra jawab tadi. "Gue,"

Darry menautkan kedua alisnya, menunggu kalimat apa yang akan Sandra keluarkan selanjutnya.

"Tadi gue masa nggak bisa nyontek."

"Terus Zara bilang gue bodoh."

"Terus gue. Nggak tau gue tiba-tiba pengen nangis."

Darry tersenyum miring, dia suka bagaimana cara Sandra bercerita padanya. Dia wanita yang aneh. Tidak. Lebih tepatnya dia unik, dan Darry suka dengan segala hal apapun jika sudah bersangkutan dengan Sandra. Apapun itu.

"Kalo ada suatu pertanyaan yang bikin lo bingung, lo boleh tanya ke gue. Gue bakal ajarin." Darry mengusap puncak kepala Sandra. Meski Darry dan Sandra beda satu tingkatan. Tapi Darry masih ingat beberapa materi kelas 11 dulu. Juga mereka kan satu jurusan, pasti tidak beda jauh dengan pelajaran kelas 12 Darry saat ini. Paling penting, Darry itu murid berprestasi dalam hal akademik. Tuh kan. Orang-orang disekitar Sandra memang positive vibes. Tinggal Sandranya mau berubah atau stuck di zona nyaman.

Kakak KelasDonde viven las historias. Descúbrelo ahora