21. Terlalu Memaksakan

157 35 17
                                    

- 𝘼𝙔𝘼𝙍𝘼 𝘿𝘼𝙉 𝙍𝘼𝙃𝘼𝙎𝙄𝘼𝙉𝙔𝘼 -

Cairan infusan itu terus menetes, beberapa jam yang lalu Ayara menjalani kemoterapi. Sesuai dengan saran dr. Andri, dia datang ke rumah sakit untuk memulai perawatannya. Ayara ingin sembuh, untuk bertemu dengan Sang mama. Dia tidak mau kisahnya berakhir tanpa tahu alasan mengapa Sang mama pergi dan tak pulang-pulang.

"Dok."

"Iya?"

"Saya boleh pulang, gak?"

"Keras kepala sekali kamu ini, ya."

Ayara menyengir. "Begini, besok saya ada janji mau piknik sama cowok ganteng. Masa iya saya batalin gitu aja, gak asyik."

"Pulangnya dijemput sama Abang kamu," saran dr. Andri. "Gak baik pulang sendiri."

"Kan, banyak taksi, Dok."

"Kamu baru kemoterapi, sebaiknya jangan terlalu memaksakan. Apalagi ini kemoterapi yang pertama."

Ayara menghembuskan napas berat. Aroma ruangan ini sungguh tidak bersahabat dengan dirinya, obat-obatan terlalu menjengkelkan. Tidak pernah Ayara menyangka bahwa nasibnya akan berakhir seperti ini. Menjadi cewek penyakitan yang mudah lemah.

"Dok," panggil Ayara. "Kalo semisal saya gak sembuh, nanti biaya yang udah saya keluarin balikin ke Mama saya, ya."

"Wah?" Dr. Andri terkejut dan terheran-heran dibuatnya.

"Hehe, soalnya saya pake uang Mama yang seharusnya ditabung," jelas Ayara. "Takutnya Mama nanti sedih, uang hasil kerjanya dipake buat hal-hal gak berfaedah."

Dr. Andri geleng-geleng kepala dibuatnya. "Ini bermanfaat untuk kamu, kemoterapi akan membantu kamu."

"Sayang aja gitu, Dok," keluh Ayara saat dipikir-pikir. "Mama di sana kerja buat memenuhi kebutuhan saya, eh saya pake buat hal beginian."

Pintu ruangan terbuka, kedatangan Keenan dengan satu keranjang buah beserta sebuket bunga jelas mengejutkan Ayara. Dr. Andri dengan tak berdosa malah tersenyum.

"Abangnya sudah datang, saya pamit."

Ayara membuka mulutnya. "Dokter!"

Keenan menaruh keranjang buah di atas nakas, sementara bunganya ia berikan kepada Ayara. Pada awalnya Ayara meringis, tapi kemudian ia menerima dan tersenyum atas kebaikan Keenan.

"Thanks, tapi lo gak perlu repot-repot."

"Udah makan, Ra?" tanya Keenan.

"Gak nafsu gue, mual-mual ngeliat muka lo aja, sumpah."

Keenan melipat kedua tangan di bawah dada. "Ngidam lo?"

"Bajingan Anda!"

Keenan tersenyum picik, ia menarik kursi di sana dan mengambil keranjang buah itu. Menatap Ayara terlebih dahulu, mempersilakan kepada Ayara untuk memilih.

"Sumpah, ya." Ayara menelan salivanya dengan susah payah. "Ngeliat muka elo aja gue rasanya pengin muntah."

"Sakit ya, Ra?" tanya Keenan tiba-tiba menjadi sangat serius dan menyayat.

Ayara memalingkan pandangan ke sembarang arah, dia tidak bisa menatap mata seseorang yang saat ini sedang mengasihani dirinya. Terlalu menjengkelkan.

"Ayo menangis, Ra." Keenan meraih tangan Ayara. "Menahan hanya akan membuat lo semakin terluka."

"Ken." Ayara menarik tangannya dari genggaman Keenan. "Kenapa harus lo, sih? Kenapa bukan Kak Arka atau siapa, kek!"

"Kenapa, sih?"

Ayara dan RahasianyaWhere stories live. Discover now