R2-06: PUTAR BELIT?

915 172 17
                                    

Selamat membaca, dan semoga selalu suka💖

***

Ketukan sepatu stiletto heels berwarna putih yang tingginya 5 cm itu, terdengar khas setiap beradu dengan permukaan ubin lorong rumah sakit yang tengah dilalui.

Seorang wanita berpakaian simple, namun terlihat elegan dengan celana palazzo hitamnya, berjalan menyusuri lorong sambil sesekali mengusap rambutnya yang pendek.

Suasana sekitar terbilang tidak terlalu ramai, sebab unit 1 di lantai 4 ini, merupakan unit yang dikhususkan untuk perawatan para pasien stroke. Jadi tak sering orang berlalu-lalang.

Di depan kamar bernomor 23, langkahnya terhenti. Seorang pria yang semula sibuk membaca koran di depan kamar, teralihkan oleh kehadirannya. Sembari melipat koran, pria berpakaian informal—kaos oblong lengan panjang dengan celana jeans hitam—tersebut berdiri menghadapnya.

"Selamat pagi Pak," sapanya kemudian.

"Anda datang lagi, Bu Sandra." Raut wajah pria itu seolah tidak menerima sang tamu. "Sudah kami beritahu sebelumnya bukan? Untuk sementara waktu Pak Setyo tidak diberi izin menjumpai siapa pun, kecuali dari pihak pengacara. Itu juga saat diperlukan saja," jelasnya panjang lebar.

Sandra menghela napas. Tapi dirinya belum ingin memberi sanggahan. Sepertinya dia tahu kalau polisi di depannya masih akan memberi beberapa kata lagi.

"Bila ingin mengetahui kondisinya, Anda bisa langsung tanyakan kepada dokter yang menangani."

Senyuman tipis Sandra tampilkan setelah mendengarkan ucapan sang lawan bicara dengan seksama.

"Maka dari itu, saya ke sini hanya ingin melihat beliau sebentar." Pandangannya melirik jendela di pintu yang menampakkan bagian dalam ruang kamar. Dia menatap Setyo yang terbaring di ranjang dengan tatapan datar. Tangan kiri yang menggenggam jinjingan tas bermereknya, perlahan memberi tekanan yang kuat pada cengkramannya.

"Dokter bilang, kondisinya belum ada kemajuan," katanya seraya kembali menatap anggota polisi yang kini terdiam.

"Apa beliau akan terus dirawat di masa penahanannya bila masih seperti ini?"

"Tentu. Itu sudah menjadi salah satu haknya sebagai seorang narapidana." Tak lupa ia menekan kata subjek yang disebut diakhir kalimatnya.

Berusaha terlihat ¹legowo, Sandra hanya manggut-manggut. Bibirnya menggambarkan senyuman yang sendu. Terlihat begitu alami. ¹Lapang dada;

"Kalau begitu, saya permisi. Selamat bertugas kembali."

Sebelum pergi, ia kembali menatap ke dalam kamar. Ekspresinya masih datar, seolah ia tidak benar-benar bersimpati pada keadaan mertuanya.

***

Abimanyu berdehem pelan saat akan memulai kegiatannya di atas panggung. Sekarang dia mencoba untuk mengontrol emosinya, walaupun jujur, rasanya ingin memekik setiap melihat wajah Radena di depan sana.

"Selamat pagi semua."

"Pagi Pak," jawab mereka serentak.

Sambutan dari para murid terdengar tidak asing. Ya. Ini bukan kali pertama Abimanyu mengisi materi untuk agenda triwulanan tersebut.

"Akhirnya kita bertemu lagi." Abimanyu melirik Radena sekilas, seperti benar-benar mengirimkan kalimat itu padanya.

Radena merasa sesak. Dia bagaikan pencuri yang tertangkap basah, padahal dirinya saja tidak tahu pasti, masalah seperti apa yang membuat pria itu selalu melemparkan tatapan mengintimidasi padanya.

RADENNONA - IF I CATCH YOU [ON GOING]Where stories live. Discover now