Chapter 12: New Mirenda √

114 16 2
                                    

Hulaaa aku update bab 12 yaa hehe
Bagi kalian yang nggak sabaran dan mau baca sampai tamat bisa di KBM App ya. Di sana tamat sampai bab 50.
***

Pagi pukul Delapan tepat, Mirenda sudah berada di dalam mobilnya. Siap berangkat ke kampus karena ada janji dengan Pak Idlam. Jujur, gadis itu merasakan kegugupan yang luar biasa sejak selesai berpakaian tadi.

"Ini cantik!" ujarnya memuji diri sendiri saat matanya saling bersitatap melalui kaca mobilnya. Mirenda percaya dirinya cantik, hanya saja ini pertama kali baginya berpenampilan beda.

Namun, demi misi menyembunyikan diri dari masa lalu, Mirenda sanggup melakukan apa saja agar Pak Idlam tak lagi mengingatnya. Mirenda berharap cara ini berhasil, karena menghindar bukan pilihan yang bijak ketika dirinya juga ingin lulus kuliah.

"Ayo Mir! Lo bisa!" sekali lagi gadis itu menyemangati dirinya sendiri. Dia mengangguk, lalu menekan pedal gas dengan pelan. Takut penampilan barunya jadi berantakan, meski sebenarnya itu tidak mempengaruhi sama sekali mengingat dia menaiki mobil, bukan motor.

Gadis itu sampai di kampus satu jam kemudian. Sebelum turun dari mobilnya, Mir berbenah lagi. Kali ini dia mengeluarkan bedak yang sekaligus ada kacanya demi memperhatikan penampilannya. "Astaga! Kamu siapa?" kekehnya pada bayangan itu. "Cantik banget sih!" pujinya.

Setelah puas, Mirenda akhirnya turun dari mobil. Tidak perlu berlebihan, tidak ada istilah semua mata menatap padanya karena parkiran sepi. New Mirenda hanya akan ada di dahi Jesi saja saat ini mengingat gadis itu sudah menunggunya diujung sana. Mirenda tak perlu khawatir, orang-orang hanya akan bergosip jika itu bersifat menjatuhkan.

"Nggak salah lo, Mir?" tanya Jesi saat pertama kali melihat Mirenda dari dekat. Mirenda mengelus pelipisnya, salah tingkah. "Nggak lah," jawabnya.

"Ini beneran Mirenda, teman gue?" Jesi masih saja tak percaya pada perubahan yang terjadi pada sahabatnya.

"Kenapa? Gue cantik, kan?"

"Mir, serius deh, lo kenapa?" tanya Jesi setelah menarik Mirenda menjauh dari parkiran. Dirinya masih saja tak menyangka pada apa yang matanya lihat. Ini Mirenda, sahabatnya yang suka pesta. Namun.. Jesi menggeleng tak percaya. "Lo nggak apa-apa, kan?" tanyanya lagi.

Mirenda terkikik geli. New Mirenda betul-betul membuat sahabatnya itu terkejut. Biar saja, Jesi pasti penasaran kenapa dia melakukan ini.

"Lo jangan macam-macam Mir, ini bukan sesuatu yang bisa lo mainin. Sekarang lo pasang, besok lo lepas. Sekurang ajarnya kita, gue nggak suka lo kayak gini," cerca Jesi tanpa membiarkan Mirenda menjelaskan duduk perkaranya.

Mirenda menghentikan tawa. Dia menghela napas sejenak. "Gue punya misi, Jes."

"Gue sedang sembunyiin diri gue yang dulu dari Kakak lo!" jelasnya.

"Maksud lo?"

"Gue mau Pak Idlam lupa sama masa lalu gue. Serius, gue berharap Mas lo itu cuma ingat sama gue yang baru, New Mirenda!"

Begitu Jesika mendengar penjelasan Mirenda, bibirnya sulit menahan getar akibat ingin tertawa. Jadi, alasan kenapa sahabatnya jadi seperti ini adalah karena Masnya? Jesika menggeleng tak percaya.

"Udah ah gue mau langsung bimbingan, bye." Mirenda meninggalkan Jesika. Mereka memang janjian sebatas itu saja, mengingat Jesika juga akan ke perpustakaan.

"Mir!" teriakan Jesika menghentikan langkah kaki Mirenda. "Jangan lupa simpan ekspresi Kakak gue saat lihat penampilan baru lo nanti!" ujarnya. Jesika berani mengakui Idlam sebagai kakak karena tidak ada siapapun di sana selain mereka berdua.

Lambaian tangan Mirenda menandakan bahwa dia harus pergi sekarang juga. Mirenda bukan tidak ingin mengubris permintaan Jesi, tapi dia sedikit gugup pada si singa yang harus dirinya hadapi.
***
Pintu terbuka pelan setelah suara ketukan yang segera disahuti oleh si pemilik ruangan terdengar oleh Mirenda. Mahasiswi cantik itu masuk dengan percaya diri meski hanya ada keheningan di sana.

Beberapa detik terlewati. Mir sedikit tak nyaman sebab Pak Idlam menatap aneh pada penampilannya hari ini. Persis seperti Sadaan pagi tadi, tapi Mirenda mencoba untuk tidak peduli.

Baju lengan panjang, dan rok semata kaki yang dilengkapi pasmina panjang menutupi kepala tampak cantik di matanya ketika bercermin tadi. Ujung pasmina ia sampirkan ke bahu kala salah satu terjatuh ke bagian depan.

"Kenapa Pak? Saya cantik?" dengan berani gadis itu bertanya pada Idlam. Membuat si dosen salah tingkah. Dalam pandangan Idlam, mahasiswinya ini cantik sekali saat menutup rambutnya. Pasmina yang Mirenda kenakan membingkai indah wajahnya. Membuat Idlam diam-diam menarik sudut bibirnya.

Mirenda bergerak gelisah, mencari lembaran yang menjadi tujuannya hari ini. "Pak, ini draft saya," karena Idlam tak juga menyahuti pertanyaannya, Mirenda menyodorkan draft proposal yang judulnya sudah dirinya pikirkan ulang semalaman.

Idlam menerima draft tersebut. Lantas meminta Mirenda untuk duduk. "Ada angin apa kamu pakai hijab?" pertanyaan Idlam berhasil membuat Mirenda memutar bola matanya dengan bosan. Pak dosen tidak tahu saja, Mirenda melakukan ini adalah demi menyembunyikan dirinya yang dulu. Masa lalu yang berhubungan dengan Idlam betul-betul membuatnya malu. Mir tak sanggup menghadapi Pak Idlam. Dengan memiliki penampilan baru seperti ini, Mirenda berharap Pak Idlam melupakan kejadian malam itu dan hanya melihat dia yang seperti ini.

"Angin topan, puas?!" jawab Mirenda tanpa sopan santun. Hal itu membuat Idlam menggelengkan kepalanya. "Jangan galak-galak kalau pakai hijab," tegurnya.

Mirenda menelan ludah dengan susah payah. Dirinya merasakan rasa malu itu lagi. Benar juga apa kata Pak Idlam. Meskipun bukan dari hati ia mengenakan jilbab ini, tapi mulutnya juga harus mengikuti aturan. Sopan sedikit walaupun sulit. "Namanya juga baru belajar," sengaja dia melirih agar Pak Idlam tak menilainya salah dan berpotensi mengingat kembali kejadian memalukan itu.

"Iya betul. Namanya juga masih belajar," Idlam mengulang perkataan Mirenda. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu. "Kamu perlu guru untuk mengajari, atau sekalian butuh imam untuk membimbing?" sedikit godaan di sela lembaran kertas berisi draft proposal yang beberapa saat lalu sudah sampai di tangannya.

"Apa?" tentu saja Mirenda terkejut mendengar kata imam. Mir memang bukan gadis dengan ilmu agama yang tinggi, tapi dia cukup pintar untuk mengartikan maksud dari ucapan dosennya.

"Imam apaan, Pak? Emangnya ada yang mau sama saya yang galak ini?" entah kenapa Mirenda ingin bertanya seperti itu.

Gerakan Idlam yang sedang membolak balikan draft proposal pun terhenti. Bibirnya semakin tertarik membentuk senyum tipis. "Bapak kenapa tersenyum?" karena penasaran, Mir pun bertanya.

Idlam yang tadinya menunduk, kini mengangkat kepala. "Memangnya kenapa?" tanyanya.

Mirenda tak bisa menjawab. Dirinya pun bingung kenapa harus bertanya demikian. Tanpa keduanya sadari, mereka telah berbagi tatap sekian detik lamanya. Sama-sama berpaling saat perasaan canggung itu menghampiri. Mirenda mendadak berdiri. "Pak!" ujarnya salah tingkah. "Di... Dibaca aja dulu draftnya. Kabarin Mir aja kalau sudah selesai," katanya.

Idlam yang juga merasa tak nyaman hanya mengangguk singkat. Meski sebenarnya perilakunya ini tak pantas sebagai seorang dosen kepada mahasiswi. "Akan saya kabari kalau sudah dibaca. Kamu boleh keluar," begitu kesadarannya pulih, Idlam berkata tegas. Mirenda pun berbalik pergi dari ruangan itu.
.
.
Lanjut 👉
Jangan lupa klik -💥- dan kalau sempat tinggalkan jejak di kolom komentar. Terima kasih :))

Suamiku Dosen PembimbingkuWhere stories live. Discover now