Mata Launa terpejam, gadis itu diam tak membalas gerakan bibir Alzion. Air mata Launa jatuh menetes, cairan bening itu menyebrangi mulut mereka membuat Alzion menelan air matanya.

Terdengar suara tepuk tangan dari para tamu undangan, hal itu membuat Alzion mau tak mau harus menyudahi kegiatan penuh kenikmatan itu. Ia mengusap bibir Launa dengan ibu jarinya, tak lupa dihapusnya pula dengan lembut air mata Launa yang menjadi bukti rasa sakitnya itu.

"Jadilah penurut, maka kau akan lebih bahagia dari kebahagian yang Laura pernah ceritakan saat ia bersamaku, Launa." Bisik Alzion.

*******

Hari kian malam, namun pesta semakin ramai. Beberapa orang tengah berdansa dan berpesta ria penuh suka cita.

Alzion duduk dengan kaki menyilang di salah satu kursi dengan meja bundar, bersama para tamu undangan yang menjadi kolega bisnisnya. Pria itu sesekali tertawa menikmati obrolan mereka.

Di bagian pojok sana, terlihat seorang wanita dengan dres merah batanya menatap Alzion dengan tatapan sendu nan tak rela. Tangannya terkepal kuat, matanya memanas melihat wajah Alzion yang nampak cerah di hari pernikahannya.

Ia kira setelah kematian Laura pria itu akan memilihnya, karena ia pikir selama ini hanya Laura penghalangnya. Namun ternyata, ia disalip tanpa aba oleh perempuan lain yang dimana adalah saudari kembarnya Laura.

"Kau jahat Alzion! Apa hebat wanita itu? Aku lebih cantik darinya." Geram wanita itu tak terima.

Ia masih ingat betul saat dimana Alzion pernah menatapnya lembut, pernah tersenyum hangat, dan pernah membuatnya tertawa. Lalu, kenapa perempuan lain yang menjadi tempat pelabuhannya? Apa arti kehadirannya selama ini bagi Alzion?

"Awas kau Launa!"

Wanita itu pergi dengan segudang kemarahan dalam hatinya, hal itu tentu saja tak luput dari pandangan Alzion yang sebenarnya menyaksikan kemarahan perempuan itu dari jarak jauh.

Pria itu tersenyum miring, ia membenarkan letak earphonenya sebentar lalu kembali menyeruput minumannya. "Mau menyingkirkan Launaku, heeh?" Kekehnya.

"Langkahi dulu mayatku,"

Alzion tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Launa, istrinya. Hanya dirinya yang boleh membuatnya terluka, yang lain tidak mendapatkan hak itu.

Hanya dirinya yang boleh membuat Launa menangis, orang lain tidak berhak untuk itu.

Hanya dirinya yang berhak atas apapun yang terjadi dalam hidup Launanya.

"Tuan,"

Lamunan Alzion teralihkan saat melihat seorang maid yang bertugas menjaga Launa di kamar, datang menghampirinya. "Maaf menggannggu aktivitas anda,"

"N-nyonya Tuan,"

Alzion langsung menoleh, melirik ke arah maid itu dengan pembawannya yang tenang nan mematikan. Alzion menaikan sebelah alisnya, dengan tangannya yang masih setia memutar gelas kaca yang berisikan minuman bersodanya itu.

"Nyonya demam, dan panasnya sangat tinggi." Ucap maid itu dengan wajah ketakutan.

Tatapan Alzion langsung berubah dingin dan gerakan tangannya yang semula memutar gelas itu terhenti. Dengan posisi yang masih sama, Ia menaruh gelas itu di atas meja dengan cukup kencang. Sontak hal itu membuat seluruh atensi tamu undangan terfokus padanya. Alzion menarik senyumnya tipis, senyum yang sarat akan kemarahan jika ditilik lebih dalam.

"Maafkan aku karena tidak bisa menemani kalian, istriku sedang sakit." Ucap Alzion pada rekan bisnisnya yang kini sedang bergabung dengannya dalam satu meja.

A Frozen Flower [ Terbit ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant