[ BAB - 26 ]

22.6K 2.3K 1K
                                    


Some typos will be revisi soon!

BAB 26 - FEELING CONFUSED








Layangan tangan Shasa mendarat ke pipi kanan Agres. Dirinya tersulut emosi saat obsidian gadis itu menangkap keberadaan Agres yang kini berdiri berhadap-hadapan. Kilatan binar Shasa nampak menyalang, seolah berhasil meluapkan emosi yang terpendam.

“Bajingan! Lo bilang udah nyoba ngurangin sikap over lo, Res! Lo malah nyadap gue lewat rekaman? Are you fucking crazy!”

Shasa meringis di akhir kalimat. Telapak tangan yang tadi menampar Agres dengan tenaga yang besar kini memberikan efek samping fatal. Yakni, membuat Shasa berdenyut nyeri.

Sial! Termakan tipu muslihat novel; Shasa pikir ia takkan ikut merasakan sakit ketika menampar Agres. Alih-alih sanggup menyuarakan isi kepala yang berkecamuk akibat ulah Agres. Ia justru ingin mengadu kesakitan pada sang kekasih.

Ia tidak lemah, cuma memang bukan manusia kasar yang ringan tangan dalam memukul orang.

Baik di film atau novel; sama-sama tak menjelaskan bahwa setelah melayakan tamparan maka tangan memanas merasakan nyilu.

Ia mengibaskan lengan, mencoba menetralkan jemari yang kebas.

Did you hurt?” tanya Agres.

Baritone Agres bak senandung kisah cinta yang bersemi. Lembut serta menyenangkan keseluruhan indra manusia.

“Ya, menurut lo, aja, gimana?” sinis Shasa.

Sorry, Sha.”

“Maaf? Kesalahan yang mana? Perjelas, Res. Lo— lo sadar, 'kan? Tindakan lo udah termasuk kriminal?”

What's wrong with that? I'll do more than this, just for make sure— no one can touch you.

Rahang Shasa terjatuh atas kalimat Agres yang terdengar tidak masuk akal. Memang sungguh sinting!

Are you fucking insane? Res— it's called obsession not love! Lo mantau gue lewat cctv, lo juga bajak akun sosmed gue, lo nyadap obrolan gue sama orang lain. Why?

Agres mengembuskan napas. “Terus kenapa lo mesti nanggepin Jo? Gue enggak bakal bertindak sejauh ini kalau lo enggak kelewatan, Sha.”

“Kelewatan? I push him away!” Shasa membuang muka. “Lo yang kelewatan, Res. Harus segimana gue maklumin sikap over obsesif lo?”

“Lo bisa ngelakuin hal yang sama, Sha. Mantau gue, nyadap obrolan gue, buka semua akun sosial media gue. Let's make it easy, kenapa mesti diperpanjang? We don't need to fight like this when we already have a solution.

“Solusi? Lo bilang solusi? Otak lo cuma berguna pas lo kuliah apa gimana, sih, Res? Cara lo salah, lo yang perlu ngubah sikap, kenapa malah nyuruh gue ikut-ikutan ngelakuin kejahatan?”

Agres bungkam, seolah tak menunjukkan minat menanggapi pertanyaan Shasa. Shasa berdecak.

“Gue enggak suka dikekang. Gue mohon, stop bikin gue ngerasa enggak nyaman sama kelakuan lo, Res. Semisal lo masih pengen hubungan kita bertahan dengerin kata-kata gue.”

You the one who doesn't understand me. Sha, mark my words— I never intend to let you go. So, don't try to break our relationship. If you do that you can't even get around freely. Jangan mancing gue bersikap lebih parah dari yang sekarang gue lakuin, Sha.”

REDFLAGWo Geschichten leben. Entdecke jetzt