19. Maaf Yang Tak Bersambut

Start bij het begin
                                    

Mendengar Arayi yang berseru meraung, Kamila datang dengan tak kalah syoknya. Sementara itu Seni berdiri mematung di tempat. Hancur, hancurnya berkali-kali lipat di dalam hati.

Pemakaman Melati berlangsung khidmat dan dingin. Seni sudah berhenti menitikkan air mata sejak semalam. Ibu muda itu kini berdiri setelah memberi kecupan di nisan Melati. Arayi dengan tenang mendampingi. Pria itu takut, kepergian Melati membuat Seni merasa tak lagi membutuhkan dirinya.

Raga datang, begitu juga dengan Erlangga dan istrinya. Kedua pria itu menatap Seni dengan begitu sedih. Namun Seni tak lagi peduli. Jangankan menyapa, membalas mata saja tidak.

"Seni, maafin ayah, Nak." Erlangga meraih tangan Seni, namun segera dihempas begitu saja.

"Sampai mati, nggak ada maaf buat ayah." Mata Seni menyorot begitu tajam. "Mulai sekarang, aku anggap aku udah yatim piatu dan ayah nggak pernah punya aku sebagai anak. Kita ... orang asing."

Tak ingin berlama-lama berada di suasana kaku itu, Seni melangkah mundur. Lalu berbalik pergi diikuti oleh Arayi.

Tersisa Kamila yang masih menangis tersedu-sedu ditemani Alsha. Juga Raga, Erlangga, dan istrinya.

***

"Kamu tunggu di sini. Mas ambil mobil dulu." Arayi menahan lengan Seni. Meminta sang istri untuk diam tak jauh dari pintu gerbang pemakaman.

Seni diam tak mengiyakan tapi tak juga menolak. Melihatnya, Arayi bergegas pergi. Namun pada saat ia kembali, Seni sedang bersiap menaiki taksi.

"Seni!" Arayi berlari, menahan tangan Seni yang nyaris menutup pintu mobil.

"Aku pulang naik taksi. Kamu pulang bertiga, tungguin mama dan Mbak Alsha." Seni berkata dengan begitu dingin. Ia memang sedang tak ingin berada di tempat yang sama dengan orang-orang yang sudah memporak-porandakan hidupnya.

Namun demi Bhara, kini ia sedang mencoba untuk bertingkah bodoh sekali lagi. Ia akan memberi kesempatan bagi Arayi untuk membuktikan ucapan. Bahwa pria itu akan menjadi suami yang baik, yang adil.

"Tapi kamu janji pulang ke rumah, ya. Jangan pergi, Ni." Arayi sedikit memelas. Sungguh ia takut bahwa Seni akan benar-benar akan meninggalkannya.

Seni mengangguk.

***

Bhara tertidur di sampingnya. Anak itu seolah mengerti bahwa ibunya sedang begitu bersedih. Jadi ketika Seni tak banyak bicara, Bhara pun dengan hati tulusnya ikut menjadi tenang.

Seni yang menatap wajah Bhara dalam diam pelan-pelan tersenyum. Perih sekali rasanya. Ditinggal ibu untuk selama-lamanya. Jujur saja, ia takut menghadapi kehidupannya sendiri di antara Arayi, Kamila, dan Alsha. Ia takut ia benar-benar hanya diperalat untuk memberikan keturunan saja. Ia takut segala hal baik yang ia lihat dari mereka hanyalah sebuah kepura-puraan belaka.

Bukankah di dunia ini, kebaikan dan kejahatan terkadang seumpama ruang udara, tak terlihat pembeda?

Mungkin karena lelah dan terlalu sedih, Seni ikut tertidur pulas bersama Bhara. Hingga sore menjelang, Seni terbangun dan tak mendapati Bhara di sampingnya.

Ia segera beranjak. Mencari-cari Bhara di dekatnya hingga keluar kamar. Samar-samar ia mendengar suara gelak tawa Bhara di area kolam renang.

Kakinya melangkah dalam diam. Lalu berdiri di ambang jendela saat melihat pemandangan yang begitu mencekik lehernya. 

***See You Tomorrow***
Day 19


H-4 menuju ketemu Bhara besar.
Yuk setelah ada yang manggil Arayi Madakampret, Arayi Tai, Aranjing, Arayi Madahanjrit, ada yang mau kasih nama apa lagi buat bapaknya Bhara? :D
 

Edit note: Republish version. 

Aku pengen tahuu, donk, kalau semisal SRR ini jadi terbit nanti, extra chapter seperti apaa yang ingin Teman-teman baca?

1. Side story Alsha

2. Extra Bhara

Hihii, aku pengen bikin novel yang bisa kerjasama dengan masukan dan memenuhi khayalan dari Teman-teman pembaca. 

Kalau sempat, yuks, follow WPku dan IG akhiriana.widi . Yang bikin story2 soal naskah2ku di WP nanti aku repost. Atau kalau mau mengkhayal soal ingin extra part yang seperti apa, boleh juga tulis di Wall WP, siapa tahu bisa jadi bahan pertimbangan buat aku dan penerbit. Hehe. 

Makasih teman-teman :)

SENANDUNG RUSUK RUSAKWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu