friend to friend

20 5 0
                                    

"Zorio!! Buku gue dimana sih?! Terakhir disini tau! Kan lu yang beres-beres!"

Ocehan di pagi hari sudah Zorio terima. Padahal baru saja ia bangkit dari kasurnya beberapa menit yang lalu. Jujur, tinggal bersama Gea merasa bahwa ia seorang budak. Apalagi Gea yang manja dan cerewet.

"Aku nggak liat." Jawab Zorio lesu sambil mengusap wajahnya gusar. Semakin diperhatikan, terlihat lingkar hitam dibawah mata Zorio, bibirnya pucat, dan tata rambutnya pun tidak karuan.

Gea menghampiri kamar Zorio dan mengetuknya dengan keras. Dengan kepala yang dirasa pusing dan berat oleh Zorio, ia membukakan pintu berwarna putih itu.

"Gue bes-" ocehan Gea pun akhirnya berhenti ketika melihat Zorio yang terlihat kacau. Perlahan ia mendekat dan memegang dahi Zorio.

Bukannya panik karena badan Zorio yang ternyata demam, Gea malah tertawa seperti meledek. "Bisa sakit lu? Yaampun, langka banget gila."

Dengan sabar Zorio hanya menanggapinya dengan senyum masam. Benar-benar butuh tingkat kesabaran yang tinggi untuk bertahan disini.

"Biarin aku istirahat dulu ya, bentar aja." Ujar Zorio dengan nada memohon. Mukanya yang melas dan juga membuat Gea tidak tega melihatnya. Ia pun mengangguk dan meninggalkan Zorio yang tersenyum.

Tak lama Gea meninggalkan ruangan itu, ia memutar balik dan memunculkan kepalanya di ambang pintu. Dan hal itu berhasil membuat Zorio sedikit tersentak.

"Kak! Aku main ya sama Axel?"

"Hmm, tau waktu ya pulangnya."

Mendengar jawaban Zorio, ia bersorak senang. Dengan bergegas ia menuju kamarnya dan bersiap-siap untuk menemui teman yang selama ini ia sukai.

Ia memakai pakaian seadanya dan ditambah dengan tas selempang berwarna senada.

Saat ia membuka pintu kamarnya, Axel sudah bersandar di tembok menunggunya keluar. Gea tersentak, namun ia menjauhkan rasa terkejutnya itu dan segera menarik Axel keluar rumahnya. Karena ia teringat betapa bahayanya kalau Axel tahu ada Zorio yang selama ini tinggal bersamanya.

"Lu nggak bilang sih? Tiba-tiba udah di depan kamar aja." Gerutu Gea dengan tangan yang tanpa sadar masih menggenggam Axel.

Axel melirik tangannya sambil tersenyum penuh makna. Namun ia membiarkannya karena perasaan nyaman yang entah datang darimana.

"Ya udah sih maaf, biasanya juga gue masuk ke kamar lu tanpa ngomong."

"Tapi kan sekarang kita bukan anak SMP lagi, udah beda tau." Ujarnya mengerucutkan bibirnya.

"Iya-iya Acil... Bunda Lidya kemana?" Tanya Axel berbasa-basi.

"Lagi di luar." Axel ber-oh ria sambil mengangguk-angguk menangkap jawaban Gea.

Sekali lagi Axel melirik tangannya yang masih setia di genggam oleh Gea, senyumnya pun merekah tak bisa ia tahan.

"Kenapa senyum-senyum gitu?"

"Nggak, jalan yuk!" Kini Axel mengambil alih menggenggam tangan Gea dan menariknya pada mobil jadulnya yang langka.

Gea yang menyadari apa yang baru saja terjadi, ia tersipu malu. Dan entah sudah semerah apa pipinya saat ini ketika ia menyadari satu hal yang paling penting, kalau Axel adalah seseorang yang ia sukai sejak lama.

"Silahkan masuk tuan putri." Ujar Axel membukakan pintu mobil untuknya.

Gea terdiam mendapat perlakuan yang membuatnya deja vu pada seseorang. Seseorang yang selalu memperlakukannya seperti ini setiap ia ingin memasuki mobil.

BocilWhere stories live. Discover now