31 | Selamat tinggal

Start from the beginning
                                    

Perlahan sosok itu mendekat, membuka masker dan tudung yang dipakainya. Sontak rasa terkejut menghampiri Raya. Netranya dipertemukan dengan seseorang yang ia kenal sedang memandangnya dengan tatapan tajam.

"Ka--karin?"

Gadis itu hanya tersenyum miring menatap Raya.

"Kenapa? Kaget ya? Berarti surprise gue berhasil dong ya." Karin lagi-lagi tertawa dengan sangat keras.

"Kenapa lo lakuin ini sama gue?" Raya susah payah untuk berbicara.

"Lo tanya kenapa?" Karin mendekat dan mengangkat dagu Raya dengan ujung telunjuknya.

"Karena lo udah ngerebut apa yang seharusnya menjadi milik gue. Apa? Chandra." Gadis itu lagi-lagi tersenyum, senyuman itu persis seperti seorang psychopat yang pernah Raya lihat di film.

"Chandra milik gue, dan lo berani-beraninya ngerebut dia dari gue." Nampak jelas di mata Raya, air mata Karin jatuh di samping bibirnya yang terus tersenyum sinis.

"Lo seharusnya gak gini, Rin, gak semuanya yang lo mau bisa jadi milik lo," ucapan Raya sukses membuat Karin murka. Gadis itu menendang Raya, dan berhasil membuatnya tersungkur bersama kursi yang masih terikat dengan badannya. Raya baru sadar, kaki dan tangannya juga diikat.

"NGGAK!!! CHANDRA MILIK GUE. LO BILANG SEKALI LAGI, GUE HABISIN LO SEKARANG JUGA!!!"

Raya merasakan tubuhnya sakit luar biasa saat Karin kembali menendangnya berulang kali. Perempuan itu tak dapat mengeluarkan satu patah katapun. Badannya lemas tak berdaya. Ia hanya bisa berteriak dalam diam, "Siapapun, tolongin gue."

"Ini peringatan terakhir. Jauhin Chandra? Atau mati di tangan gue?" Karin menghampiri Raya dengan sebilah pisau yang terlihat sama persis dengan pisau yang ia lihat sewaktu diikuti oleh orang tak dikenal malam itu. Kembali Raya tercekat, pisau itu semakin mendekati wajahnya. Mengkilat diterpa remang-remang lampu di ruangan itu. Raya pasrah, mungkin ini saatnya ia mengucapkan kata selamat tinggal.

***

Di tempat lain, Chandra masih terus berusaha menghubungi Raya. Di samping kemudi Juno, ia terus menyumpah serapahi siapapun orang yang sudah membawa Raya. Di kursi belakang juga ada Keenan dan Reza. Mereka semua ikut serta dalam pencarian Raya. Chandra bahkan memanggil polisi.

Mobil mereka terus melaju menuju tempat kejadian. Beruntung tadi Chandra sempat meminta Raya agar mengirimkan alamat lokasi yang ditujunya. Jadi, Chandra lebih mudah dalam mencari istrinya itu.

Begitu lama mobil mereka melaju, tempat yang mereka tuju ternyata lumayan jauh. Chandra semakin was-was. Ia terus memohon kepada Tuhan agar istrinya itu selamat dan kembali dengan keadaan yang baik-baik saja.

"Masih jauh ya, No?" tanya Chandra.

"Masih kayaknya, Chan," jawab Juno.

"Yang pasti dong, jangan pake kayaknya. Gimana sih!!" Chandra benar-benar sudah frustrasi.

"Ya lo yang sabar dong, tenang!" Juno ikut meninggikan suaranya.

"Sabar, Chan, tenang. Gue yakin Raya gak kenapa-napa," sahut Keenan dari kursi belakang.

"Gimana gue bisa tenang, Nan, Raya itu punya trauma. Dia juga pernah diculik. Gue takut traumanya dia masih melekat dan belum hilang seluruhnya," tukas Chandra.

"Gue yakin Raya gak kenapa-napa. Dia pasti bisa bertahan. Lo yang sabar. Cepetin, No." Reza menepuk kursi Juno.

"Iya ini udah cepet."

Dalam perasaan kalut itu, Chandra barus sadar bahwa guyuran hujan semakin deras. Langit juga semakin gelap. Untuk beberapa saat, Chandra semakin dibuat kalut oleh keadaan.

"Cepet tapi hati-hati, No, hujannya makin deres," ujar Chandra.

***

Raya tidak punya pilihan selain memohon belas kasih Tuhan untuk membiarkannya lolos dari kegilaan Karin. Air matanya menetes. Raya tak dapat berbuat apa-apa. Kembali memori itu muncul dalam kepalanya, memori kejadian beberapa tahun silam yang menimpanya bersama dengan kakaknya. Bahkan sempat terbesit di benaknya, apakah nasipnya akan sama seperti kakaknya dulu? Berakhir dengan tragis hanya dalam hitungan detik. Membayangkannya saja Raya sudah merinding.

"Ah, lo kelamaan jawabnya." Karin semakin mendekatkan pisau darinya. Tolong siapapun selamatkan Raya.

Atensi Raya teralihkan saat ia mendengar suara dentuman pintu yang didobrak dengan sangat keras menggema dalam ruangan itu.

"RAYA!" teriak Chandra di sana datang bersama dengan teman-temannya.

Lantas Karin berbalik menatap Chandra di sana.

"Karin?"

"Ah, pahlawan kita udah datang. Long time no see, sayang." Karin tersenyum seram.

Chandra baru akan bergerak maju, tapi langkahnya itu terhenti saat Karin mulai menodongkan pisaunya kembali pada Raya.

"Kalau ada satupun dari kalian yang maju, gue gak segan-segan bikin nyawa cewek ini melayang."

"Please, Rin, kita bisa bicarain ini baik-baik." Chandra berjalan perlahan yang membuat Karin memiting leher Raya dan mengarahkan pisau itu padanya.

Kemudian gadis itu memekik seperti orang gila, "GAK ADA YANG HARUS DIBICARAIN!! Gue cuman mau cewek ini musnah."

Kemudian tiba-tiba terdengar suara tembakan berasal dari luar.

"Selamat tinggal, Raya."

Jreeesss.

"RAYA!!!"

Pandangan Raya mengabur, hal terakhir yang ia ingat sebelum terpejam adalah teriakan Chandra diiringi suara tembakan dari luar dan darah yang terus mengucur dari perutnya ke seluruh tubuhnya. Setelahnya, segalanya menjadi gelap. Raya tak sadarkan diri di tangan Karin.


Bersambung...




Yoitt.... aku kembali lagiii 😆

Siapa kemarin yang udah suudzon sama Chika? Hahaha dibilangin jangan suudzon dulu😂

Maaf ya kalo kesannya aku jahat banget bikin Raya begitu. Tapi mengertilah guys, Karin juga manusia biasa yang bisa kesal jika sesuatu yang ia harapkan tidak berjalan dengan sebagaimana keinginannya. Jadi, jangan bilang dia iblis, setan atau lain sebagainya ya, ga baik☺️

Okay kayaknya segitu aja.

Jangan lupa vote dan comment ya. Streaming 2 Baddies juga jangan lupa😉

Pokoknya love you all💚

See you when i see you. Byeee👋👋👋

With Love,
Fabitna🌻

Ursa MinorㅣLee Haechan ✔Where stories live. Discover now