12 | Kolase Luka

868 119 17
                                    

“Sejenak ku rasakan luka yang sedikit demi sedikit memudar.”

_____oOo_____


Di setiap luka pasti akan ada penyembuhnya. Dan Raya hanya berharap dengan pasti, semoga lukanya bisa sembuh dengan cepat atau lambat. Chandra, apakah Chandra adalah orang yang selama ini ia cari? Akankah ia menjadi penyembuh luka yang sudah lama menggores dirinya itu. Siapapun itu, Raya terus berharap luka itu sepenuhnya hilang dari dalam tubuhnya.

Saat ini, ia masih berusaha mengatur napasnya dengan Chandra yang masih terus memeluknya. Sedikit demi sedikit lukanya memudar walaupun belum sepenuhnya pudar. Chandra terus melontarkan kata – kata penenang. Sampai dimana Raya kelelahan dan tertidur dalam pelukan Chandra. Saat Chandra hendak beranjak pergi, Raya seperti enggan untuk melepaskan pelukannya. Perempuan itu benar – benar tak ingin ditinggalkan seorang diri.

“Jangan tinggalin aku.” ujarnya.

Dengan itu, untuk pertama kalinya bagi mereka berbagi tempat tidur yang sama. Dalam tidurnya, Chandra terus memeluknya. Begitupun dengan Raya. Dan sepertinya Chandra menemukan suatu kenyamanan yang selama ini tak pernah ia rasakan.

***

Pagi pun telah tiba, terlihat mentari pagi mengusik dua insan yang masih enggan membuka mata mereka. Alarm terus saja berbunyi tanpa ada yang berniat menghentikan sampai benda itu terhenti dengan sendirinya. Tak ada pergerakan sama sekali. Mereka sepertinya masih sama – sama terhanyut dalam mimpi.

Sampai di mana sang hawa mulai membuka matanya. Sungguh pemandangan yang sangat indah, baru bangun saja ia sudah disuguhkan dengan keindahan makhluk Tuhan yang luar biasa. Tak pernah sekalipun ia berpikir seperti ini. Biasanya ia akan langsung bergegas bersiap untuk pergi ke kampusnya, namun tidak untuk pagi ini. Raya terus saja memandangi wajah suaminya lekat tanpa jeda sekalipun. Diusapnya Ursa Minor di pipinya. Indah, itulah yang ia lihat saat ini.

Namun kemudian ia tersadar dan berniat beranjak namun urung saat lengan suaminya itu semakin erat memeluknya. Raya tak bisa berkutik. Ia heran, bagaimana tenaganya bisa sekuat ini.

“Aku ada kelas pagi Chan,” tutur Raya pelan.

“Bentar, 5 menit lagi.” lelaki itu berkata tanpa membuka matanya.

“Chandra,”

“Bisa absen aja gak sih.” ujarnya lagi tanpa melepaskan dekapannya.

“Dih, apaan. Nggak ya, gak bisa. Aku harus ke kampus Chan,” ujar Raya dengan masih berusaha melepaskan pelukan Chandra. “Siapa yang ngizinin kamu tidur di sini?”

Lelaki itu kemudian membuka matanya, “Kan kamu sendiri yang larang aku pergi.”

Raya memutar bola matanya. “Emang aku ngomong gitu? Masa? Perasaan enggak deh.”

“Kamu beneran lupa apa pura – pura lupa?” Chandra menatap Raya lekat.

Raya menelan saliva nya, bagaimana lelaki itu bisa tampan di pagi hari seperti ini.

“Ceritain dulu kenapa tadi malam begitu.”

Raya diam sejenak, ia bingung harus mengatakan apa pada lelaki di hadapannya ini. Raya menghela napas panjang dan kemudian bergumam.

“Aku punya luka yang belum sepenuhnya sembuh.”

Sudah diduga pasti Raya akan berkata seperti ini. Feeling Chandra memang benar.

“Seberapa parah lukanya?” Chandra mulai bertanya.

“Dulu parah banget. Aku selalu bergantung sama obat. Tapi lama kelamaan aku udah bisa terlepas dari obat itu, walaupun dokter masih harus selalu mantau aku.”

Ursa MinorㅣLee Haechan ✔Where stories live. Discover now