37. Nenek Datang Hati Riang

69 12 0
                                    

HAI, APAKABAR?

MAAF YA, BARU UPDATE

SEMOGA KALIAN SUKA

Happy reading ❤️

“Eeee, aaa, eee, aaa!!!”

Para ibu-ibu bersorak senang dan bersemangat. Di Minggu sore ini mereka melakukan Senam aerobik bersama-sama. Sudah setengah jam lamanya dan sebentar lagi akan usai.

Dibaris paling depan, kak Angel memimpin senam. Inara sendiri selalu ikut jika ada senam seperti ini. Dengan memakai celana training, sepatu olahraga, serta rambut yang dikucir kuda membuatnya terlihat sporty, apalagi saat keningnya dipenuhi keringat seperti ini.

Last step, ibu-ibu!” teriak kak Angel mengintruksi.

Mereka bergerak mengikuti irama. Hingga pada gerakan terakhir, mereka bersorak dan bertepuk tangan dengan riuh.

Inara mengusap keringatnya dengan handuk kecil yang ia bawanya. Di sampingnya ada Mamanya yang asik mengobrol dengan Mbak Mawar. Ia berjalan maju, membantu kak Angel membereskan sound yang dipakai.

Keduanya kini duduk di lantai, istirahat sebentar agar tenaganya pulih. Inara melihat wajah kak Angel yang tampak seksi saat olahraga seperti ini. Pantas saja para bapak-bapak sering menggodanya.

Tapi sayangnya, diumur kak Angel yang sudah dibilang cukup umur untuk menikah, kak Angel belum juga menikah. Entah karena memang belum bertemu jodohnya atau karena memang tidak memikirkan pernikahan.

“Kak, kerja di kantoran enak nggak sih?” tanya Inara penasaran.

Angel tertawa mendengarnya. “Mau kerja jadi sekertaris seperti kakak?”

“Nggak tahu kak, belum kepikiran,” balas Inara tersenyum menampilkan deretan giginya.

“Ada enak, dan nggak enaknya. Semua pekerjaan seperti itu,” ucap Angel mengulum senyum. Manis sekali.

“Bu Darmi pasti bangga banget punya anak pekerja keras seperti kakak, habis itu cantik lagi!” puji Inara dengan binar di matanya.

“Saking bangganya sampai dijodohin sama tetangga sebelah,” ujar Angel tertawa.

Inara masih mengingat kenangan itu, saat Bu Darmi mencoba untuk mencarikan jodoh terbaik untuk anaknya karena kak Angel yang tidak kunjung menikah, terlebih lagi ucapan dari tetangga yang kadang membuat kuping beliau panas. Anaknya yang sering dikatakan sebagai perawan tua membuatnya sebal.

Insecure duluan kak pasanganmu,” lontar Inara.

“Lagian kakak sih, kenapa nggak berterus terang aja kalau nggak mau nikah?”

“Bukan nggak mau, belum nemu yang cocok,” koreksi Angel.

Inara mengerti, kak Angel saja pekerja keras pasti juga ingin memiliki pasangan yang sepadan dengannya.

“Kira-kira besok pasanganku gimana ya?” gumam Inara menerka.

Angel yang sedang minum pun menghentikannya. “Tetanggamu itu masa depanmu, bukan?”

Mendengar penuturan kak Angel membuatnya merasa malu. “Kakak tahu?”

Angel mengangguk mantap. “Kalian selalu bersama sejak masih kecil, kelihatan nempel banget kaya perangko.”

“Sayangnya Wildan suka perempuan lain kak,” ujar Inara miris.

“Oh, ya? Padahal kalian kelihatan cocok,” sebut Angel.

Inara menghembuskan napasnya lelah. “Begitulah kenyataannya kak.”

Angel menepuk pundak Inara pelan. “Nggak papa dek, masa depan mu masih panjang. Hidup nggak melulu tentang percintaan.”

“Iya kak.”

“Mau lanjut kuliah atau langsung kerja?” tanya Angel.

“Kuliah kak,”

“Bagus, kamu harus ngerasaain gimana rasanya duduk di bangku kuliah dulu, nggak semua orang punya kesempatan yang sama,” ujar kak Angel menasehati.

“Siap kak,”

“Yaudah kakak duluan!” pamitnya melenggang pergi.

Inara mendekati mamanya. “Ayo Ma, kita pulang.”

“Duluan dek,” pamit  Ina pada Mbak Mawar.

“Ma, tumben Tante Endah nggak ikut senam?” tanya Inara baru menyadarinya.

“Ada tamu nak, dirumahnya,” jawab Ina.

“Oh,”

Ketika berjalan pulang, dan melewati rumah Wildan. Terlihat sepi, sepeti tidak ada tamu seperti apa yang diucapkan Mamanya.

“Kak Inara! Sini kak!”

Lamunan Inara buyar, itu suara Yudha yang memanggilnya. Ia segera mendekat ke rumahnya bersama Mama Ina.

“Katanya di rumah ada tamu?” tanya Mama Ina.

“Iya Tan, ada di dalam.”

Tiba-tiba Tante Endah ke luar rumah. “Rene, yu, mlebu.

(Mari masuk)

Sopo to, tamune? Sampai gak ikut senam?” tanya Ina.

(Siapa sih, tamunya?)

Ibu kaliyan bapak,”

(Ibu dan ayah)

Mama Ina mengangguk, ikut masuk bersama dengan Inara yang sudah lebih dulu di ajak Yudha.

Begitu melihat Inara masuk, Wildan langsung semangat. Ia merangkulnya dan dengan bangga menunjukkan kepada neneknya.

“Cantik nggak nek?” tanya Wildan sambil menatap Inara.

“Ayu tenan e, ketara kalem, menengan,”

(Cantik sekali, keliatan kalem, pendiam)

Inara tersenyum kikuk mendengar perkataan nenek Wildan yang rambutnya sudah memutih dan kulitnya yang keriput. Pipinya memerah karena malu.

“Makasih nek,” ucap Inara.

Siap-siap ngunduh mantu iki,” ujar kakek Wildan.

Lah pripun to pak, iku Inara calon besan Kula,”

(Lah, gimana sih pak. Itu Inara calon besan ku)

Semua tertawa mendengarnya. Tapi tidak dengan Inara dan Wildan yang saling bertatapan malu.

Pipi Inara sedari tadi sudah memerah, sedangkan Wildan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dana sesekali menyugar rambutnya, salah tingkah.

Aku sangat mengerima kritik dan saran yang membangun 🤗

Btw, follow Instagram aku (wattpad.len) link in bio. Aku buat konten chat story' disana, tokohnya ya dari cerita aku yang ada diwattpad ini.

See you next time ❤️

AMBIVALEN (End)Where stories live. Discover now