16. Yudha Day

95 14 3
                                    

HAII APA KABAR?

SEMOGA SEHAT SELALU YA^^

Happy reading ❤️

Wildan mencebik kesal saat  Mama Endah menyuruhnya untuk mengangkat meja sendirian. Ia mengangkatnya sambil mengumpat, bagaimana tidak pekerjaan yang ia lakukan sekarang lebih berat dari Inara.

“Ma, kenapa nggak suruh Inara aja, sih?” tanya Wildan kesal, ia meletakkan meja dengan suara keras membuat mamanya marah.

“Kamu ini, kakaknya Yudha itu kamu bukan Inara. Dasar!” seru Mama Endah.

Inara terkekeh geli, muka Wildan sangat kesal. Ia menjulurkan lidahnya mengejek, membuat Wildan semakin kesal. Hari ini, merupakan hari yang sangat istimewa bagi Yudha. Karena akan berulang tahun.

Inara sudah dari pagi, berada di rumah Wildan untuk mempersiapkan segalanya. Mama Ina juga ikut membantu, beliau di dapur besama Tante Endah untuk memasak makanan. Papa Dodi juga ikut membantu, beliau di depan bersama Om Pram, entah memasang apa, yang pasti suara dentuman musik terdengar keras.

Wildan berjalan lunglai mendekati Inara. Ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa, dan duduk di samping Inara yang masih sibuk meniup balon.

“Ra, gue haus.” kata Wildan memegangi lehernya.

“Ya, minum lah,” sahut Inara tidak peduli. Ia tahu maksudnya.

“Ambilin dong, Ra,” rengek Wildan menyebalkan.

“Aku bukan pembantu! Ambil saja sendiri!” sewot Inara, padahal ini kan rumahnya sediri.

“Siapa yang bilang lo pembantu. Lo itu pacar gue, Ra,” ungkap Wildan.

Inara langsung bangkit dari duduknya untuk mengambil segelas air di dapur. Kalau tidak dituruti, Wildan akan terus menggodanya. Ia tidak suka, tidak baik untuk terus berharap yang tidak-tidak.

Ketika Inara ingin kembali ke ruang tamu. Ia melirik sebentar ke kamar Yudha. Di dalam Yudha sedang mengaca, menggenakan baju superhero yang akan Ia pakai nanti sore.

Inara tersenyum melihatnya. Ia juga merasa senang, bahkan ia juga sudah menyiapkan dress cantik khusus yang akan ia pakai di ulang tahun Yudha nantinya. Walau Yudha bukan adik kandungnya, tapi Inara menganggapnya sebagai adik. Maklum saja, ia anak tunggal. Saat bersama Yudha ia seperti memiliki adik laki-laki yang menggemaskan.

“Nih!” Inara menyerahkan segelas air dengan nada tidak ikhlas.

Wildan tertawa senang melihat ekspresi sebal dari wajah Inara. “Makasih, sayang!”

Inara tersenyum kecut, walau sebenarnya ia juga merasa senang ketika Wildan memanggilnya seperti itu. Tapi ia menutupi dengan wajahnya yang ketus.

Wildan menaruh gelasnya ke meja, mendadak ia menjadi tegang. “Ekhm ... Ra, gue mau ngomong.”

“Tinggal ngomong, 'kan Wil?”

“Janji dulu Ra. Jangan marah,” bisik Wildan.

Inara menoleh. “Kenapa?”

“Lo ... Bisa bikin alesan nggak, buat nanti sore.”

Inara mengerutkan keningnya. “Alasan? Alasan apa, kenapa harus bikin alasan?”

“Jadi, Mama juga, 'kan undang mereka ...”

“Hah?”

“Temen gue juga diundang, Ra. Lo ngerti, 'kan maksud gue?” tanya Wildan pelan.

Raut wajah Inara langsung berubah total. Ia mengerti, tapi apa harus seperti ini. Di saat hari penting, Wildan malah menyuruhnya untuk tetap di rumah, karena Tante Endah mengudang teman-teman Wildan ke rumah. Kenapa harus ia yang mengalah?

AMBIVALEN (End)Where stories live. Discover now