5. Si Janda Kembang

166 16 5
                                    

HELLO, SELAMAT HARI RABU

DENGAN LENY DISINI🤗

OKE, AKU UPDATE NIH

VOTE DULU YUK!

NGGAK USAH BASA BASI CUS<3

Happy reading ❤️

Senyum Inara mengembang dibarengi dengan langkahnya yang panjang. Seperti biasanya, setiap sore jalanan depan perumahan selalu ramai dipenuhi oleh anak-anak maupun orang dewasa, tidak ada acara khusus. Hanya saja selalu ada kumpul santai. Penjual makanan juga banyak tak jarang banyak warga yang menongkrong sambil mengobrol.

Sengaja, rambut sedada milik Inara tergerai bebas. Ia habis keramas tadi. Mata Inara menyipit dari kejauhan ia melihat anak kecil yang duduk menyendiri diantara anak kecil yang lain. Tapi ia tidak bisa melihatnya dengan jelas. Matanya minus.

Inara memutuskan untuk mendekatinya. Baru ia tahu siapa orangnya.

“Yudha,” panggil Inara mendekat.

Merasa namanya terpanggil, Yudha mengangkat kepalanya. “Kak Ra!”

“Hei, kenapa nggak ikut main?” tanya Inara mengusap rambut Yudha.

“Nggak ada yang mau main sama Yudha,” kata Yudha Saputra adik dari Wildan, yang merupakan tetangganya sendiri.

“Kenapa?”

“Yudha nggak punya kelereng,” balas Yudha sedih.

“Bukannya kemarin kamu dibeliin sama papa kamu?” tanya Inara heran.

“Iya, tapi hilang semua. Kak Wildan yang ilangin,” jawab Yudha jujur.

Inara menghela napas, mencoba mencari keberadaan Wildan dengan menggerakkan matanya. Ia mendegus saat melihat Wildan tidak jauh dari tempatnya sedang asik menggoda janda muda bernama, Mawar.

“Mbak Mawar, kemarin malam kemana hayo? Malam-malam keluar nggak bagus lho mbak,” goda Wildan.

“Bukan urusan kamu dek,” kata Mawar-- janda satu anak, yang rambutnya disemir seperti anak muda.

“Jangan panggil adek dong, panggilnya Dede gemes aja,” kata Wildan sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Jijik woi,” ujar Dito, pura pura muntah.

“Dih,”

“Jawab dong, mbak. Mau kemana?” tanya Wildan menuntut.

“Check in, ya, mbak?” tebak Wildan.

“Astagfirullah, mulutnya lemes banget!” seru Dito tertawa.

Wildan juga tertawa puas. Senang sekali menggoda Mawar. Tidak sengaja, ia menangkap bayangan Inara yang sedang jongkok dengan adiknya.

“Gue duluan Dit, lo godain tuh, mbak Mawar. Nanti pas digodain jangan baper ya, mbak?” pesan Wildan tertawa.

Bye, janda kembang!” Wildan melemparkan cium lewat udara. Membuat mbak Mawar bergidik ngeri.

Inara yang merasa kasian dengan Yudha pun menggendongnya. Mengajaknya untuk membeli kelereng. Bocah ini masih TK usianya juga baru 5 tahun. Tapi, harus mengalah dengan kakaknya yang sudah 18 tahun. Tidak heran jika Wildan menghilangkan semua kelereng milik adiknya. Wildan memang suka iseng.

“Yaudah. Yuk, kakak beliin lagi,” Inara membawa Yudha ke penjual mainan.

“Kak, mau tahu bulat!” minta Yudha.

Inara memaksakan senyumnya.“ Ya, bentar.”

Wildan berjalan dengan mengendap mendekati mereka berdua. Dan saat mereka berdua berbalik. “DOR!”

Inara yang kaget pun terlonjak. “Apaan sih, Wil!”

Wildan terkekeh geli. “Heh, bocil. Sana lo pergi! Enak banget nempel-nempel sama ayang!” cerocos Wildan menyuruh adiknya pergi.

Dasar kurang ajar!

“Makasih, kak!” ucap Yudha pergi.

Inara tersenyum melepas Yudha dari tangannya. Lalu menatap Wildan tajam. “Kebiasaan deh, Wil. Kamu suka iseng sama Yudha, udah gede juga.” 

Wildan senang jika Inara mengomel seperti ini. Terlihat lucu. “Ra, gue juga mau dong.”

“Mau apa? Tahu bulat?” tanya Inara.

Wildan menggeleng pelan. “Pop ice, dong, Ra. Gue haus,”

“Iya. Aku beliin,” ujar Inara kesal.

Wildan menatap punggung Inara dari jauh. Ia tahu, bahwa Inara dapat menjaga adiknya dengan baik. Tanpa Inara tahu, ia tadi menatapnya dari kejauhan.

“Nih,” Inara menyerahkan pop ice yang ia beli dengan setengah hati. Wildan benar-benar menyebalkan.

Wildan mengandeng tangan Inara, untuk mencari tempat duduk, yang pastinya jauh dari kerumunan anak-anak.

“Jangan jauh-jauh, Wil. Kita juga harus jagain Yudha,” tutur Inara.

Wildan mencebik. “Iyain,”

Inara meminum minumannya dengan tenang. Tidak seperti Wildan yang minum dengan berbagai gaya, membuatnya mendegus lelah. Sebelas duabelas dengan Yudha.

Udara yang berhembus kencang membuat rambut Inara berantakan. Tangan Wildan terulur untuk merapihkan kembali rambut milik Inara.

“Gue suka Ra. Kalau rambutnya digerai gini. Cantik,” puji Wildan.

Inara yang mendengarnya merasa senang. Sedikit merasa salah tingkah, pasti pipinya memerah, tapi ia menutupinya dengan menunduk sambil meminum pop ice.

“Cie, salting, ya?” goda Wildan menatap wajah Inara yang menunduk. Tangannya bergerak mengangkat dagu Inara.

“Ih, enggak ya!” Inara menepis tangan Wildan.

Wildan tertawa geli. “Lo kaya kucing, Ra!”

“Kenapa?” tanya Inara.

“Lucu.”

GIMANA DENGAN PART INI?

DIKIT NGGAK SIH?

NEXT?

AMBIVALEN (End)Where stories live. Discover now