32. Om Pram Balik Kampung

91 13 0
                                    

EYY, SELAMAT HARI SELASA

GIMANA KABAR KALIAN? SEMOGA SENANTIASA SEHAT YA✨

OH, IYA. AKU MAU MINTA MAAF AKRENA SUKA BANGET TELAT UP😭🙏

Happy reading ❤️

Telinga Wildan mendengar suara pesawat landing. Kemungkinan itu pesawat yang ditumpangi oleh Papanya. Dengan segera, ia melangkah mendekat ke ruang penunggu. Sore ini jadwalnya adalah menjemput Papanya yang baru pulang dari Kalimantan. Padahal, niatnya ingin pergi dengan Edwin dan Ariel tapi Mama Endah menyuruhnya pergi.

Dari tempat duduknya, Wildan dapat melihat bayangan Papanya yang semakin dekat. Terlihat Papa Pram membawa koper, beserta tas berukuran besar. Wildan menduga itu isinya adalah buah tangan.

“Gimana Pa, aman?” tanya Wildan begitu  Pram sudah ada dihadapannya.

“Alhamdulilah, sehat wal Afiat,” jawab Pram.

“Bukan, bukan itu Pa!”

Papa Pram mengerutkan keningnya bingung. “Maksudnya?”

Wildan mengulum senyumnya. “Maksudnya tuh, gimana oleh-oleh nya. Aman nggak?”

Papa Pram menatap anaknya datar. “Dasar!”

Wildan malah cengengesan, ia lalu melempar kunci mobil ke arah Papanya. “Papa yang nyetir, Wildan cape.”

“Dasar, anak durhaka!” hardik Pram melempar kembali kuncinya sambil tertawa.

Wildan mendegus. “Yee, koper masukin sendiri ke mobil.”

Papa Pram menggelengkan kepalanya, sudah tidak heran dengan anaknya ini. Beliau mendorong kopernya dan membawanya masuk di bagian belakang mobil.

“Buruan Pa!” suruh Wildan yang sudah masuk mobil terlebih dahulu.

“Sabar!” sahut Pram berteriak dari luar.

Setelahnya, papa Pram masuk ke mobil. Tidak lupa diperjalanan menuju rumah beliau mengajak anaknya berbicara, bukan seperti hubungan anak dan orang tua. Tapi seperti hubungan antara teman, begitulah Papanya.

“Bolos nggak?”

“Gak,”

“Terlambat?”

“Gak juga, Wildan tertib pa.”

“Ngambil duitnya Mama?”

Wildan yang sedang menyetir mobil hanya bisa cengengesan. “Hehe, kalau itu mah, iya.”

“Dasar! Apa uang yang Papa kasih kurang?” tanya Pram heran.

“Lagian sih, anak Sultan kok, nggak dikasih uang lebih,” cibir Wildan.

“Papa lakuin itu biar hemat bang. Jangan suka buang-buang duit, susah carinya!”

“Iya pa,” balas Wildan, ia mengerti walau kadang merasa jengkel.

Roda mobil semakin melaju dengan kecepatan sedang. Wildan fokus menyetir, sedangkan Papanya memejamkan matanya sebentar, mungkin lelah setelah perjalanan yang cukup jauh.

“Bang,” panggil Pram menegakkan tubuhnya.

“Hm,”

“Dek Angel kabarnya gimana?” tanya Pram iseng.

“Wah, cepuin Mama nih,” adu Wildan membuat keduanya tertawa.

Beberapa kilo lagi mereka akan sampai ke rumah. Mereka sudah melewati perumahan yang merupakan tetangga mereka.

AMBIVALEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang