3. Tragedi Kran Bocor

63 11 4
                                    

Padahal memang tidak semua rasa harus pulang ketempat asalnya, sebagian justru berlari lebih jauh dari dugaan. Mencari tempat yang sekiranya lebih aman untuk bersembunyi. Karena tidak semua orang adalah seseorang yang pemberani walau hanya untuk mengucapkan beberapa kubik kata.

Memangnya sesulit apa?
Sesulit saat mengendalikan tabuhan dalam dada,
Sesulit ketika setiap hari bertemu dan bertatap namun harus tetap berpegang pada prinsip diri sendiri,
Sesulit saat menahan tidak terlalu banyak interaksi dengannya, padahal jelas raganya sama-sama ada di tempat yang sama.

Tidak setiap orang punya nyali besar, tidak semua orang mampu menumbuhkan kata yang mewakili rasa dalam dada, dan tidak semua orang tahan untuk terus berada dalam degup yang sama setiap harinya.

Rensa sudah berada di Aula sejak tadi pagi, hanya untuk menyaksikan dekorasi panggungnya yang kemarin dia buat berubah hampir 70% dari yang dia lihat saat ini. Jauh lebih rapi dan juga bagus. Rensa menyembunyikan raut takjub dibalik masker hitamnya.

Namun tidak sempat untuk larut terlalu lama karena merasa takjub dengan dekorasi panggung itu, Rensa segera berlari menuju ruang kecil di sudut lorong-lorong kelas lantai bawah, meletakkan tas ranselnya dan menyerobot sebuah kartu tanda pengenal bertuliskan "Panitia".
Menempatkan kakinya pada barisan panitia di belakang panggung.

"Mari berdoa sejenak supaya acara pengajian kita kali ini berjalan dengan lancar, tanpa kendala, dan selesai tepat waktu. Berdo'a mulai..."

.....

"Aamiin, Ya Allah, Ya Rabbal 'alamin..."

Semua orang menangkupkan kedua tangan ke wajah mereka masing-masing, menyisakan suara riuh kembali ketika langkah-langkah mulai membubarkan diri menuju pada tujuan masing-masing, Rensa sendiri sibuk mengenakan jasket untuk kemudian merasa seseorang menepuk pundaknya.

"Kemarin sampe jam berapa?"

"Nggak lama, kok. Sampe jam 4 doang, terus malamnya di bantuin anak OSIS juga yang nginep."

"Maaf ya, kemarin ngga bisa bantu soalnya sepulang sekolah langsung ada acara di rumah..."

"Its oke, kemarin yang bantuin juga banyak."

"Btw, dekornya bagus. Tapi agak beda sama konsepnya kita, emang berubah ya kemarin?"

"Harusnya sih, engga. Tapi mungkin semalem dirubah dikit sama anak OSIS."

"Hahaha, tapi nggak apa-apa sih, soalnya juga lebih bagus, kan?"

Ucap Rensa untuk mengakhiri percakapan dengan partner kerjanya.

_•••_

Semuanya berjalan lancar, sesuai konsep acara dan sesuai rencana, pengajian untuk Hari Idul Adha oleh Rohis itu selesai tepat waktu sebelum memasukki pukul 11 siang, yang kemudian acara dilanjutkan dengan pembagian daging kurban.
Rensa sudah sejak tadi sibuk berada di tenda pembagian daging, sibuk menghitung bungkusan daging, menatanya di setiap meja, mengikatnya rapi, untuk kemudian diberikan pada siswa-siswi lain.

Keringatnya sudah memenuhi seragam, bahkan kerudungnya sudah berubah bentuk dari yang semula. Tapi senyumnya sama sekali enggan meluntur meski dia sudah merasa terengah sebab bolak-balik berlarian mengangkat daging, menata di dalam plastik, mengikatnya, serta membagikannya.

Bagi Rensa ini menyenangkan, sudah menjadi kesenangannya daripada terus terpaku pada satu aktifitas saja, atau bahkan hanya duduk-duduk saja.

Aksara Untuk ArjunaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin