35. Wildan Senang, Inara Bimbang

Start from the beginning
                                    

"Iya Tan," balas Yudha dengan senyum mengembang.

"Yudha tadi yang ngajak makan ke luar," ujar Endah menjelaskan.

Mama Ina mengusap kepala Yudha pelan. "Nggak papa ya, Yud, mumpung papah-mu di rumah."

"Aku ya cuma masak sayur lodeh tadi," balas Ina.

"Mantap iku,"

Pembicaraan orang tua membuat Yudha pusing. Ia menarik ujung baju Inara. "Kak ayo ke teras."

"Yudha punya mainan baru!" seru Yudha menunjukan mobil remote yang ia bawa.

"Hayu!"

Yudha dan Inara pergi ke luar untuk bermain, disusul oleh Wildan yang ikut keluar. Ia juga tidak mau gabung dengan rombongan orang tua. Lebih baik ikut ke teras.

"Lihat ya, kak!"

Yudha dengan semangat menunjukan mainan barunya. Ia mulai menaruh mobilnya dilantai, kemudian dengan remote control-nya ia mulai menggerakkannya ke depan dan ke belakang. Setelahnya ia menekan tombol agar bisa melaju dan berbelok.

Inara sesekali bertepuk tangan agar Yudha merasa senang. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, Wildan sama sekali tidak ikut menimbrung. Wildan malah duduk di kursi bambu dengan senyam-senyum sendiri.

"Kak Wildan kok, diem aja sih!" seru Yudha kesal karena Wildan tidak memperhatikannya bermain mobil-mobilan.

Inara setuju dengan Yudha, apalagi raut Wildan yang terlihat mencurigakan. "Kenapa sih, Wil?"

Wildan yang sedari tadi mengulum senyum mendadak pudar. Bayangan Jenny di kepalanya mendadak hilang. Ia mendegus kesal.

"Ganggu aja lo Ra!" sewot Wildan.

Tapi didetik berikutnya, Wildan mendekati Inara. "Ra, gue lagi senang banget. Nanti lo mau beli apa? Gue beliin!"

Inara mengerutkan keningnya bingung. Tidak seperti biasanya Wildan bersikap baik seperti ini. Apalagi ingin membelikan apa yang ia mau.

"Kamu kerasukan apa sih, Wil?" tanya Inara heran.

"Gue nggak peduli Ra, mau kerasukan setan, kerasukan babi ... "

"Itu mah, kamu Wil!" celetuk Inara membuat Yudha tertawa.

"Iya kak, persis!" sahut Yudha ikutan meledek.

(Sama)

"Sialan lo berdua!" umpat Wildan.

"Bercanda Wildan," ucap Inara menghentikan tawanya.

"Gue pulang sama Jenny," ujar Wildan menceritakannya, walau sempat kesal di ledek.

Wildan tukang ledek, tapi giliran diledek orang. Ia merasa tersinggung.

"Pulang sama Jenny?" ulang Inara dengan reaksi yang tidak suka. Tapi buru-buru ia menetralkannya.

"Oh," lanjut Inara tanpa ekspresi.

Wildan berdecak, tidak puas dengan jawaban yang dilontarkan Inara. "Sebelum pulang jajan dulu tadi, sekalian obatin lukanya."

"Awalnya dia tidak mau, gue paksa. Khawatir liat lukanya," ujar Wildan melanjutkan.

Khawatir ya?

"Apanya yang terluka Wil?" tanya Inara penasaran.

Wildan menggeleng, tidak seharusnya Inara mengetahui ini. "Bukan apa-apa, gue-nya aja yang berlebihan."

Inara tersenyum tipis, bukan berlebihan. Itu karena rasa sayang, Wildan sangat menyukai Jenny hingga tidak bisa melihatnya terluka walau hanya satu goresan saja. Andai Inara yang menjadi alasan Wildan khawatir.

"Diem wae, Ra," ujar Wildan, ia tidak melihat raut wajah Inara yang gembira. Hanya ada muka masam yang menghiasinya.

Inara sendiri bingung harus bersikap bagaimana. Harus bicara apa dengan Wildan. Ia sudah berusaha untuk tidak menyukai Wildan, tapi usahanya selalu sia-sia saat Wildan memberi perhatian lebih padanya. Membenci saja tidak cukup, nyatanya dinding kebencian itu makin terkikis seiring berjalannya waktu. Ia benar-benar tidak bisa membenci Wildan.

"Kak, ayo mainnya di jalan," ajak Yudha.

"Iya, ayo!" seru Inara berdiri.

"Ra, lo kenapa sih?" tanya Wildan tidak mengerti.

Inara melirik Yudha. "Kamu duluan, kakak nyusul."

Inara menatap Wildan masih tanpa ekspresi. "Aku nggak kenapa-kenapa."

"Gak kenapa-kenapa kok, gue tanya diem. Sok-sokan kacangin gue,"

"Kenapa?" tanya Wildan dengan jarak yang dekat.

"Apasih, nggak ada apa-apa!" pungkas Inara meninggalkan Wildan dengan perasaan kesal.

Saat berjalan menjauh dari Wildan, Inara menoleh ke belakang melihat Wildan yang tidak mengejarnya sama sekali. Memang benar, tidak seharusnya semua harus dilibatkan dengan hati. Ia memilih untuk mendekati Yudha agar perasaan membaik.

Di satu sisi, Wildan berdiri membeku. Ia tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat sehingga Inara kesal padanya.

Gimana sama part ini?
Semoga suka yaaa

Guys kalau aku update nya seminggu sekali gimana😭

Pusing aku tuh

AMBIVALEN (End)Where stories live. Discover now