Kencan Pertama

36 3 4
                                    

Beberapa minggu telah berlalu sejak peristiwa di toko roti. Walau Nanami-san mengatakan bahwa ia akan mengajakku pergi keluar di hari libur, tapi hingga saat ini hal itu belum juga terjadi. Tentu saja. Kenyataan tidak akan terjadi semudah itu. Sudah pasti itu mungkin hanya sekedar perkataan basa-basi. Walau kuakui sebenarnya aku sangat berharap. Tapi aku juga tidak bisa melakukan apapun karena aku tidak mempunyai keberanian untuk mengungkitnya pada Nanami-san. Sementara itu Yuuji terus-menerus memaksaku agar aku bergerak duluan menyerang Nanami-san. Walau aku tahu maksud Yuuji menyerang disini adalah aku yang mengajak Nanami-san lebih dulu untuk pergi kencan atau mungkin mengungkapkan perasaanku padanya, tapi sekali lagi aku tidak punya keberanian untuk melakukannya.

Selain tidak berani mungkin bisa dibilang bahwa aku merasa tidak percaya diri. Di perusahaanku tentu masih banyak wanita yang lebih cantik dan anggun dibandingkan dengan diriku. Dan para wanita itu, berdasarkan gosip yang beredar, beberapa dari mereka ada yang menyukai Nanami-san dan bahkan ada yang pernah berani mengajak Nanami-san pergi kencan, tapi mereka semua ditolak oleh Nanami-san.

Para wanita cantik dan anggun seperti itu saja ditolak oleh Nanami-san, apalagi wanita yang berwajah biasa dan sederhana sepertiku ini?

Berbeda dengan diriku, entah sejak kapan Yuuji telah melakukan chat hampir setiap hari dengan Nanami-san. Karena aku telah mengancamnya agar tidak membicarakan hal-hal tentang Nanami-san yang sebenarnya adalah ayahnya atau cerita tentang dirinya yang datang dari masa depan, sebagian besar pembicaraan mereka adalah tentang Jutsushiki, Jurei, Kousen, dan terkadang tentang roti.

"Ugh..."

Sakit perut.

Tiba-tiba saja aku merasakan sakit perut saat berdiri di depan ruang Akunting. Padahal sebelumnya walau tahu Nanami-san ada di dalam ruangan, tapi aku tidak pernah merasa seperti ini. Karena aku tahu, walaupun ada Nanami-san tapi ia tidak mengenaliku dan mungkin tidak akan mempedulikanku. Tapi sekarang berbeda. Nanami-san telah mengenalku. Walaupun mungkin ia tidak akan mempedulikanku, tetap saja aku terlalu menjadi sadar diri. Mungkin saja aku akan tidak sengaja melakukan hal aneh karena terlalu gugup misalnya.

Kutarik napasku dalam-dalam dan dengan berat kuangkat kakiku memasuki ruang Akunting. Sambil mengucapkan permisi, aku berjalan menuju meja salah satu staff tempat aku selalu menyerahkan laporan keuangan divisiku. Aku sedikit bersyukur karena mejanya berada paling ujung dan jauh dari meja Nanami-san.

"Eh? Tidak ada?" gumamku pelan saat melihat ternyata staff yang ingin kutemui sedang tidak ada di tempatnya. Begitu pun dengan Nanami-san. Namun saat melihat meja Nanami-san yang kosong aku justru merasa lega.

"Itu laporan kan? Taruh saja disitu," cetus staff lain yang duduk di meja sebelahnya. Aku membungkukkan tubuhku padanya dan meletakkan laporan di atas meja sesuai perintahnya.

Namun saat aku ingin meletakkan laporan di atas meja, laporan tersebut tiba-tiba saja diambil oleh tangan seseorang dari tanganku.

"Oh Kachou! Rapatnya sudah selesai? Data yang Kachou minta sudah kuletakkan di atas meja ya," ucap staff yang tadi menyuruhku menaruh laporan di atas meja.

Kachou katanya?

Saat kuangkat kepalaku, aku bisa melihat Nanami-san sedang berdiri di sampingku sambil memegang laporan yang tadinya ingin kuletakkan di atas meja.

"Ya, terima kasih banyak, akan segera kucek. Itadori-san ikuti aku," jawab Nanami-san dengan nada suara dan wajahnya yang datar. Kuikuti langkah kakinya menuju meja kerjanya dengan gugup.

Nanami-san kemudian duduk di kursinya sambil membaca laporanku. Ia membalik-balikkan halaman demi halaman. Suara balikan kertasnya memunculkan kembali rasa sakit di perutku.

TidligereWhere stories live. Discover now