Perdebatan Bibit Tambahan

Start from the beginning
                                    

Sharma menjentikkan jarinya seperti baru mendapatkan sesuatu. "Aha, benar. Yang Mulia kan menambah bibit sudah tak terhitung. Mungkin saja di dalam perut hamba ada -"

Kaisar mengibaskan jubahnya kemudian berbalik. "Sudahlah Sharma. Hentikan kekonyolan ini." Kaisar tak sanggup mendengar ocehan nyeleneh Permaisurinya.

"Eh? Yang Mulia mau kemana?" Sharma mengejar Kaisar dari belakang. Langkah Kaisar begitu lebar sehingga ia tertinggal jauh.

Kaisar berbalik saat mendengar derap kaki berlari. Benar saja, Sharma sedang berlari mengejarnya. Kaisar pun berhenti. "Jangan berlari, nanti jatuh."

Begitu Sharma sudah berada di depan Kaisar, Kaisar langsung menarik Sharma ke dalam pelukannya. Kaisar merapikan rambut Sharma. Terdengar nafas Sharma yang ngos-ngosan. Padahal Sharma baru berlari beberapa meter, tapi sudah kelelahan. Dulu, jangankan hanya berlari seperti tadi, berlari berkeliling Istana sepuluh putaran saja Sharma sanggup.

"Kau jadi kelelahan, kan." Kaisar tak pernah membiarkan Sharma kelelahan. Jika melihat Sharma kelelahan, Kaisar akan khawatir dan bereaksi berlebihan. Mungkin karena begitu mencintai Sharma.

"Hamba tak apa, Yang Mulia. Tapi mengapa Yang Mulia pergi? Apakah Yang Mulia tidak ingin memiliki istri gemuk seperti hamba lagi? Lalu mencari Selir yang lebih cantik dan langsing?" Lagi-lagi Sharma berpikiran aneh.

Kaisar menggeleng. Ia harus lebih bersabar. "Tidak mungkin, Sharma. Kau berpikir berlebihan. Lagi pula kau tidak gemuk, hanya sedikit berisi."

Sharma melepaskan pelukan Kaisar. "Lalu mengapa Yang Mulia pergi?"

"Aku berniat memanggil tabib istana," jawab Kaisar.

"Untuk?" tanya Sharma.

"Memeriksa kandunganmu. Agar kau yakin bahwa apa yang kau ucapkan tadi sangat tak masuk akal. Lagi pula aku baru ingat, sejak kau dinyatakan hamil, kau belum diperiksa lagi," jawab Kaisar lagi.

Memang benar, sejak Sharma hamil, Sharma tak pernah memeriksakan kandungannya. Sharma yang tampak sehat-sehat saja membuat semua orang tak mengkhawatirkan kondisi kandungan Sharma. Mungkin pernah sekali diperiksa, yakni saat Sharma jatuh di malam pengangkatan Permaisuri. Dan itupun kandungan Sharma masih sangat muda.

"Apakah kau mau?" tanya Kaisar. Siapa tahu Sharma tak ingin diperiksa.

Sharma mengangguk. "Ya, Yang Mulia. Tapi Yang Mulia harus menemani hamba."

Kaisar mengangguk. "Tentu." Dan ....

"Akh! Yang Mulia." Sharma terpekik kaget saat tiba-tiba Kaisar menggendongnya.

"Agar kau tak lelah," ucap Kaisar kemudian berjalan menuju istana pribadi Kaisar. Walaupun Sharma lebih berat dari Sharma sebelum hamil, namun tak sedikitpun terlihat Kaisar kesulitan dan keberatan. Kaisar tampak tak mengangkat beban apapun.

* * * *

Setelah selesai memeriksa, tabib istana mundur satu langkah kemudian membungkuk. Senyuman terukir di bibir tabib istana itu. Kaisar, Wenari, dan Nora menunggu apa yang akan disampaikan oleh tabib. Sharma juga tak sabar, ia bangkit untuk duduk.

"Mengapa malah tersenyum seperti itu? Cepat katakan bagaimana kondisi kandungan Permaisuri." Kaisar tampak tak sabar.

Tabib istana membungkuk lagi. "Maaf Yang Mulia. Begini Yang Mulia, kandungan Permaisuri Sharma sangat sehat. Bayi-bayi yang di dalam juga sangat sangat sehat."

Kaisar langsung menatap perut Sharma. Bayi-bayi? Apakah yang dikatakan oleh Sharma saat di danau teratai itu benar? Ada beberapa anak yang menyusul hidup dari tambahan-tambahan bibitnya? "Bayi-bayi? Maksudmu apa?" tanya Kaisar was-was.

Jika itu benar, sungguh tidak bisa dipercaya dan tidak masuk akal. Akan tetapi tidak mustahil. Jangan lupakan bahwa Sharma adalah Amora sedangkan dirinya adalah Phoenix putih. Apapun bisa terjadi.

Tabib istana itu membungkuk. "Maksud hamba, Permaisuri sedang mengandung bayi kembar."

"Apa!" Semuanya terkejut karena pekikan Sharma. "Tuh kan, Yang Mulia. Apa yang hamba katakan benar. Pasti bibit-bibit tambahan Yang Mulia menyusul hidup."

Tabib istana hampir terbatuk karena tersedak ludah sendiri saat menahan tawa. Sedangkan Wenari dan Nora, dua gadis pelayan itu sudah menutup mulut untuk menahan tawa.

Kaisar hampir melotot. Bisa-bisanya Sharma berbicara seperti itu di depan tabib istana dan dua pelayannya. "Tidak mungkin seperti itu Sharma," tegas Kaisar dengan setengah frustrasi.

Tabib Istana menghadap Sharma. "Bukan begitu, Permaisuri. Bayi kembar, bayi yang hidup di dalam kandungan yang sama dan mereka memiliki usia yang sama. Bayi hidup menyusul kakaknya tidak pernah terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Anda salah paham, Permaisuri. Setelah seorang wanita mengandung, tidak akan lagi terjadi pembuahan saat wanita itu masih hamil."

Setelah tabib istana yang menjelaskan, barulah Sharma mengerti dan paham. Kini Kaisar bernafas lega. Akhirnya istrinya itu tidak berpikir aneh-aneh lagi.
Kemudian tabib istana menghadap Kaisar lagi. "Tapi Yang Mulia, ada kabar yang kurang baik dari kandungan Permaisuri Sharma."

Kaisar dan yang lainnya langsung tegang. "Apa itu?" tanya Kaisar yang sebenarnya tak ingin mendengar kabar buruk apapun tentang Sharma dan bayinya.

"Hamba belum dapat mengetahui jenis kelamin dua bayi yang dikandung oleh Permaisuri. Bisa saja dua-duanya berjenis kelamin sama atau bisa jadi kembar sepasangan. Tapi itu bukan kabar kurang baiknya. Yang membuat hamba khawatir, satu bayi sangat aktif dan hampir setiap detik terus bergerak."

Dalam hati Kaisar berkata, mungkin dia menuruni sifat Sharma. Tak mau diam.

"Tapi bayi yang satu lagi tak bergerak. Jika pun bergerak, pergerakkannya sangat lambat. Mungkin karena bayi yang satu ini tak bergerak, sejak awal kita tidak tahu bahwa ada dua bayi di dalam. Anehnya, bayi yang tak aktif ini tetap sehat, Yang Mulai."

"Apakah masalah besar jika bayi tidak aktif?" tanya Kaisar.

Tabib istana mengangguk. "Untuk bayi diusia yang hampir menginjak usia 8 bulan, seharusnya bayi sangat aktif. Namun jika memang sehat, tidak terlalu jadi masalah, Yang Mulia."

Kaisar bernafas lega. "Kalau begitu tidak terlalu buruk. Mungkin dia kehabisan ruang gerak karena bayi yang tak mau diam itu."

Tabib istana itu membungkuk. "Dan ada keanehan lagi, Yang Mulia."

"Apa itu?"

"Semakin bayi yang satu aktif, maka bayi ini semakin lemah gerakkannya. Hamba khawatir ...." Tabib istana tampak ragu untuk mengatakannya. "Bayi yang satu ini tak bisa bertahan hidup."

Sharma langsung menutup mulutnya. "Tidak." Sharma menggeleng sambil mulai menangis.

Sring.

Tubuh tabib istana kaku. Benda yang amat tajam dan dingin sedang menempel di lehernya.

"Hati-hati dengan ucapanmu," ancam Kaisar dingin dan tajam. Tak hanya pedangnya saja, tapi matanya pun menghunus tajam.

"Ampun Yang Mulia, hamba hanya menyatakan apa yang hamba ketahui, dan ini baru perkiraan. Kita bisa mencegah hal buruk itu dengan cara terus memantau perkembangan kandungan Permaisuri Sharma."

Setelah beberapa detik hening, akhirnya Kaisar menarik pedangnya dari leher tabib istana. "Usahakan yang terbaik untuk Permaisuri. Jika terjadi apa-apa pada Permaisuri dan anakku, maka aku tak akan memaafkan mu."

Tabib istana gemetaran dan wajahnya sudah pucat pasi, kemudian membungkuk. "Baik Yang Mulia. Hamba akan berusaha sebaik dan semaksimal mungkin."

"Yang Mulia." Sharma merentangkan tangan tanda ingin dipeluk.

Kaisar langsung duduk di samping Sharma kemudian memeluk Sharma yang menangis. "Jangan khawatir. Kita akan menjaga anak kita sama-sama. Tidak akan terjadi apapun pada anak kita."

Masih ada satu episode lagi Guys😘

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now