Kepergok

20.1K 2.4K 111
                                    

Siang ini Kaisar baru kembali ke istana pribadinya setelah selesai melakukan rapat di istana utama bersama para pejabat. Mereka membahas tentang rencana penanganan masalah yang terjadi di perbatasan Selatan dan Barat. Entah mengapa masalah di daerah perbatasan itu tak kunjung membaik. Sedangkan untuk masalah warga, upeti dan lain-lain, semuanya sudah terselesaikan dengan baik.

Kini Kaisar tengah berjalan di koridor istana pribadinya. Kali ini Kaisar tidak ditemani oleh Pangeran Giler, Kaisar berjalan ditemani oleh Erlanh. Pangeran Giler ditugaskan memeriksa perkembangan daerah di setiap wilayah. Sedangkan Azoch sudah kembali ke perbatasan Selatan.

Sebelum masuk ke istana pribadinya, Kaisar melihat ke sekeliling.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Erlanh sambil ikut mengedarkan pandangannya.

Kaisar tidak menjawab, ia memilih masuk ke dalam istananya lebih dulu. Mereka pun masuk ke ruang kerja Kaisar.

Erlanh memperhatikan wajah Kaisar yang terlihat murung. Jika diperhatikan secara biasa saja, wajah Kaisar memang terlihat tetap sama seperti biasanya, dingin dan tajam. Akan tetapi jika diperhatikan dengan sangat teliti, ekspresi Kaisar terlihat murung sekarang.

"Maaf hamba lancang, Yang Mulia. Kalau boleh tahu, apa yang mengganggu pikiran Yang Mulia?" Erlanh memberanikan diri untuk bertanya.

Kaisar menghela nafas dan mendudukkan dirinya di depan meja panjang. "Tidak ada." Kemudian Kaisar mengambil satu buku yang cukup tebal. "Apakah Selir Sharma tidak membuat masalah lagi hari ini?"

Erlanh membungkuk. "Maaf Yang Mulia, hamba tidak tahu. Sejak pagi hamba terus bersama Anda di ruang rapat."

Kaisar melirik Erlanh sekilas. "Oh iya, aku lupa."

Jika Kaisar adalah temannya, Erlanh pasti sudah menertawakan Kaisar. Sejak kapan Kaisar jadi pelupa seperti ini? Katakan saja jika Kaisar ingin memerintahkan dirinya untuk mencari tahu kegiatan Sharma saat ini.

"Jika Yang Mulia mengizinkan, hamba akan mencari tahu tentang Selir Sharma untuk Anda," ucap Erlanh sambil membungkuk sopan.

Kaisar mengibaskan tangan. "Tidak perlu. Kau boleh pergi."

Erlanh tersenyum dalam hati. "Baik Yang Mulia. Kalau begitu hamba permisi." Sekali lagi Erlanh membungkuk sebelum pergi meninggalkan ruangan Kaisar.

* * * *

Kaisar merasa penasaran sekali sekarang. Sejak pagi hingga siang menjelang sore ini, ia tidak melihat tanda-tanda Sharma keluar dari istana Selir. Biasanya setiap hari dirinya akan mendapatkan laporan tentang tindakan Sharma yang diluar dugaan. Akan tetapi hari ini, istana Selir dan sekitarnya terlihat damai dan baik-baik saja.

"Apa dia sakit?" Kaisar yang sedang berdiri di bawah pohon langsung berjalan menuju bangunan di depannya.

"Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Wenari dan Nora yang tidak sengaja bertemu dengan Kaisar di taman istana Selir memberikan hormat.

Kaisar hanya mengangguk. "Di mana Sharma?" tanya Kaisar langsung pada intinya.

Wenari membungkuk lagi. "Selir Sharma sedang ada di kamarnya, Yang Mulia."

Kaisar melihat ke arah jendela kamar Sharma. "Apa dia sakit?" tanya Kaisar lagi.

Wenari dan Nora menggeleng. "Tidak Yang Mulai. Selir Sharma baik-baik saja. Hanya saja sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. Sejak kemarin Selir Sharma murung dan berbicara seadanya."

Kaisar menarik nafas setelah berhasil menduga penyebab perubahan suasana hati Selirnya itu. Terakhir kali ia melihat Sharma saat gadis itu menari ceria dan sesekali memeluk pohon. Dan terakhir kali, Sharma meninggalkannya dengan raut wajah datar. Perubahan itu setelah Sharma bertanya di mana ia tidur malam kemarin.

"Lalu mengapa kalian tidak menghiburnya?" tanya Kaisar dengan nada tajam.

Wenari dan Nora langsung bersujud. "Ampun Yang Mulia, kami sudah berusaha, namun Selir Sharma malah marah dan suasana hatinya semakin buruk."

Kaisar tidak berbicara lagi. Kaisar langsung berjalan ke arah istana Selir.

"Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Dua orang penjaga di depan pintu kamar Sharma memberi hormat.

Kaisar membalas dengan anggukan saja.
Salah seorang penjaga mengetukkan pintu. "Selir Sharma, Yang Mulia berkunjung."

"Aku tidak ingin diganggu."

Kedua penjaga itu langsung mematung di tempat. Setelah ini pasti akan ada peperangan lagi. Entah mengapa Selir terakhir ini seringkali bertindak seolah dirinya sedang menantang maut. Setelah mematung sebentar, kedua penjaga itu langsung bersujud. "Ampun, Yang Mulia."

Kaisar tidak menanggapi, matanya masih menatap daun pintu berwarna putih itu. Kaisar maju selangkah kemudian meraih gagang pintu dan membuka pintu kamar Sharma. Mata Kaisar menelisik ke seluruh kamar Sharma, dan matanya berhenti ketika melihat selimut yang menggulung di atas kasur.

Kaisar menutup pintu lalu melangkah mendekat ke arah tempat tidur. Ia duduk di tepi ranjang di samping gulungan selimut yang diyakini berisi Selirnya. Posisi punggung Kaisar membelakangi Sharma, namun kepalanya menoleh ke arah gulungan selimut itu.

"Marah?" Pertanyaan Kaisar memecahkan keheningan di kamar itu.

Tidak ada jawaban. Sepertinya Sharma benar-benar tidak ingin berbicara dengan Kaisar. Sebenarnya Kaisar bisa saja menarik selimut secara paksa kemudian memarahi selirnya karena tindakan yang tidak sopan. Namun entah mengapa ia tidak pernah berpikir ke arah sana. Rasanya ia ingin mengayomi Selir ke-enamnya ini.

"Kau cemburu, kan?" Tangan Kiasar masuk ke dalam selimut dan menemukan bagian perut Sharma. "Tidak menjawab? Ingin dihukum lagi?" Tangan Kaisar mengusap perut Sharma.

Usaha Kaisar tidak sia-sia. Sharma menepis tangannya dengan kasar kemudian membuka selimut untuk mulai marah-marah. "Jangan lancang, Yang Mulia! Anda tidak berhak menyentuh hamba sembarangan tanpa seizin hamba. Walaupun hamba adalah Selir Anda, namun Anda tidak bisa seenaknya memperlakukan-"

Kaisar naik ke atas tempat tidur lalu mengungkung Sharma di bawahnya. Kedua tangan Kaisar menekan tangan Sharma di kedua sisi kepala gadis itu. "Jangan cemburu. Mengapa kau tidak mengatakannya? Kau juga bisa mendapatkannya jika kau mau."

Jantung Sharma berdetak sangat kencang. Matanya terpaku dan terkunci di manik hitam milik Kaisar yang juga menatapnya.

Kaisar mendekatkan kepalanya. "Akan aku kabulkan," bisik Kaisar di telinga Sharma. Seketika pipi Sharma memerah hingga ke telinga.

"Ha-ham-ba ...."

"Yang Mulia?"

Kaisar dan Sharma menoleh ke arah pintu secara bersamaan. Kaisar langsung menjauhkan diri dari Sharma ketika melihat Permaisuri Thanu berdiri di depan pintu dengan wajah pucat pasi. Dari mata indah itu keluar cairan bening yang membuat siapapun tahu betapa pemilik mata cantik itu terluka hatinya.

"Permaisuri?" Kaisar langsung turun dan mengejar Permaisurinya yang sudah berbalik dan berjalan cepat meninggalkan istana Selir.

Sharma memegangi jantungnya yang entah mengapa terus berpacu dengan cepat. Degupan jantungnya yang kali ini berbeda dengan degupan jantung yang terjadi jika sedang jatuh cinta. Semakin lama jantungnya menjadi sakit. Tubuhnya tiba-tiba terasa panas dan tubuhnya bergetar. Keringat langsung membasahi wajah manisnya.

"Wenari! Nora! Tolong!"

Kedua penjaga yang berjaga di depan kamar Sharma langsung berlari masuk. Mereka tidak peduli jika nanti Kaisar marah karena telah masuk ke dalam kamar Selirnya. Mereka harus segera memeriksa keadaan Sharma yang tiba-tiba berteriak memanggil dua pelayan pribadinya.

"Selir Sharma!"

Hai semuanya. Setelah ini akan ada yang seruuuu .... Tapi hari ini Sely izin gak double up ya. Soalnya Sely agak sibuk hari ini jadi gak bisa nulis banyak. Sely usahakan besok double up. Maaf ya sekali lagi 🙏

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now