Ciuman Dari Kaisar Lagi

26.5K 2.8K 66
                                    

Sesuai dengan yang telah Kaisar putuskan, hari ini Sharma tinggal di istana Selir. Kamarnya berada di ujung istana. Kamar itu lebih tepatnya disebut sebagai rumah di dalam rumah. Di sana ada ruang tamu, dapur, dua kamar, dan pemandian di dalam kamar Selir. Kamar satunya biasanya ditempati oleh pelayan pribadi Selir.

Malam ini Sharma duduk sendirian di kamar. Beruntung juga kamarnya berada di ujung istana, jadi jendela kamarnya langsung menampilkan kebun bunga istana Selir. Malam ini ia sangat bosan. Tidak ada teman bicara ataupun aktivitas yang menyenangkan. Wenari dan Nora sedang memasak untuk makan malam, dua penjaga di depan kamar sudah pasti tak akan mau diajak mengobrol santai. Mereka akan mengatakan 'Kami masih sayang kepala, Selir Sharma'.

Sungguh Sharma tak menyangka menjadi seorang Selir akan se-membosankan ini. Tidak bisa bergaul dengan sembarang orang, dan harus menjaga sifat anggun.

"Hoaamm, aku jadi mengantuk."

Ia merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan. Niatnya ingin segera tidur, akan tetapi niat itu dibatalkan setelah tak sengaja matanya melihat Pangeran Giler melintas tak jauh dari kebun bunga.

"Hehehe, calon suami keduaku. Setidaknya aku tidak akan terlalu bosan jika berbicara dengannya."

Sharma loncat lewat jendela. Kabur lewat jendela adalah satu-satunya cara agar ia bisa keluar. Jika melewati pintu kamar, sudah pasti dua penjaga itu akan melarangnya.

"Pangeran Giler!" Sharma berlari kecil dan cukup berhati-hati karena tidak memakai alas kaki.

Merasa ada yang memanggil, Pangeran Giler menoleh ke sumber suara. Ia cukup terkejut melihat Sharma yang berlari sambil menjinjing ujung gaunnya. Sebelum membalas sapaan Sharma, ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada Kaisar.

"Selir Sharma, apa yang kau lakukan? Jika Kaisar tahu, kau akan mendapatkan hukuman," ucap Pangeran Giler setelah Sharma berdiri di hadapannya.

Sharma mengerucutkan bibirnya. "Aku bosan sendirian di kamar. Ini baru beberapa jam setelah aku tinggal di istana Selir, apalagi selamanya di sini. Hah, aku tidak bisa membayangkan betapa bosannya nanti."

Pandangan Pangeran Giler beralih ke kaki Sharma. "Selir Sharma tidak memakai alas kaki. Bagaimana jika terluka?"

Sharma tertekeh. Orang-orang sini memang terlalu peduli pada fisiknya, namun tidak memikirkan bagaimana bosannya ia. "Tidak masalah. Kakiku tebal seperti kulit badak."

Pangeran Giler hanya bisa menggelengkan kepala. "Bagaimana jika nanti kakimu rusak dan Kaisar tidak menyukai mu lagi?"

Lagi-lagi Sharma terkekeh. "Aku kan sudah bilang, kau adalah calon suami keduaku. Jika Kaisar membuang ku, maka aku tinggal menikah denganmu."

"Sebelum itu ku tebas leher kalian."

Tiba-tiba bulu kuduk Sharma berdiri mendengar suara berat itu. Siapa lagi kalau bukan Kaisar. Akhir-akhir ini Kaisar sering kali datang padanya di waktu yang tidak tepat. Perlahan-lahan Sharma memutar badannya untuk berhadapan dengan Kaisar.

Tatapan Kaisar sudah sangat tajam. Mungkin sekarang ini Kaisar benar-benar ingin menebas kepala Sharma karena berani berbicara seenak jidatnya.

"Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Pangeran Giler memberi hormat.

Sharma menyeringai. "Hehehe, Yang Mulia sejak kapan di sini?" tanya Sharma dengan nada yang begitu lembut. Barangkali Kaisar akan luluh dan tak akan tega menghukumnya.

Kaisar masih berwajah datar namun matanya semakin tajam. "Sejak kau melompat dari jendela kamarmu."

"Oh. Hamba-"

"Pergi," ucap Kaisar tegas. Mata elangnya menatap Pangeran Giler.

Pangeran Giler membungkuk. "Baik, Yang Mulia."

Sharma bergidik ngeri ketika aura horor semakin mengintimidasi dirinya. Dalam hati ia ingin menjerit kepada Pangeran Giler untuk tidak meninggalkan dirinya sendirian. Namun mana mungkin ia berani berteriak begitu. Ia masih ingat dengan hukuman berdiri satu kaki.

"Hukuman apa yang pantas untukmu hari ini?" tanya Kaisar yang sepertinya sudah sangat geram. Selirnya yang satu ini gemar sekali keluar dari sangkar emas. Jika terjadi sesuatu padanya bagaimana? Istana yang memiliki ratusan penjaga tidak pernah menjamin keselamatan penghuni istana dari serangan dalam. Tidak ada yang tahu siapa pengkhianat dan pemberontak.

"Yang-"

Kaisar menarik tangan Sharma ke arah tubuhnya, kemudian menarik tengkuknya dan ... Cup

Mata Sharma terbelalak kaget. Ia belum terbiasa dengan ini. Walaupun Kaisar adalah suaminya, namun hatinya belum ia berikan pada pria jangkung yang tengah menciumnya.

Beberapa detik kemudian Kaisar melepaskan Sharma. "Ingin kabur lagi?" tanya Kaisar dengan suara yang semakin berat.

Sharma mengangguk. Anggukan Sharma membuat Kaisar tidak percaya. Harus bagaimana lagi ia menghukum Selir kecilnya yang lincah ini. Ia tidak pernah tega memberikan hukuman kasar, tapi Selir ini terlalu tak mudah jera.

"Ingin kabur?" tanya Kaisar sekali lagi sambil menatap mata Sharma yang sedikit kosong.

"Cium." Tiba-tiba Sharma menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia tak sadar dengan apa yang ia ucapkan barusan. Ya memang jantungnya berdebar saat Kaisar menciumnya. Lagi pula siapa sih yang tidak senang dicium oleh pria tampan.

"Cium?" tanya Kaisar dengan perasaan tak karuan. Ingin tertawa, merasa gemas, kesal, dan tak tahu perasaan apa lagi di dalam hatinya. Semuanya bersatu menjadi satu. Namun wajahnya tetap sama, DATAR.

"Bu-bu-bukan begitmm."

Lagi-lagi Kaisar membungkam mulut Sharma. Kali ini sedikit lebih lama karena Kaisar merasa nyaman.

Tanpa mereka tahu, Permaisuri Thanu berdiri mematung menyaksikan dua insan yang berciuman di kebun istana Selir. Niatnya ingin menemui Sharma, namun ia mendapatkan bonus Kaisar beserta adegan mesranya.

"Yang Mulia?"

Kaisar melepaskan Sharma dan langsung menoleh ke arah Permaisuri Thanu. Wajahnya datar walaupun hatinya terkejut. Sedangkan Permaisuri Thanu sudah menumpahkan air matanya.

Waduh, akan ada drama 'ku menangis' nih. Dan sialnya aku yang berperan sebagai pelakor. Huaaa.

Kaisar berjalan menghampiri Permaisuri Thanu namun Permaisuri Thanu sudah berbalik dan pergi walaupun sambil terbatuk-batuk. Sharma hanya bisa menghela nafas panjang sambil memutar mata jengah.

Uh, drama siaran langsung.

Sharma menatap punggung Kaisar yang terus berjalan mengikuti Permaisuri. Entah mengapa hatinya terasa sesak mengetahui dirinya bukanlah siapa-siapa di hati Kaisar.

"Dor."

Sharma menoleh ke belakang. Ingin rasanya Sharma menendang wajah tampan Pangeran Giler. Tapi ia bingung bagaimana bisa Pangeran Giler datang lagi.

"Jangan melamun," ucap Pangeran Giler dengan senyum merekah di wajahnya.

Saat Kaisar mengusirnya, ia memang benar-benar pergi. Namun ditengah perjalanan menunju kediamannya, ia melihat bayangan hitam kemudian mengejarnya. Bayangan hitam itu hilang saat ia kejar, dan pada saat itulah ia tak sengaja melihat Permaisuri berjalan menuju istana Selir.

Awalnya ia ingin menghentikan Permaisuri Thanu karena Sharma sedang bersama Kaisar. Namun ia terlambat, Permaisuri sudah melihat kedua insan yang sedang bermesraan di taman bunga. Ia pun bersembunyi di balik pohon. Saat Kaisar mengejar Permaisuri, ia melihat Sharma yang terlihat sedih. Entah mengapa ia tidak suka melihat wajah sedih itu. Akhirnya ia memilih menghibur Sharma saat ini.

"Aku tidak melamun," jawab Sharma sambil menyisir rambut panjangnya dengan jari kemudian mengumpulkannya di bahu kanan.

"Hmm, oh ya. Katanya kau bosan. Bagaimana kalau aku ajak ke suatu tempat? Mau?"

Mata yang tadi sedikit sendu berubah jadi berbinar. Sharma terlihat semangat. "Mau, mau." Sharma langsung menarik tangan Pangeran Giler "Ayo."

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now