6. Apa Ini KDRT?

7.8K 1.5K 92
                                    

“Melamarmu?” Dimitri membeo ucapanku. “Mengapa aku ‘harus’ melamarmu? Apa kamu nggak ada cita-cita selain berharap aku ‘melamarmu’, Renata Bloom.”

Tentu saja aku memiliki cita-cita membuka kafe bagi pecinta buku.

Tentu saja aku memiliki harapan selain ingin ‘dilamar’ Dimitri Axton.

Ada begitu banyak hal terancang dalam kepala, menunggu terlaksana hingga jadi nyata.

Akan tetapi, itu semua terancam batal karena sesosok pria pendengki. Sekalipun aku berhasil membangun kafe dan memulai pekerjaan sebagai owner yang bahagia, pasti Rafael tidak akan tinggal diam. Dia akan dengan senang hati menghancurkan bisnis milikku. Sama sekali tidak peduli bahwa orangtuaku tidak terlibat dalam tragedi yang menewaskan keluarga Verday. Aku ini hanya karakter sampingan yang ingin hidup! Itu saja.

“Iya juga,” kataku membenarkan omongan Dimitri. “Kamu nggak punya alasan ‘harus’ melamarku.” Sekarang aku merapikan wadah bekal dan mulai menyusunnya menjadi satu. Tidak lupa kumasukkan sampah ke dalam plastik agar nanti bisa dibuang ke tempat sampah terdekat. “Seorang Dimitri Axton, cucu tunggal Presdir Axton, pasti memiliki kriteria cewek idaman.”

“Dan kamu masih berharap aku mau melamarmu?”

Kepada penulis yang terhormat, saya sama sekali tidak keberatan bila Anda menurunkan standar cewek impian Dimitri. Terima kasih.

Aku berdeham, pura-pura tenang walau hati meradang. “Kamu pasti nggak bakalan percaya kalau aku bilang bahwa hanya kamu satu-satunya pria di dunia ini yang bisa menyelamatkan hidupku.”

Oke, tenang. TENANG.

Rencana merayu antagonis ini memang tidak matang dan impulsif. Dimitri pasti mengira diriku tidak punya otak dan rela mengorbankan harga diri. Ya mau bagaimana lagi? Si setan Rafael itu tidak mau melepaskan anggota keluarga Bloom. Pasti aku akan tenang andai dia hanya mengincar Presdir Bloom. Masalahnya yang mendapat perlakuan enak hanya Diana saja, bukan yang lain. Tentu aku harus memutar otak dan mengesampingkan reputasi agar bisa meraih hati Dimitri. Itu kalau dia punya hati sih.

“Dimitri, aku memang nggak cantik, seksi, atau pandai menyanyi,” ujarku sembari menahan dorongan ingin mencekik Dimitri. “Satu-satunya bakatku hanya memasak dan menyulam. Apa itu tidak bisa memenuhi salah satu poin terpenting dalam calon pasanganmu?”

“Istriku nggak harus bisa masak,” kata Dimitri sembari menjentikkan jari tepat di dahiku. SAKIT! Bukannya minta maaf, dia justru tersenyum ketika melihatku sibuk mengusap dahi. “Jujur saja, Renata. Kamu tidak tertarik memperbaiki nilai pelajaranmu.”

BINGGO. Aku memang tidak peduli dengan mata pelajaranku!

AUW rasa sakit dan perih di dahiku! Air mata menggenang di pelupuk mata. Sedari dulu sifat cengeng ini memang tidak bersedia enyah! “Sini, aku jitak kepalamu!”

Senyum makin mekar di bibir Dimitri. Dia begitu menikmati aksiku mengusap dahi. Aku yakin pipiku saat ini merah (ini bukan tersipu, melainkan reaksi alami ketika sakit dan ingin menangis).

“Bukannya tadi kamu ingin aku melamarmu?” Dimitri menggoda.

Sialan! Posisi ini tidak menguntungkanku! Apa aku harus mengganti target? Rafael? Eh tapi dia tidak doyan dengan tubuhku! Satu-satunya wanita yang bersedia ia sentuh hanya Diana Bloom.

‘Bertahan,’ kataku dalam hati.

“Dimitri, kamu nggak akan rugi memilihku menjadi Nyonya Axton,” sekali lagi aku mulai mempromosikan diriku. Pantang menyerah. Mati satu tumbuh seribu! Seribu usaha dan akal dong! “Eh, boleh aku main ke rumahmu? Minggu, kan, aku bisa sekalian pamer kemampuan. Hehehe siapa tahu Papa dan Mama Mertua jatuh hati dengan masakanku.”

VILLAIN'S LOVER (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang