Masih begitu nyata dalam ingatan, Alzion ingat betul saat pertama kali mereka bertemu. Pertemuan yang mungkin hanya Alzion yang mengingatnya, sembilan tahun lalu. Tahun di mana tangan kecil seorang gadis dengan rambut tergerai sebahu itu terulur ke arahnya, dengan senyum manis yang meyakinkan Alzion kala itu bahwa semua akan baik-baik saja.

"Kamu ngapain di situ? Ayo bangun, nanti bajunya kotor." Alzion kecil yang rapuh, tengah terduduk di pinggiran toko yang sudah tutup lama, berdebu dan begitu usang tak layak untuk ditempati.

Kala itu, tangisan Alzion tak bersuara. Anak laki-laki dengan seragam putih biru yang sudah berantakan kacau, hanya mempertontonkan bahunya yang bergetar sesekali isakan yang tercuri keluar. Ia masih menunduk, Alzion tidak mempercayai siapapun saat itu.

"Kamu kenapa? Kalau nangis jangan di sini, nanti kesurupan." Celetuk anak perempuan itu kembali.

Kepala Alzion kecil akhirnya terangkat, dengan sembab juga terisak ia mendongak menatap gadis kecil yang tersenyum tipis sambil menatapnya bingung. Mata redup Alzion menyiratkan luka yang beribu derita, sakit nan tajam tak tereda.

Dengan berani, anak perempuan itu duduk di samping Alzion kala itu. Ia meniup lantai berdebu itu terlebih dahulu, sebelum akhirnya ikut berjongkok menyamakan posisi dengan anak laki-laki yang mungkin hanya berjarak dua atau tiga tahun darinya. Tangan anak itu terulur, memberikan sapu tangan putih ke arah Alzion. "Hapus air matanya, anak laki-laki ga boleh cengeng. Masa anak SMP nangis sih, malu dong sama Lau yang SD kelas enam."

Nada penuh ceria dengan sedikit usaha menghibur itu, kembali terlontar. Alzion ingat betul, saat dimana anak perempuan itu tak pernah melunturkan senyum manisnya dan dan terus berusaha membuatnya berhenti menangis.

"Kamu siapa?" Saat itu, saat dimana Alzion mengucapkan kalimat pertamanya pada orang asing. Entah gerakan dari mana, ia dengan mudah mempercayai gadis di sampingnya. Gadis dengan baju kaos abu-abu dan celana olahraganya. Bahkan, tangan Alzion menggenggam erat sapu tangan putih itu. Tak mau jika kain lembut itu kembali ditarik olehnya.

"Aku Lau——,"

"ASTAGA LAURA!! Bunda cariin kamu ya! Kenapa main terus sih? Ayo pulang, Kak Leiden sudah menunggumu sedari tadi. Katanya Lau nungguin hadiah dari Kak Leiden, hm?"

Ya, berakhirlah di situ pertemuan mereka. Karena saat itu, gadis cantik itu langsung beranjak pergi begitu saja meninggalkan Alzion, ia dengan mata berbinar berlari menarik paruh baya yang tadi menghampirinya.

Sejak saat itu, Alzion tahu. Bahwa, dia adalah Laura. Laura Belva Anneline.

Tujuh tahun setelahnya, setelah Alzion mampu bangkit dari keterpurukannya dan berhasil membangun perusahaan raksasa, ia kembali mencari gadis itu. Berambisi mendapati, dan memiliki sampai mati. Utuh, tanpa bantahan.

___________

___________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A Frozen Flower [ Terbit ]Where stories live. Discover now