Dua Puluh Dua

79 4 0
                                    

Anggi mengetuk-ngetuk jarinya di meja, matanya tak pernah lepas melihat ke pintu kelas, menunggu orang yang sudah hampir seminggu ini tak masuk sekolah. Raga adalah orang yang dia tunggu.

Sehari setelah Raga pingsan di saat upacara bendera, cowok itu sama sekali belum terlihat masuk sekolah. Anggi berpikir kalau Raga memang sakit saat itu, tetapi Lingga bahkan terlihat santai-santai saja. Kalau Raga sakit, pastinya Lingga pergi menjenguknya, bahkan pastinya Lingga juga mengajak teman-teman kelas juga.

Sementara Vigo, sudah seminggu ini terlihat aneh dan murung, sehingga Anggi tak berani bertanya. Vigo bahkan banyak diam di kelas. Dia berniat untuk bertanya pada Vigo keberadaan Raga, apalagi mengingat kalau Vigo dekat dengan Raga, tapi masih mengumpulkan keberanian. Cewek itu melirik pada topi sekolah yang Raga pinjamkan untuknya.

Entah kenapa, cewek itu merasa benar-benar kesepian dan kehilangan karena tak ada Raga? Apa karena mereka yang sering sekali berdebat atau saling mengejek?

Vigo yang baru masuk kelas, membuat Anggi menahan napasnya beberapa detik, dia mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya agar tak gugup jika bertanya pada Vigo. Cewek itu bangkit dari duduknya, dia menghampiri Laura, beralibi ingin bercerita pada Laura, kemudian akan bertanya secara spontan pada Vigo. Vigo yang aneh dan terlihat murung membuat Anggi takut, dia takut nantinya Vigo malah memarahinya, apalagi mengingat ucapan Vigo memang selalu pedas jika memarahi.

"Ra," panggil Anggi kemudian langsung duduk di bangku milik Lingga, bertepatan dia depan Vigo.

"Tumben banget langsung nyamperin gue, pasti ada maunya?"

Anggi meringis, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Memang tak ada maunya sama Laura, maunya itu bertanya pada Vigo tapi beralibi kalau dia mau bercerita panjang lebar dengan Laura.

"Gak pa-pa, cuma mau ngobrol aja, bosan soalnya," balas Anggi melirik Vigo.

Namun, Vigo hanya diam, sukses membuat Anggi tak tahu harus berbuat apa.

"Ada PR gak sih?" tanya Anggi basa-basi.

Laura menggeleng, nyatanya memang tak akan tugas rumah diberikan pada mereka. Kalau dia melihat Laura mengerjakan tugas, itu berarti cewek itu hanya ingin mengerjakan soal-soal di buku paket.

"Gak ada, sih, gue cuma gabut aja."

Anggi tertawa cukup keras lalu berkata, "Gabut orang pintar emang beda, ya?"

Kemudian cewek itu membalikkan badannya hingga berhadapan dengan Vigo, dia tersenyum lalu bertanya, "Raga mana, udah lama gak kelihatan?"

Bukannya menjawab Vigo malah menghembuskan napasnya. Dia berusahalah untuk selalu diam di kelas, bahkan mungkin terlihat aneh agar dia tak memberitahu pada Anggi siapa Raga dan penyakit Raga. Anggi akan tersakiti lebih dari dia menyakiti Anggi.

"Vigo," panggil Anggi pelan, menuntut jawaban.

"Kurang tahu, dia gak ada kabar soalnya."

Benar yang dikatakan Vigo, Raga tak ada kabar. Anggi saja menelepon nomor Raga tak aktif. Apa cowok itu pindah sekolah dan tak memberitahu ke teman-teman sekelasnya? Apa karena dia pingsan setelah meminjamkan Anggi topinya? Anggi jadi over thinking, bagaimana kalau apa yang dia takutkan benar terjadi. Anggi benar-benar lebai.

"Lo udah lama gak dengar kabar dia? Atau jangan-jangan dia pindah sekolah karena gue udah bisa dia pingsan waktu upacara?"

Vigo menggeleng cepat, bukan itu. Namun, cowok itu jelas tak bisa menceritakan pada Anggi.

***

Ketika jam istirahat tiba, Anggi pun menghampiri Laura, dia berniat untuk mengajak Laura ke kantin bersama. Namun, Vigo tiba-tiba menarik tangannya hingga dia terduduk di bangku Vigo, sementara Vigo duduk di bangku Raga.

Plot Twist (END)Where stories live. Discover now