1 | Si Primadona

2.2K 202 104
                                    

Suasana langit pagi ini cerah dengan embun yang menempel di dedaunan. Terdengar suara mangkuk yang diadu dengan sendok disusul teriakan "Buuuur" dan beberapa kali klakson roti yang mengikutinya. Para wanita rumahan sudah beraktivitas, mulai dari menyapu, memasak, hingga mencuci pakaian yang belum lama direndam deterjen. Namun berbeda dengan seorang remaja laki-laki ini, dia sangat mandiri melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan seorang wanita pun.

Sprei motif kotak-kotak dia rapikan sebelum berangkat sekolah diiringi lagu penyemangat dari band favoritnya yang berasal dari speaker yang diletakkan di atas meja belajarnya. Brilliant Chandra selalu ingat untuk mematikan pendingin ruangan, lampu, dan peralatan elektronik lainnya sebelum berangkat sekolah.

Di tempat lain, seorang cewek sedang memoles pipinya yang halus dan beberapa kali menyapukan highlighter dengan brush khusus pada hidung mancungnya, menghadap standing mirror yang berada di sudut kamar yang serba tosca miliknya. Berbeda dengan Brilliant Chandra, Citra Kusuma sama sekali tidak merapikan daratan tempatnya pulas semalam, melainkan masih bingung menentukan parfum apa yang akan digunakan hari ini, karena dirinya akan dijemput pangeran hatinya, Bri.

"By, aku udah siap, nih. Cepet jemput, ya!" ucap Citra via panggilan suara. Padahal aslinya rambutnya belum kering total.

"Oke, By. Aku bakal nyampe dalam waktu lima detik," jawab Bri dengan intonasi menggoda.

"Ah! Kamu mah bercanda, By. Aku enggak sabar nih ketemu kamu," sambung Citra dengan manja sambil mencari sesuatu di atas meja riasnya.

"Kangen banget nih kayaknya sama aku," kata Bri dengan bangga.

"Baaaanget!" jawab Citra dengan nada yang paling menggemaskan.

Obrolan gemas itu tidak berlangsung lama karena seseorang memanggil dari ruang makan rumah Citra. Orang itu adalah Bi Jum, pengasuh Citra dari kecil hingga saat ini kelas XII di SMA Wira Satya yang sedang memakai daster motif bunga berwarna jingga. Mendengarnya, Citra langsung ke luar kamar dan menuruni anak tangga tanpa melihat. Lukisan keluarga yang berada di dinding lah yang seakan mengawasi langkahnya yang cepat.

Di meja makan sudah tersedia roti panggang, sosis, telur mata sapi, dan segelas susu. Citra sama sekali tidak menyentuh makanan itu dan terus siaga dengan ponselnya, berjaga-jaga apabila Baby Bri sudah sampai. Bi Jum menyampaikan bahwa Tuan Narendra tidak sempat pulang, langsung terbang lagi ke Surabaya dan, "Katanya udah ditransfer, Non."

"Nah itu yang penting, Bi," Jawab Citra dengan senyuman yang lebar. "Oiya, Bi, Bibi liat case handphone aku yang gambar alpukat enggak, sih? Aku cariin kok enggak ada, ya?"

"Yang warna ijo?" tanya Bi Jum paham.

"Bukan ijo, Ih! Tosca. Jangan disamain, Bi!" jawab Citra agak jengkel.

"Ah, Bibi mah bilangnya ijo. Kemarin bibi lihat waktu beresin kamar. Bibi cari dulu, ya. Non Citra makan sarapannya dong! Bibi udah masak dari subuh loh itu," lanjut Bi jum sembari jalan mendekati tangga.

"Mana ada, Bi. Masak ginian doang masa dari subuh! Lucu nih Bi Jum," kata Citra seraya membuka ponselnya lagi.

Semangat Bri Pagi ini sangat berapi-api, terbukti dari waktu yang baru menunjukkan pukul 06:13 dan dirinya sudah siap berangkat sekolah dengan kemeja flanel biru kesukaannya. Badan tingginya dipadu dengan rambut model undercut tanpa pomade membuatnya terlihat sangat segar dan siap untuk berangkat sekolah. Namun rasa semangat itu hilang ketika Bri membuka tudung saji yang ternyata kosong. Remaja yang seragambya tidak dimasukkan ke dalan celana sekolahnya ini pun langsung mengeluh kepada Mahesa yang sedang menelepon entah dengan siapa, dan hal yang lebih menjengkelkan adalah gerakan tangan Mahesa yang mengisyaratkan Bri untuk diam.

BRILLIANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang