15

648 145 17
                                    

Note : Sambil dengerin tak ingin usai ya gais. Biar feel-nya dapat. Lagi kangen kalian, haha bom vote sama komen boleh kali. Siapa tahu nanti diupdate lagi.

.

.

Prang

Anne menjatuhkan ponselnya disaat dia mendengar kegaduhan sekaligus samar-samar suara ambulance dari balik sambungan. Tubuh Anne telak terhuyung ke belakang. Tangannya bertumpu pada dinding. Sayangnya, akal sehatnya kembali menolak guna percaya saat Jake masuk ke ruangan gantinya; salah satu kamar hotel di tempat pesta pernikahan akan Anne lakukan.  Jake melangkah pelan dan maniknya berkaca-kaca.

Dia menyambar remote TV, kontan memutar saluran berita.

Breaking News

Kecelakaan maut beruntun terjadi di KM 45. Truk dengan rem blong telah tabrak lima mobil serta tiga sepeda motor.

Sebelas orang meninggal ditempat.

Netra Anne memanas, Anne geleng kepala sembari berteriak disaat dia melihat salah satu plat mobil korban yang adalah milik Veeno.

"VEENO... HIKS, VEENO."

Seketika Anne histeris, dia meremat rambutnya. Tidak peduli dandanan yang sudah siap ataupun make up luntur sebab sekarang dia masih tak mampu berkata-kata.

"ARGH, HIKS, HIKS... NGGAK JAKE, ITU NGGAK MUNGKIN! ITU BUKAN VEENO." Teriak Anne.

Jake berusaha menenangkan sang kakak. Namun, Anne terlanjur tidak bisa tenang. Bunda di luar bergegas masuk dan membantu tenangkan wanita itu.

Bunda merengkuh Anne, mengusap pucuk kepala putrinya.

"Sayang Tenang dulu, tenang." Lirih bunda pelan.

"Anne mau ke rumah sakit sekarang. Veeno pasti masih hidup." Anne pun mendongak. Netranya berbinar pilu. Tangannya meremat gaun.

"Tolong, tolong anter Anne, bunda."

"Sayang, semua tamu udah dateng. Kamu nggak mungkin meninggalkan pelaminan ini. Saat kamu putuskan meninggalkan pelaminan ini, semua akan berubah Anne. Biar Jake yang ke rumah sakit memastikan kondisi Veeno—"

Lantunan vokal pilu menginterupsi. Anne menggeleng. "Bun, Veeno tadi bahkan menelfon Anne buat pamit. Dia bilang dia kangen Daven. Bunda, apa artinya itu? Anne nggak mau bu kehilangan lagi."

Kedua hasta Anne terangkat ke atas, menangkup wajahnya. Membiarkan isakan tangis menggetarkan pundak disemenjana hatinya yang bagaikan tersapu gelombang badai yang telah menyapu seluruh kewarasannya.

Dia menatap lekat bunda, sangat berharap agar bunda bisa memberi bantuan. "Bunda,"

"Bisakah James berbicara berdua dengan Anne."

Tiga orang di dalam ruangan itupun menoleh ke sumber suara. Anne tak lama berdiri, menatap lurus James di ambang pintu. Bunda dan Jake turut berdiri, mengambil langkah menjauh dari sepasang calon suami istri itu.

Sedang James melirik ke belakang, memastikan Bunda dan Jake sudah keluar. Lelaki dengan setelan tuxedo putih itu melangkah mendekat. Dia berhenti tepat di depan Anne. Satu senyuman berat dia lukiskan seraya menyelipkan surai Anne.

Jemari James mengusap air mata Anne. Dia mendongak sesaat lekas berujar.

"Aku pengen jadi suamimu bukan karena kasihan. Tapi aku cinta sama kamu. Kalau aku bilang, cintaku ini melebihi sahabat, apa bakal percaya Ne?"  Tanya James membuat Anne membeku.

Paradigma[✓]Where stories live. Discover now