06

714 160 29
                                    

Flashback
Seminggu Sebelum Menikah

Anne terkekeh melihat Veeno yang sedang kesusahan. Sedang Veeno menggerutu. "Kondomnya kekecilan Ne." Dia menoleh pada Anne yang duduk ditepi ranjang.

"Ya kamu kok bisa beli kekecilan? Biasanya nggak kan?" Tanya Anne.

Kepala Veeno menggeleng. "Tadi di minimarket aku ambil sembarangan deh." Wajahnya terlihat kesal. Veeno menggaruk kepalanya sedang tawa Anne mengeras.

"Ya gausah pakai. Keluar di luar aja nanti Veen." Kata Anne.

Mereka akhirnya melakukan tanpa pengaman. Terhanyut dalam menit menit panas. Cucuran keringat telak basahi tubuh mereka. Terhitung dari satu tahun yang lalu, diakhir masa SMA, mereka itu sering melakukan hubungan ranjang atas keinginan masing-masing.

Bunyi ranjang berdecit, suara desau menggema di kamar hotel itu, Anne dan Veeno tidak terkendali sampai...

BRAK. Pintu dibanting, Anne serta Veeno membelalak. Peraduannya berhenti saat mendengar teriakan bunda Shinta yang memergoki sang putri tengah main gila dengan Veeno diatasnya.

Veeno langsung melepas pusatnya, menarik selimut untuk menutupinya dan Anne. "Bunda," lirih Anne duduk bersembunyi dibelakang bahu sang kekasih.

Sementara Shinta sudah bercucuran air mata. "Annersinta Faradira! Apa yang kamu pikirin nak." Bruk.. Tubuh bunda ambruk, dia menangis larat.

Sedangkan Anne langsung punguti pakaiannya dan menghampiri bunda tercinta.

"Bunda maafin Anne, bunda, bunda, Anne minta maaf." Anne bersujud di depan bunda.

Veeno yang langsung berpakaian, melakukan hal yang sama. "Tante bukan salah Anne. Salah saya tante. Tolong tante maafin Anne."

Shinta memejamkan matanya. Dia mendongak tidak kuasa. Sebelum Veeno kembali berkata, "Saya akan nikahin Anne, tante. Saya janji saya akan tanggung jawab. Saya pastiin bisa bahagiakan Anne."

Flashback End

Bunda shinta menatap langit malam sembari memikirkan Anne. Dirinya menyeka air mata saat Jake datang menghampirinya di balkon. "Bunda lagi mikirin mbak Anne?" Tanyanya Jake mengusap pundak bunda. Dia paham betul kalau bunda merenung dibalkon sendirian begini hanya ada dua opsi.

Rindu papa atau kepikiran nasibnya sang putri yang malang.

Shinta menarik nafasnya panjang.

"Bunda cuma, keinget pesan papa kamu sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. Bahagiakan Anne, Shin, anak kita sudah terlalu banyak menderita serta menangis."  Jawab bunda, dia mengimbuhkan.

"Bunda nggak tahu Jake, bagaimana caranya biar luka-luka mbakmu itu benar-benar sembuh. Bunda dengar  perbincangan kamu sama mbakmu beberapa bulan yang lalu." Bahunya bunda bergetar.

Tangan Jake menggandeng lengan bunda. "Walaupun sulit bagi Jake bilang ini, tapi sedari dulu bahagia mbak Anne cuma mas Veeno, dua orang itu sejatinya saling terluka satu sama lain, bunda. Keduanya saling mencintai, tetapi luka lain yang lebih menyakitkan malahan ditorehkan mas Veeno pada mbak Anne di semenjana mereka yang harusnya saling menyembuhkan." Lirih Jake.

"Dan mbak Anne terlalu terbelenggu masa lalu sampai nggak menyadari presensi mas James yang selalu ada buat dia. Hidup mbak Anne memang rumit bun, belum lagi Sena yang kini memaksakan kehendaknya supaya mbak Anne kembali lagi sama mas Veeno tanpa tahu lika liku apa yang sudah mamanya hadapi sampai di titik ini." Nafas Jake terdengar larat.

Dia mengusap-usap pundak bunda. Menyalurkan ketenangan agar sang bunda tak terlalu banyak pikiran apa lagi dikala mbak Anne mati-matian menahan lukanya di depan bunda demi tidak membuat bundanya itu kepikiran.

Paradigma[✓]Where stories live. Discover now