03

870 195 70
                                    

"Jadi meja saya?" Veeno masuk ke ruang divisi pemasaran berbareng dengan Anne dan Rena. Anne lebih memilih berjalan dibelakang serta Rena di samping manager mereka yang baru.

Semua anak-anak divisi pemasaran menunduk memberi salam kepada Veeno.

Sedang Rena berkata, "Oh meja bapak gak disini, tapi diruang itu sama wakil managernya. "

Rena lantas menunjuk ruang dalam ruangan itu alias ruang dengan kaca buram di sudut ruangan.

"Di sana? Kepisah sama anak-anak lain?" Tanya Veeno diangguki oleh Rena. "Wakil managernya siapa Re, kamu?"

Rena menggeleng, berhenti kontan berjalan mundur dan mendorong bu Anne lebih dekat. "Bukan pak, tapi bu Anne."

Anne memalingkan pandang, beda respon dengan Veeno yang menatap nanar. Dia berharap Anne tak hanya diam membisu seperti ini. Sungguh, dia bahkan tak tahu kalau Anne ada dibagian divisi pemasaran. Ini bukan kesengajaan. Veeno tidak sekalipun merencanakan hal ini.

"Okay, nice to meet you, bu Anne."
Tangan Veeno terulur kepada Anne.

Namun sang empu masih menatap ragu uluran tangan itu. Karena Anne harus profesional, dia mengangkat tangannya. Mempertemukan hasta miliknya dengan Veeno.

Vokal Anne bergetar. "Nice to meet to you too, pak Veeno."

Andaikan Anne tahu, Veeno sangat ingin memeluk wanita itu. Mendekap erat dan meminta maaf atas segala kebodohan masalalunya. Veeno tak kuasa melihat kontur tidak pedulinya Anne. Bagaimana wanita itu enggan menatapnya lama-lama. Seakan dia begitu membenci kehadiran dirinya di sini. Veeno merasa dadanya kian berdenyut nyeri.

Sosok itu, segalanya masih sama.

Bibir mungil, netra cantiknya serta parasnya yang ayu. Veeno tak akan pernah lupa bahwa presensi yang ada didepannya ini pernah merajut kisah bersama. Pernah menyulam bahagia yang sayang Veeno telah hancurkan dengan tangan sendiri.

Denting waktu berjalan, di ruangan yang hanya terisi oleh Veeno serta Anne, suasananya mendadak sunyi.

Detak dari jam dinding satu-satunya yang mengisi. Tidak ada konversasi.  Masing-masing dari mereka terlalu sibuk sendiri ; dengan berkas berkas yang memang harus diteliti.

Anne tak menyadari, Veeno  melirik gerak-geriknya wanita itu diam-diam. Mengulum bibir menahan keinginan bersimpuh dikaki Anne. Kendati dia yakin sebelum sempat itu dilakukan, Anne pasti menendangnya menjauh dalam sekejap mata.

"Pak Veeno," Suara Anne akhirnya mengudara.

Wanita itu meneguk kasar ludahnya. Mendongak tatap sang atasan yang mejanya tidak jauh dari miliknya. Dia
berdiri, ambil map lantas melangkah mendekat pada pria itu.

"Ini beberapa hal penting yang saya kira anda perlu tahu. Semua tentang divisi pemasaran kita, klien, cabang dan semuanya. Anda bisa meminta bantuan saya kapan saja." Katanya langsung berbalik.

Sayang, Veeno menahan tangannya. Relung hati bagai dicabik-cabik saat Anne berlagak bak orang asing pada dirinya.

Mereka pernah begitu dekat, kenapa semua seperti ini? Apakah ini yang semestinya Veeno tuai?

Anne yang berpura-pura tidak kenal atau memang menjaga profesional dalam lingkup kerja?

"Ya? Ada yang bisa saya bantu pak?" Mulut Anne terasa berat, dia kontan menarik tangannya. "Meja saya ada di depan anda kalau anda memang butuh sesuatu."

Kepala Veeno menggeleng. "Anne, apakah tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya Ne?"

Bibir Anne kelu, "Maaf, tapi apakah yang anda katakan? Saya adalah wakil manager anda dan anda itu atasan saya. Maka saya berharap anda profesional, bapak manager pemasaran, Veeno Rahardyanto."

Paradigma[✓]Where stories live. Discover now