14

596 150 24
                                    

Pada utas-utas lara yang menemani perjalanan hidup Veeno, tak pernah ada yang sesakit sekarang ini. Disaat dia harus menyaksikan sendiri orang yang dia cintai akan menikah dalam kurun waktu sehari lagi. Veeno tidak tahu bagaimana mengobati luka itu, atau dengan cara apa dia membuat Anne percaya bahwa tak pernah dia berselingkuh. Sayang sekali, Veeno berulangkali mendatangi Anne dan bertanya perihal foto apa yang Anne maksudkan, tetapi Anne sekonyong konyong menutup rapat memori itu dan terus menghindarinya.

"Papa," Pada menit kedua, suara dari Sena membuat Veeno buyar. Lelaki itu menatap sang putra didepannya.

Sena memegang sendok makannya sedang tatapannya terpatri kepada Veeno.

"Kok makanannya dari tadi di uber doang? Papa kenapa?" Tanya Sena penasaran.

Memang mereka sedang berada di luar dengan dalihnya menghabiskan waktu bersama. Sekaligus hiburan bagi Veeno sebab besok Veeno akan melihat wanita yang dia cintai nikah dengan pria lain. Oh salah, James itu bukan orang lain, melainkan sesosok yang selalu ada untuk Anne. Veeno meraup nafas kasar. Meletakkan lagi sendok, mendongak menatap pada Sena.

"Papa hanya memikirkan sesuatu— hm urusan pekerjaan." Kata Veeno beralibi. Dia buru-buru suapkan nasi ke dalam mulut. Mengunyah dengan berat.

"Andai waktu bisa diputar, ada satu hal yang ingin Sena minta ke Tuhan."

Mendadak Sena bergumam. Telak membuat Veeno menatap bingung pada anaknya.

"Apa maksud Sena? Memang apa?"

Air mata Sena mulai mengalir. Tidak lama dia menunduk. "Semoga papa dan mama tak akan pernah bertemu jadi kalian tak akan pernah menikah, pa."

Deg. Veeno menegakkan tubuh dan menatap sendu. Alisnya bertautan, dia mengulurkan tangan genggam hasta mungil Sena.

"Kenapa Sena bilang begitu? Kalau papa dan juga mama nggak pernah ketemu...

"Sena dan kak Daven nggak akan pernah lahir." Sena memenggal kata kata Veeno hingga sukses membuat Veeno membuka mulut lebar. Veeno terkesiap sebab Sena tahu tentang Daven. Baru saja lelaki itu ingin buka suara, tapi Sena lebih dahulu imbuh kalimat.

"Udah dari lama Sena tahu, pertama baca diary-nya mama. Di saat itulah Sena menemukan foto papa. Sena diam sampai detik ini karena mama sudah terlalu banyak terluka. Tetapi sekarang Sena kembali melihat luka yang lebih menyakitkan milik papa."

Tangis Veeno pecah, dia menangkup wajahnya. Membiarkan isakan tangis menyelimutinya, mutlak tidak peduli tatapan para pengunjung restoran tempat dia dan Sena berada.

Veeno merasa sangatlah kesakitan sekarang. Belum lagi harapan Sena agar tidak pernah terlahir ke dunia.

"Sena,"

"Sena ikhlas nggak pernah terlahir ke dunia asalkan papa serta mama  bahagia dengan jalan hidup kalian masing-masing. Tanpa saling sakit menyakiti atau bahkan menangisi satu sama lain." Jelas Sena semakin membuat Veeno tersedu-sedu.

Sedang Sena mengangkat tangan, menurunkan hasta kekarnya papa, melihat wajah lelah itu.

"Sena, papa minta maaf. Mungkin sudah terlalu sering papa bilang maaf. Namun Sena dan kak Daven adalah permata bagi papa. Kalau papa bisa memutar lagi waktu dan dihadapkan pilihan hidup bahagia tapi tidak pernah memiliki kamu atau hidup menyakitkan tapi ada eksistensi kamu, papa lebih pilih opsi kedua."

Sena berdiri, berjalan mengitar ke arah papa dan memeluknya. Sena memeluk erat papa seakan akan dia enggan melepaskannya.

"Sena, mau ikut papa, tinggal sama papa." Lirih Sena parau.

Paradigma[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang