04

759 184 44
                                    

Anne menatap sayu pada rintik rintik hujan yang turun dari langit. Dirinya masih berdiri di depan kantor sebab hari ini tidak naik mobil sendiri. Baru kemarin mobil Anne masuk bengkel karena satu dan lain hal. Oleh sebab itu pagi tadi dia nebeng bunda yang berangkat ke rumah sakit.

Bundanya Anne dan Jake memang dokter di salah rumah sakit umum di Jakarta. Sedang papanya Anne telah kembali dalam pelukan bentala satu tahun lalu karena serangan jantung.

Hanya tinggal Bunda, Jake, beserta Anne. Ditambah Sena pastinya, tapi Anne tinggal sendiri di perumahan semi elit, terletak di jantung kota.

Tidak lama, seseorang keluar serta berdiri disamping Anne. Kepalanya mendongak ke atas memandang ke antariksa yang menumpahkan bulir tirta dari awan hitam. Dia menoleh ke Anne, mengulum senyuman ragu kendati sang empu bahkan tak sama sekali memedulikan keberadaannya.

Sudah dua bulan mereka berada di satu atap kantor yang sama, tetapi tidak ada konversasi apapun yang menyinggung masa lalu. Di kantor mereka rekan, diluar menjadi lebih asing. Veeno hanya bisa menjalani hari-hari dalam beban pikiran yang mengawut-awutkan perasaan. Dia ingin meminta Anne berbicara dari hati ke hati. Namun, menarik Anne ke dalam perbincangan hanya buat Veeno semakin tidak karuan sebab wanita itu bagai patung tanpa nyawa saat bersamanya.

Veeno memasukkan kedua tangan ke saku celana. Dia menarik nafas berat sebelum menyerongkan badan menghadap Anne. "Anne, apa kamu masih inget? Dulu kita sering banget hujan-hujan. Kamu suka hujan, kamu pernah narik aku kehalaman sekolah kita sekadar buat hujan-hujanan Ne."

"Terus kita dimarahin Bu Andin, kata beliau kita bikin keramik basah kena tetesan air hujan dari baju kita." Ada getir dalam kalimat Veeno. Bibirnya terasa kelu. Pelupuk Veeno seketika memanas. Dia melebarkan pupilnya untuk menahan sesuatu yang ingin keluar dari netranya.

Sedangkan Anne hanya memandang lurus ke depan. Memejamkan mata seraya meremat tangannya.

Flashback
Beberapa Tahun Lalu
Semasa Pacaran

"Veeno, ayo hujan-hujan." Tangannya Anne menarik-narik hastanya Veeno.

Dia mengerucutkan bibir saat sang empu menggeleng. "Ih kenapa, takut basah? Besokkan nggak dipakai tuh seragamnya. Ayolah!"

Keduanya berada di bangku depan kelas. Bel pulang sekolah berdering dari tadi, tetapi memang keduanya masih setia di sekolahan. Bukannya terlalu cinta pada sekolah, itu sebab Veeno ke sekolah membawa motor, bukan mobil dan mantel lupa bawa padahal masuk musim hujan.

Mereka itu hanya sedang berteduh. 

Veeno mencubit hidung Anne, "Ne, nanti sakit. Kalau kamu sakit nanti aku sedih." Jawab Veeno memilih memakan coklat batangnya. Tidak lupa dia menyuapi Anne.

Empunya terkekeh. "Imun tubuh aku kebal kali. Air hujan mah nggak ada apa-apanya." Menarik Veeno supaya berdiri dan dia langsung melangkah ke halaman sekolah.

"Anne, kamu tuh bandel banget ya." Gerutunya Veeno sembari dia kecup pipi Anne.

Veeno spontan mendongak ke atas membiarkan bulir hujan dari langit menerpa wajahnya. Pandangannya terpatri pada Anne di hadapannya sepersekon kemudian.

Jemari Veeno merapikan rambutnya Anne yang tergerai basah. "Kenapa kamu suka hujan?"

Anne tersenyum, merapatkan jemari bertaut dengan telapak Veeno. "Itu karena hari pertamaku kenal sama kamu, Jakarta lagi hujan deras. Em satu tahun yang lalu? Waktu kamu ngajak kenalan aku. Terus aku juga inget kala itu kamu minjemin jaket kamu buat mayungin aku sampai mobil charter pemandu sorak. Aku suka hujan sejak itu." Jelasnya Anne.

Kendati hujan menyamarkan rona wajah Veeno, tetapi pipinya mutlak memerah. Dia menimpali.

"Jadi ini karena aku? Alasan kamu sesuka itu sama hujan?"

Paradigma[✓]Where stories live. Discover now