Rasa penasarannya masih belum terpuaskan. Sri bergegas ke dapur, sambil menebak-nebak, mungkin saja Aji sedang memasak sesuatu malam-malam begini. Mungkin ia sedang membuat mi instan? Menyeduh kopi? Bukan hal yang mustahil mengingat perubahannya belakangan ini. Namun dapur juga kosong, hanya ada tumpukan piring dan gelas di sebelah wastafel yang sudah dicuci bersih dan sedang menunggu kering.

Rumah kontrakan itu bukanlah rumah yang luas. Bila seseorang tidak berada di kamar tidur, dapur, dan kamar mandi, berarti ia memang tidak berada di rumah itu. Ia berjalan ke ruang depan, lalu ke pintu depan, mencoba memutar gagangnya yang terbuat dari besi. Jantungnya terasa berhenti ketika ia menyadari bahwa ternyata pintu itu terkunci. Ia memeriksa lubang kunci di hadapannya. Tidak ada yang menggantung di sana. Kunci pintu itu biasanya dibiarkan menggantung setiap malam. Jika tidak ada di sana, berarti pintu itu dikunci dari luar.

Masih tidak percaya, ia menyalakan lampu ruang tamu, kemudian memeriksa meja, bagian atas televisi, dan setiap sudut ruangan. Ia tidak menemukan sebatang kunci pun. Dengan sedikit panik, ia berusaha membuka pintu itu dengan paksa, tapi sama sekali tak membuahkan hasil. Pintu itu benar-benar dikunci dari luar, dan karena itu adalah satu-satunya pintu keluar di rumahnya, dengan kata lain, Sri terkurung di dalam rumah.

Ke mana perginya sang suami? Ditariknya pintu itu sekuat tenaga, tapi ia tetap bergeming. Pintu itu terbuat dari kayu yang cukup berat, kayu antik yang sebenarnya lumayan mewah untuk rumah tua seperti itu. Mungkin Aji mengurung dirinya karena kesal. Mungkin ada tingkah lakunya yang membuat ia tersinggung. Mungkin ia pergi ke suatu tempat dan melakukan hal-hal yang tak boleh diketahui istrinya.

Mungkin Aji berselingkuh, pergi ke rumah perempuan simpanannya dan menggilirnya—sesaat setelah tidur dengan istrinya yang sah. Ya, Sri pernah membaca (lagi-lagi dari tautan artikel di laman Facebook) bahwa salah satu ciri laki-laki yang sedang berselingkuh adalah perubahan sikap yang mendadak. Rasa bersalah yang lahir dari aktivitas perselingkuhan akan mendorong laki-laki untuk bersikap lebih manis dan lebih memanjakan sang istri. Namun karena perubahan itu tidak terjadi secara alami, sikapnya menjadi berlebihan, terkesan aneh dan mencurigakan. Mirip sekali dengan perubahan sikap Aji. 

Ia mencoba merunut-runut. Siang hari, Aji bekerja. Malam hari, ia mengunjungi selingkuhannya. Mungkin ada hubungan antara pekerjaan barunya dan perempuan simpanan itu. Jangan-jangan suaminya itu menjadi gigolo demi menafkahi dirinya? Sri merasa pusing memikirkan kemungkinan gila itu.

Ia pun mencoba berpikir positif. Mungkin, pikir Sri sambil menenangkan diri, Aji memang tidak punya pilihan selain mengunci pintu dari luar. Ia tidak mau membangunkan dirinya yang sedang tertidur lelap, dan ia juga tidak mungkin membiarkan pintu rumah tidak terkunci pada pukul dua dini hari. Dalam khayalannya, ia membayangkan Aji mengecup keningnya saat ia sedang tidur, tidak tega membangunkannya yang sedang pulas mendengkur, kemudian pergi ke luar rumah dengan berjingkat-jingkat. Pergi ke mana? Bekerja. Mengingat banyaknya makanan mahal dan benda-benda mewah yang ia bawa ke rumah dalam beberapa hari ini demi memanjakan istrinya, kemungkinan ia harus bekerja tambahan di malam hari.

Entah dugaan mana yang lebih masuk akal. Sri menggeser gorden, kemudian melongok ke teras lewat jendela. Tidak ada yang berubah. Pot tanaman masih di tempatnya semula, kursi tidak bergeser sesenti pun, dan tidak ada jejak kaki yang membekas di lantai. Satu-satunya yang bergerak hanyalah daun-daun yang ditiup angin malam, seolah Aji menghilang dibawa olehnya.Ia menyalakan televisi, sekadar untuk menghilangkan perasaan sunyi. Sejak kecil, setiap kali ia ditinggal sendirian di rumah dan merasa ketakutan, ia akan menyalakan televisi atau radio. Pada suara televisi dan radio, ada semacam ilusi yang sanggup melenyapkan rasa kesepian, seolah ada manusia-manusia lain yang tinggal bersamanya dan menemaninya. Selain itu, suara televisi juga mengalihkan telinganya dari mendengarkan suara-suara halus seperti desiran angin atau tetesan air di kamar mandi. Ia memeriksa semua saluran televisi, tapi yang ada hanyalah film tempo dulu dan siaran pertandingan sepak bola.

Sepak bola. Terbersit dalam benaknya bahwa Aji mungkin sedang pergi mengikuti acara nonton bareng pertandingan sepak bola di suatu tempat di luar sana. Dulu, suaminya itu sering menonton pertandingan bersama-sama di rumah Pak RT atau di warkop Bang Sukur yang buka hingga pagi. Namun, semenjak ia kehilangan pekerjaan, ia selalu menonton sendirian di rumah. Sekarang, siapa tahu kebiasaan lamanya itu sudah kembali?

Dua kesebelasan yang tak dikenalnya berlarian di tengah lapangan hijau. Mungkin itu liga Inggris, sebab komentatornya berbicara dalam bahasa Inggris. Sri sudah berusaha untuk menyukai sepak bola. Memang, sebagai perempuan ia tidak merasa wajib menyukai sepak bola, tapi ia pernah berpikir bahwa apabila ia dan suaminya menyukai satu kegemaran yang sama, mungkin hubungan mereka akan menjadi lebih hangat.  Lagipula, perempuan yang menyukai hal-hal yang "kelelaki-lelakian" sering dianggap lebih menyenangkan oleh kaum Adam. Seperti Tia, teman kerjanya, yang hobi menonton sepak bola dan film action. Perempuan yang usianya lebih muda darinya dan agak tomboi itu memiliki banyak teman laki-laki dan pergaulannya jauh lebih luas. Namun Sri mengurungkan keinginan itu karena ia tahu Aji tak akan menyukainya. Aji tidak suka perempuan yang tomboi. Tomboi itu menyalahi kodrat. Perempuan itu harus lemah lembut, penyayang, pelayan. Entah apakah Aji masih memegang prinsip seperti itu sekarang.

Sesekali di tengah racauan komentator sepak bola, Sri menatap ke luar jendela, menunggu ada sesosok bayangan yang lewat di balik kaca berterali besi itu dan membukakan pintu rumah. Bukan berarti ia ingin segera pergi ke luar rumah. Ia tidak ingin pergi ke mana-mana, tidak pada jam segini. Ia hanya ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang tidak dikurung di dalam rumah oleh suaminya sendiri.

Bayangan itu tak juga muncul. Ia melirik jam dinding, ternyata sudah pukul tiga pagi. Dalam kepalanya sempat terlintas niat untuk mandi junub dan menunaikan salat malam, tapi sebelum niat itu terlaksana, matanya sudah menjadi terlalu berat. Ia tidak tahu lagi batasan antara tidur dan terjaga, sebab lama-kelamaan suara televisi menjadi semakin kabur dan memudar menjadi gumaman-gumaman tidak jelas. Kurang dari setengah jam kemudian, ia sudah terlelap di atas lantai.

Samar-samar, Sri dapat mendengar suara pintu yang berderik terbuka. Ada langkah kaki yang pelan-pelan mendekatinya, kemudian tubuhnya diangkat dan dibawa pergi.

Pertanyaan Paling AnehWhere stories live. Discover now