𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝟐𝟔

9 1 0
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

🌙🌙🌙

Aku merentangkan kedua tanganku ke udara dan menghirup udara dengan mata terpejam. Hari ini adalah hari terbaik dalam hidupku. Begitu aku membuka mata, tampaklah danau indah nan damai di depan sana.

Untuk sesaat aku melupakan keberadaan Alfa di sini. Sepulang dari rumah tadi, aku memintanya agar mengajakku ke danau. Aku rindu tempat ini. Aku membalikkan badan dan melihat Alfa tengah mengamatiku di bangku bawah pohon.

Lantas aku menghampirinya karena merasa bersalah sudah mengabaikannya. Aku tersenyum simpul lalu duduk di sebelahnya. "Maaf, Al."

"Buat?"

"Keasyikkan di sana sampe lupa sama kamu," kekehku sambil menunjuk ke arah danau.

Dia ikut terkekeh, "Gak papa, Lun."

"Kamu lagi bahagia, ya?" tanyanya. Aku meliriknya lalu mengusap hidungku yang terasa gatal. "Kelihatan, ya?"

"Banget."

"Yang bener, Al?"

Alfa mengangguk dua kali, "Iya. Sejak kamu pulang dari rumah Om Fajar sampe di sini, senyum kamu muncul terus, Lun."

Mendengar itu aku jadi tersenyum geli. Alfa ternyata memperhatikan gerak-gerikku. "Mm, orang tuaku mau rujuk, Al."

"SERIUS, LUN?!"

Aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya.

GRAP

Aku terdiam kaku saat Alfa tiba-tiba memelukku. Mataku sampai tidak berkedip dengan mulut menganga. Aku kaget dengan responnya yang bisa dibilang bukan dia sekali.

"Keinginan kamu terkabul, Lun," ucapnya di dalam dekapan.

Aku bingung bagaimana menanggapinya. Haruskah aku memeluknya juga? Aku terus menaik-turunkan tanganku beberapa kali karena ragu. Namun pada akhirnya aku mendekap tubuhnya dengan kedua tanganku. Iya, aku memeluk Alfa dengan perasaan tidak karuan dan juga ... berdebar.

"Iㅡiya."

Aku merasakan tubuh Alfa menegang sesaat ketika aku membalas pelukannya. Sempat terpikir di benakku jika perbuatanku ini salah, tapi ternyata tidak. Alfa malah mengeratkan pelukan dan menaruh kepalanya di bahuku.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain tersenyum dalam diam. Perasaan aman dan nyaman kini menyeruak masuk ke dalam relung hatiku. Semuanya karena Alfa.

"Akhirnya," gumamnya.

"Hm." Aku menerawang ingatanku. "Aku juga gak nyangka kalo orang tuaku bakalan rujuk demi aku, Al."

Alfa menjauhkan tubuhnya dan aku pun melakukan hal yang sama. Dia menggaruk tengkuknya, "Tapi, Lun. Bukan itu yang aku maksud."

"Eh? Terus apa?"

"Nggak, lupain aja."

Aku mendengus kasar. Selalu saja begitu jika aku menuntut penjelasan lebih darinya. Aku jadi merasa kesal sendiri.

"Al." Dia melirikku dengan gumaman pelan. "Kenapa sih kalo aku tanya, pasti kamu jawabnya kayak tadi?" protesku.

"Kayak tadi gimana?"

Aku berdecak, "Nggak, lupain aja," jawabku sambil menirukan nada bicaranya.

Dia malah tertawa renyah saat aku sedang kesal kepadanya. Alfa benar-benar bukan tipe orang yang serius.

"Jangan ketawa. Gak lucu, Al."

"Maaf, Lun."

Saat meminta maaf pun dia masih tertawa kecil. Aku membuang muka ke depan.

"Setelah dipikir-pikir, ini saatnya kamu tau, Lun," celetuknya setelah lama terdiam. Aku kembali meliriknya karena tertarik dengan obrolannya. "Tau soal apa?"

"Aku."

Alfa menatap kedua mataku intens. Aku mendadak gusar ketika dia mengatakannya dengan serius, tidak ada guruan di dalamnya. Raut wajah yang ditunjukkannya pun tak kalah serius dan juga datar.

"Luna."

"Hㅡhm?"

"Dean pernah bilang kalo aku sayang sama kamu. Kamu percaya apa enggak?"

Aku menggeleng, "Enggak. Kan udah pernah aku jawab, Al."

"Kalo aku sendiri yang bilang itu? Kamu percaya apa enggak, Lun?"

"Bilang apa?" tanyaku was-was.

"Aku sayang kamu."

DEG

Tubuhku jadi panas-dingin saat dia membahas soal ini lagi. Jantungku bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Padahal Alfa hanya bertanya, bukan bermaksud lebih.

Aku tertawa kikuk, "Enggak juga. Dosa kalo percaya sama kamu."

Dia menggangguk kemudian merogoh sesuatu di dalam saku jasnya. Aku tidak tau dia sedang mengambil apa, namun hal itu mampu membuatku penasaran.

"Setelah lihat ini, apa kamu bakalan tetep gak percaya?"

Mataku melebar. Aku menatap Alfa tidak percaya. Bagaimana bisa kalungku yang hilang lebih dari setahun itu kini berada dalam genggamannya. Keadaan kalung itu masih sama persis seperti terakhir kali aku melihatnya sebelum hilang.

Aku mengambil kalung itu, "Al, kamu ... "

"Iya, aku yang nemuin kalung itu," balasnya dengan tersenyum.

"Tapi, gimana bisa? Kamu nemu ini di mana, Al?"

"Jawab pertanyaan aku dulu, Lun. Setelah lihat itu, apa kamu masih tetep gak percaya?" tanya dia.

Aku meremas kalungku saat Alfa kembali melontarkan pertanyaan itu. Pertanyaan yang tidak bisa aku pahami apalagi kujawab.

"Gak tau," jawabku lesu.

"Aku sayang kamu, Luna."

DEG

Aku yakin jika saat ini jantungku sudah jatuh ke bawah. Kepalaku langsung terangkat tanpa ragu. "Eㅡeh?"

"Aku sayang kamu, Lun," ulangnya sambil mengunci tatapanku.

"Kaㅡkamu ... serius?"

"Apa di mataku ada kebohongan, Lun?"

Aku menggeleng lemah, "Enggak."

"Tapi gimana bisa kamu sayang sama aku, Al? Sejak kapan kamu punya perasaan itu?" tanyaku.

"Gimana aku bisa sayang sama kamu dan sejak kapan aku punya perasaan itu, bener?" tanya dia balik.

Sebenarnya agak kesal mendengarnya, namun aku paham jika Alfa bertanya untuk memastikan kembali.

"Iya."

Dia mengangguk sekali, "Besok kita ketemu di sini. Aku bakal cerita semuanya ke kamu, termasuk di mana aku nemu kalung itu."

"Kenapa harus besok? Kenapa ke sininya gak sama-sama aja?" tanyaku bingung dan heran.

Alfa tersenyum tipis, "Pokoknya lakuin aja, Luna."

"Hm," gumamku. "Soal perasaan kamu tadㅡ"

"Jangan jawab sekarang. Besok aja," ucapnya menyela ucapanku.

Lagi-lagi aku menghela nafas panjang. Tak ada cara lain selain menuruti permintaan Alfa.

"Iya."

🌙🌙🌙

Gengsinya dah ilang dan sekarang lagi digas terus sama Alfa wkwk

Segini aja dulu. See you besok. Bye-bye!

ㅡ SKY

𝐋𝐔𝐍𝐀 ( 𝐎𝐍 𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆 )Where stories live. Discover now