𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝟖

10 4 0
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

🌙🌙🌙

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali lalu menggeliat. Keadaan kamar yang gelap membuatku mengernyit bingung. Ingatanku kembali berputar saat beradu mulut dengan Mama.

"Huh," desahku kecil.

Aku beranjak dari tempat tidur menuju saklar lampu berada. Seketika ruang kamarku yang tadinya gelap sekarang berubah menjadi terang. Aku melirik jam dinding yang ada di kamar. Mulutku terjatuh ke bawah, "Hah? Jam tujuh?"

Tanpa babibu lagi, aku berlari sambil mengambil handuk. Aku tidak menyangka bahwa akan tidur selama ini. Padahal besok ada banyak tugas sekolah yang belum aku selesaikan. Ya, aku tipe murid yang mengerjakan tugas sehari sebelum dikumpul.

"Bisa-bisanya," celetukku heran seraya masuk ke dalam kamar mandi dengan buru-buru.

Sekitar lima belas menit, aku sudah keluar dari kamar mandi. Tentunya dengan tubuh yang lebih fresh. Aku membuka pintu kamar pelan dan mengintip keadaan di luar. Kepalaku menyembul seraya menengok sekeliling ruangan. Tidak ada mama di sana.

Aku melangkah menuju ke arah dapur dan duduk di meja makan. Sup ayam buatan mama ada di atas meja beserta surat yang tidak aku ketahui isinya. Aku mengambilnya dan membaca surat itu dalam hati.

Jangan lupa dimakan, ya, Sayang. Kalau udah dingin, kamu hangatin lagi.

Maafin Mama, Air.

"Justru aku yang harusnya minta maaf ke Mama," lirihku.

Sebenarnya aku juga tidak mau hubunganku dengan mama ataupun papa menjadi renggang seperti ini. Namun aku juga tidak bisa menampik fakta bahwa mereka tidak pernah ada untukku.

Saat aku butuh mereka, mereka tidak ada. Saat aku percaya kepada mereka, mereka berbohong. Bahkan saat aku ingin bertemu dengan mereka sekalipun, mereka tidak bisa. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai tidak ada waktu untukku. Entahlah, aku ragu jika mereka memang sibuk bekerja.

Dikarenakan hal itu, kini aku tidak peduli lagi dengan mereka sama seperti mereka tidak mempedulikan aku. Aku membangun duniaku sendiri, tanpa mereka dan tidak perlu ada mereka di dalamnya.

Aku menengadahkan kepalaku saat air mata hendak turun. Aku tidak boleh menangis. Aku tidak boleh lemah. Aku tidak boleh goyah dengan pendirianku.

"Kamu kuat."

TING

Sontak kepalaku menoleh ke arah pintu. Aku mengusap mataku pelan, takutnya ada air mata yang jatuh ke bawah. Aku berdehem pelan agar suaraku tidak serak karena sehabis menangis.

Aku perlahan bangkit dari kursi dan menghampiri pintu. Aku lantas mendengus ketika melihat Alfa ada di luar melalui monitor. Dia tersenyum lebar sama seperti biasanya.

"Luna, buka pintunya. Aku tau kamu di dalem."

Aku menekan tombol lalu berbicara kepadanya. "Apa?" tanyaku tidak minat.

"Bukain dulu makanya. Aku tunggu."

"Dasar pesuruh," dumelku. Aku berjalan dan mendekat ke arah pintu.

KLIK

"Nih," ucapnya sambil menyodorkan sebuah kantong plastik berukuran besar kepadaku. Aku mengernyit heran. Padahal aku baru saja membuka pintu, tapi dia sudah menyodorkan sesuatu yang tidak aku ketahui apa isinya.

"Apa?"

"Gak mau diambil dulu?" tanyanya.

"Apa dulu?" desakku.

"Terima dulu, Luna."

Aku berdecih dan langsung mengambil kantong plastik itu. Tanpa disuruh olehnya aku mengintip isi di dalamnya. "Bento?" beoku seraya melihat ke arahnya.

Alfa mengangguk, "Kamu suka?"

"Buat apa?" balasku bertanya.

"Buat dimakanlah, Luna. Mau buat apalagi emang?"

Oke, sepertinya aku salah bertanya.

"Maksudku, ada acara apa?"

Dia bergumam sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Hm, gak ada acara apa-apa, kok. Cuman anggep aja ini hadiah buat kamu."

"Hadiah?"

"Iya, hadiah karena udah jadi tetangga baruku."

"Tapi aku gak mau jadi tetangga baru kamu," balasku datar.

"Tapi akunya mau, Lun. Gimana, dong?"

Alfa selalu berhasil membuatku kesal setengah mati. Ingin rasanya aku menyumpal mulutnya dengan kaos kaki. "Ngeselin," cibirku.

"Ngeselin tapi ngangenin, kan?" godanya penuh percaya diri.

Aku bergidik ngeri, "Jijik banget."

Bukannya marah, Alfa malah tertawa renyah. Aku juga tidak tau kenapa Alfa suka sekali tersenyum dan tertawa kepadaku meskipun aku berkata buruk kepadanya. Lama-lama aku curiga dengan kadar kewarasannya.

"Iya, aku juga jijik sebenernya," sahutnya setelah tawanya mereda. "Kalo gitu, aku balik dulu. Jangan lupa dimakan bentonya."

"Hm."

Dia mengangguk sekali lalu berbalik badan. Sebelum dia menjangkau kenop pintu, tiba-tiba aku teringat sup ayam buatan mama. "Alfa," panggilku cepat.

Alfa menoleh, "Hm? Ada apa, Lun?"

Sebenarnya aku ragu untuk menawari Alfa. Namun tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Lagipula sayang jika tidak ada yang memakannya.

"Suka sup ayam?" tanyaku.

"Lumayan. Kenapa?" jawabnya.

"Mau?"

Dia kaget, "Hah? Kamu mau masakin aku, ya?"

"Bukan," sahutku cepat.

"Oh, kirain."

"Mau gak?" tanyaku lagi dan diangguki olehnya. "Apapun yang kamu kasih, aku suka, Lun."

Tanpa sadar aku tersenyum kecil. Aku kira Alfa akan menolak tawaranku, ternyata tidak. "Aku hangatin dulu," ucapku lalu berbalik badan.

"Luna."

Aku menoleh, "Kenapa?"

"Jangan senyum kayak tadi, nanti aku suka."

Aku terdiam sejenak. Mataku tidak berkedip selagi memproses maksud perkataannya barusan. "Gak jelas," balasku.

"Tapi aku serius, loh."

"Hm," dehemku. Saat akan kembali masuk ke dalam, lagi-lagi panggilan darinya menghentikan pergerakanku.

"Lun," panggilnya.

"Apa lagi, Al?" tanyaku jengah.

"Kita makan malem bareng, ya."

"Gak mㅡ"

"Ini perintah, Lun. Bukan tawaran. Jadi kamu harus mau," ujarnya memaksa.

"Apaan, sih? Mau makan di mana emang?" tanyaku kesal.

Aku lihat Alfa tengah menahan senyumannya. Menjengkelkan sekali melihatnya seperti itu, seolah-olah dia tengah meledekku.

"Nanti kamu tau sendiri."

Dengan perasaan kesal bercampur emosi, aku langsung masuk ke dalam apartment tanpa menimpali perkataannya.

"Dasar cowok aneh. Pemaksa," dumelku.

🌙🌙🌙

Suka sedih lihat Luna kayak gini. Dipaksa keadaan buat jadi kuat :)

Segini aja dulu. See you besok. Bye-bye!

ㅡ SKY

𝐋𝐔𝐍𝐀 ( 𝐎𝐍 𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆 )Where stories live. Discover now