10 - Hari Lain Bersamanya

81 5 2
                                    

MALAM ini, sebuah mobil BMW putih menembus sepanjang jalan Kuningan. Grey yang berada di balik stir kemudi terlihat begitu santai. Sesekalipandangan mereka bertemu dan Aurora bisa melihat senyumannya.

Kalau nggak ada Grey yang menyaksikan di depan panggung, rasanya seperti ada yang kurang dalam hati Aurora. Mungkin ini hanya perasaannya kalau dia memang ingin memberinya perhatian lebih daripada ketika Milla duduk di sampingnya. Karena hari ini, ia sudah kembali bernyanyi di kafe.

Aurora bersyukur nggak melihat Jonas lagi hari ini. Bayangan wajah jutek laki-laki itu seakan merusak suasana hatinya untuk menyanyi. Duh, kenapa dia jadi muncul di pikiranku? Pikirnya heran. Cepat ia menggeleng kecil dan menghela napasnya, lalu kembali fokus mendengar ucapan Grey tentang beberapa penyanyi yang pernah manggung di kafenya.

Grey memang sosok yang baik dan sangat menarik. Jika ada seribu laki-laki terpilih di depan mataku, sepertinya aku akan tetap memilihnya untuk menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Apa mungkin aku sudah jatuh hati dengan laki-laki ini? Ah, kenapa aku berpikir yang macam-macam? Dia atau keluarganya nggak akan mungkin menerima gadis SMA sepertiku. Apalagi orangtuaku juga sudah nggak ada. Dia layak mendapatkan seseorang yang lebih sepadan daripada gadis biasa sepertiku. Sepertinya aku sudah besar kepala hanya karena dia baik. Aurora cepat menggeleng kecil seraya membuang jauh khayalannya dan kembali diam-diam memerhatikan Grey dari balik jok kursi mewah yang cukup nyaman di pinggangnya ini.

Melihat wajah Grey, Aurora menebak kalau orangtuanya pasti bukan hanya berasal dari Indonesia.

"Aku lahir di Jepang, Ra... Tepatnya di Sapporo. Tapi setahun setelah aku lahir, orangtuaku memutuskan untuk tinggal di Jakarta. Kalau kamu?" sahut Grey memecah keheningan dan sekaligus membuyarkan lamunan Aurora.

Aurora tersentak. Apa dia tahu aku sudah memerhatikannya dari tadi? Pikirnya dalam hati. Ia sudah menahan decak herannya sambil buru-buru berpaling. "Hehe... aku tinggal di Jakarta sejak aku lahir. Tapi cuma Mamaku yang dari Indonesia. Karena Papaku ada keturunan Arab dan Jerman. Makanya kata beberapa yang baru pertama melihatku, mereka sempat mengira aku nggak bisa berbahasa Indonesia," Aurora menjelaskan sambil berusaha menguasai groginya dengan tawa kecilnya. Sungguh. Ia masih sedikit canggung.

"Hahaha... Mungkin mereka benar. Waktu kita kenalan, aku pikir kamu nggak bisa bahasa Indonesia. Karena waktu itu kamu juga bisa nyanyi lagu Alex, tapi aku berpikir kamu lebih pas untuk menyanyikannya. Karena suaramu terdengar lebih otentik."

"Terima kasih. Aku rasa pujian kamu sudah cukup, Grey," kata Aurora sambil tersenyum.

Grey tertawa renyah. "Oke. Tapi suara kamu memang bagus! Aku sudah mulai ngefans sama kamu, Ra."

Aurora sontak tersipu mendengarnya. Sembari ia diam-diam memperhatikan wajah Grey dari dekat, hatinya sungguh berdebar. Entahlah. Ia yakin siapa pun pasti bisa merasakan kenyamanan ketika berada di dekat laki-laki ini. Daya tariknya sungguh di atas rata-rata tiap kali bola matanya itu melirik ke arahnya. Bulu matanya yang panjang dan sedikit lentik sungguh membuat sorot matanya jadi menghanyutkan.

Entah apa jadinya kalau aku nggak bertemu Grey, mungkin aku nggak akan bisa terapi cuci darah lagi. Hubungan kami memang hanya bisa saling menguntungkan seperti ini. Tak lebih. Benak Aurora kembali mengingatkan. Karena setelah operasi pemasangan double lumen catheter untuk proses terapi ginjal pertamanya selesai beberapa hari yang lalu, harganya benar-benar menguras tabungannya yang nggak seberapa. Biaya terapi cuci darahnya saja bisa lebih dari tujuh ratus ribu dan dokter penyakit dalam yang menangani kesehatannya saat ini juga menganjurkan untuk menebus obat-obatan lainnya di apotik.

Aurora menerawang ke luar jendela. Selama menjalani terapi ginjalnya, ia sudah harus memenuhi tahapan lainnya. Salah satunya berkonsultasi dengan dokter gizi agar asupan cairan, protein, dan garam di dalam tubuhnya bisa lebih terjaga dengan baik dan seimbang.

AurorabiliaWhere stories live. Discover now