Riga kembali terkekeh. "Gue udah nggak ada stock. Tinggal lo doang nih satu-satunya."
"Kayak gue percaya aja."
"Harus lah. Sebagai sesama bucin tolol."
"Geez! Stop deh, nggak perlu lo ingetin lagi," protes Sera yang lagi-lagi Riga tanggapi dengan tawa renyah.
Perhatian Sera dalam sekejap teralih pada ponsel di tangannya yang—lagi-lagi—tiba-tiba bergetar. Melihat id caller yang tertera pada layar, gadis itu lantas menekan tombol reject tanpa berpikir dua kali.
"Lima kali."
"Hah?" Kedua alis Sera bertemu di tengah, tatapannya teralih pada Riga yang tiba-tiba bersuara. "Apanya?"
"Lo udah lima kali nge-reject telepon masuk. Kalau penting gimana?"
"Dari tadi lo merhatiin?"
"Since nggak ada objek lain yang lebih menarik buat gue perhatiin selain lo, gue bisa apa lagi?"
Sera memutar kedua bola matanya, semakin terbiasa dengan mulut manis Riga yang ia yakini diam-diam pasti beracun.
"Abang lo yang di Bali itu, kan?" tanya Riga, membuahkan anggukkan dari sang lawan bicara yang masih tak mengalihkan tatapan. "Tuh, masuk lagi. Angkat gih. Nggak mungkin abang lo telepon berkali-kali kalau nggak penting-penting amat."
Sera memandangi layar ponselnya selama beberapa saat. Berbagai pikiran berkecamuk dalam kepala gadis itu. Jujur saja, alasan terbesar Sera mengabaikan panggilan telepon Radi saat ini adalah untuk menghindari tekanan yang sudah pasti akan lelaki itu hadirkan pada sesi berbincangnya—seperti yang sudah-sudah.
Tetapi Sera sadar. Dia tak bisa terus menghindar.
Telapak tangan yang Sera letakkan di atas paha diam-diam meremat ponsel dalam genggamannya. Entah sejak kapan, ujaran Riga mampu membuat gadis itu meruntuhkan keras kepalanya. "Well then, gue angkat dulu," putusnya, yang kemudian beranjak menjauh setelah sebelumnya menepuk halus pundak lelaki di sampingnya.
***
"Kapan kamu mau pulang?" Radi sudah menghunjami Sera dengan pertanyaan sejenis, entah untuk kali ke berapa. Tetapi, adik semata wayang Radi itu tak juga memberi jawaban yang memuaskan, seperti saat ini.
Dua minggu berlalu sejak Sera tiba-tiba membatalkan rencana kepulangannya ke Bali dengan alasan yang tak jelas, dan dalam rentan waktu tersebut, rasanya Radi sudah cukup bersabar untuk tak mendesak, apalagi sampai menjemput dan menyeret paksa adiknya itu dari kediaman Kenta.
"Mama udah tahu, Ra." Sebelum Sera sempat bersuara, Radi telah lebih dulu menjatuhkan 'bom' tersebut, menciptakan hening panjang yang kemudian berganti dengan suara kembang api yang kembali sahut menyahut.
"Bli Radi yang bilang?"
Radi mendecis, tak habis pikir dengan pertanyaan Sera barusan. "Kabar soal hubungan kamu sama cowok baru kamu yang sama nggak jelasnya kayak Juno itu setiap hari mondar mandir di TV. Kamu pikir Mama tinggal di bawah batu?"
Sera menundukkan pandangan ke arah kedua kakinya yang terbalut sneakers. Radi benar. Seharusnya ia mengantisipasi 'bola liar' yang saat ini bergulir tak tentu arah.
Riga bukan orang sembarangan. Berdekatan dengan cowok itu, apalagi sampai masuk ke dunianya, sama saja dengan merelakan ruang privasinya.
Cepat atau lambat, kedua orangtuanya pasti akan mengetahui berita tersebut. Seharusnya Sera sudah menyiapkan hati sejak berminggu-minggu yang lalu, bukan malah terhanyut dalam pelariannya seperti saat ini.
BINABASA MO ANG
With or Without You
RomanceSetelah hampir lima tahun berpacaran. Juno tiba-tiba memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Sera, tanpa alasan. Sera yang dulu menjadi bagian penting bagi hidup lelaki itu, mendadak menjadi tak ada artinya, sama sekali. Seharusnya Sera membenci...
Part of Your World
Magsimula sa umpisa
