Surat dan Keributan

101 20 35
                                    

Frey memacu tungkainya untuk melangkah lebih cepat menuju gedung basket. Napasnya naik turun tak beraturan, dengan pikiran yang hanya tertuju pada ketiga sahabatnya. Bahkan rasa sakit di perutnya karena maag tidak lagi ia pedulikan. Sebenarnya apa yang terjadi di gedung basket? Apakah Lisa, Aca, dan Ade baik-baik saja?

"Jawab gue! Jawab!" pekik Frey sambil memperhatikan layar ponselnya. Sudah banyak chat yang ia kirim ke grup, menanyakan apa yang terjadi dan apakah mereka semua baik-baik saja. Akan tetapi, tidak ada satu pun chat balasan. Panggilan grup juga tidak dijawab.

Karena terlalu fokus dengan ponsel, Frey menabrak beberapa orang yang lari berlawanan arah, hingga akhirnya dia terpental. Gadis itu sedikit mengerang saat hendak bangkit.

"Frey! Ya ampun! Lo nggak papa?"

Suara yang begitu femiliar membuat Frey lantas mendongak. Seketika wajah yang tadinya muram langsung dihiasi senyum lega. Rupanya yang menabraknya adalah orang yang dia cari. Lisa, Aca, dan Ade.

Gadis itu sontak bangkit dan memeluk mereka. Rasa sakit akibat jatuh tadi seolah hilang, berganti dengan perasaan lega luar biasa. "Kalian baik-baik aja? Nggak luka atau-"

Ade langsung menarik tangan Frey dan membawanya lari. Lisa dan Aca turut mengekor di belakang. Frey baru menyadari sekeliling, rupanya dia sudah dekat dengan gedung basket. Seluruh siswa yang berhasil keluar tampak ketakutan. Tidak sedikit juga yang menunjukkan raut bingung.

• • • •


Ade melepaskan cengkeramannya saat mereka tiba di kelas. Frey menggigit bibir, menahan rasa sakit di perut, kemudian buru-buru duduk di bangkunya.

"Sorry banget, Frey. Gue nggak bermaksud-"

"Iya, De. Nggak papa, kok," potong Frey yang sepenuhnya mengerti. "Jadi tadi itu kenapa? Ada apaan di gedung basket? Kenapa semuanya lari?"

Lisa yang masih tersengal-sengal memilih untuk mendudukkan diri di bangku yang ada di depan Frey, kemudian berusaha mengatur napas untuk menjelaskan. "Tadi tuh, siswa dari Silver susah banget dipegangin. Terus sepenglihatan gue, dia jatuh dari tribune, kayaknya kepalanya bocor."

"Terus kok pada larian?" tanya Frey yang masih bingung.

"Karena dia langsung berdiri, terus nyerang orang-orang yang mau bantuin dia. Gila! Jelas-jelas bunyi kepalanya pas kebentur lantai itu keras banget. Kan serem," jawab Aca sambil mengusap tengkuknya yang mulai merinding.

"Selain kepalanya bocor, minimal tulang lehernya patah." Perkataan Ade membuat mereka bertiga menoleh. "Kalau orang normal, pasti nggak langsung spontan berdiri kayak gitu. Mana dia nyerang orang membabi-buta, terus gigit juga."

Mendadak Aca menggebrak meja, membuat mereka terkesiap. "Gue baru nyadar! Di situ kan wilayah Platinum. Kenapa siswa Silver bisa ada di sana?"

Perkataan Aca menambah pertanyaan di benak mereka. Benar, bagaimana bisa? Bahkan di gedung basket sekalipun, tempat duduk dipisahkan per level.

"Nggak bisa, kecuali ... menyusup. Pura-pura jadi siswa Platinum, mungkin?" kata Frey sambil menatap ketiga sahabatnya satu per satu.

Ade menggeleng tidak setuju. "Dari pakaian aja udah beda. Gimana cara nyusupnya?"

Lisa menepuk-nepuk meja. "Wait a minute! Ca, De, kalian ingat pas kita sarapan terus ada cowok dari kelas dua belas Platinum yang tiba-tiba datang?"

Ade mengangguk antusias. "Bener! Gue baru ingat. Dia nyari almetnya, kan? Katanya hilang."

Frey mengangguk. "Gue juga dengar pengumuman tentang almet yang hilang."

The IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang