EP. 24 : ULASAN

9.7K 1.3K 71
                                    

PART. 24

• • ๑ • •

"Siapa yang peduli dengan itu? Cinta saja tak akan membuat kenyang. Kau akan tetap bertunangan dengan Alvin."

"Publik tidak akan pernah tahu kelakuan Alvin. Kalaupun tahu, lalu apa? Yang dibutuhkan dari pertunanganmu adalah status dan kekuasaan."

"Ibu akan menelepon orang tua kekasihmu, meminta agar mendisplinkan anak mereka supaya lebih menjaga image di depan publik."

"Pertunanganmu akan segera dilaksanakan dengan cepat, buang jauh-jauh pikiran untuk membatalkannya."

"Perkataan Ayah sebelumnya tetap berlaku, kau bisa membatalkan pertunangan jika menemukan pengganti yang lebih berkuasa."

Semua perkataan itu membebani pikiran wanita dengan wajah yang tampak pucat dan sembab itu, kakinya melangkah hampa tanpa tahu tujuan. Vanessa sudah berbicara dengan orang tuanya, dan perkataan itu terus terngiang-ngiang tanpa henti secara berulang.

Vanessa sekarang sedang berada pada titik terendahnya, hanya tinggal satu dorongan lagi, maka semangat hidupnya akan pupus.

Mata sembabnya memandang hampa ke depan, Vanessa hanya perlu berjalan lagi untuk sampai pada taman yang menarik perhatian jiwa hampanya. Wanita itu tak sadar jika harus menyebrang jalan, karena Vanessa hanya fokus ke depan yang kosong lenggang, tidak melihat kanan-kiri yang mana tampak sebuah mobil melaju kencang.

Vanessa sudah melangkah hingga ke tengah jalan, sampai suara klakson yang saling bersahutan sangat nyaring masuk pada indra pendengarannya, membuatnya tersadar di tempat. Wanita itu menoleh ke samping, dia tak sempat untuk berteriak ataupun berpindah tempat ketika jaraknya dengan mobil sudah sangat dekat.

• • ๑ • •

Tejo mengendari mobil yang di kemudikannya dengan kencang, jalanan tak terlalu padat. Tadi, dia tiba-tiba mendapat perintah untuk membawa semua berkas yang di perlu ditangani sesegera mungkin dan membawanya secepat mungkin pada Nega.

Bosnya itu secara mendadak akan meliburkan diri kembali besok, dan akan bekerja di rumah pada malam harinya. Liburnya itu entah akan ke mana dan melakukan apa. Tejo tidak tahu.

Dia hanya tinggal melajukan kendaraannya selama sepuluh menit agar segera sampai ke perusahaan. Ketika melihat jauh ke depan, ada seorang wanita yang akan menyebrang, Tejo tidak menurunkan kecepatannya. Karena dia pikir wanita itu akan lari ataupun berjalan cepat, tak pernah terlintas dipikirannya kalau wanita itu akan berdiri di tengah jalan lalu bunuh diri. Itu adalah tindakan yang sangat bodoh menurutnya.

"Oh, shit!" Umpatan itu keluar dari mulut Tejo. Karena sayangnya, prasangka Tejo yang pertama salah. Dan justru prasangka kedua yang benar. Wanita bodoh itu berdiri di tengah jalan! Seseorang harus segera menyelamatkannya, jika tidak, wanita itu akan mati tertabrak, terlempar, dan terguling-guling sebelum nantinya tergeletak di tempat.

Meskipun panik, Tejo berusaha tetap tenang agar bisa memegang kendali. Dia mencoba memberhentikan laju kendaraan secepat yang dia bisa, suara pengereman serta ban yang bergesekan dengan aspal terdengar. Dan ... yap, beruntung. Tejo tidak menabraknya, wanita itu selamat dan masih berdiri di tengah jalan, mobilnya berhenti tepat berjarak tiga jengkal.

Helaan napas lega Tejo hembuskan, sebelum detik berikutnya pria itu mendengus keras-keras. Dia membuka pintu mobil, berencana melabrak wanita bodoh gila yang salah pilih tempat untuk bunuh diri.

"Hei!" Suara tajam penuh ketegasan keluar dari mulutnya, Tejo melangkah mendekat sampai berdiri di depan wanita itu yang menunduk.

Tunggu, rasanya Tejo familiar. Ah, tapi dia tidak peduli. Kalaupun kenal, biar sekalian saja Tejo memaki-maki.

HusbandyWhere stories live. Discover now