02. Kakak?

1K 107 3
                                    

Happy reading ^^

°°°°

"Ughh." Seorang gadis terbangun dari tidurnya karena merasa tidak nyaman. Tubuhnya terasa sangat gerah dan lengket akibat keringat dan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.

"Gue masih hidup?!" Gadis itu sedikit berteriak dengan suara seraknya karena baru terbangun.  Dia melihat sekeliling ruangan yang terasa asing baginya lalu menatap ranjang yang ditidurinya sekarang.

"Gila! Ini pasti ruang rawat VVIP," Gumam gadis itu, Mora. Mora kembali menatap sekitarnya. Ruangan dengan dinding warna green sage itu terlihat seperti kamar bagi Mora. Ranjang yang cukup luas untuk satu orang, nakas dipinggir kasur dan terdapat buah buahan diatasnya, sebuah lemari berwarna putih yang menjulang tinggi di sudut ruangan, dan juga meja belajar yang rak rak nya penuh dengan buku.

Tunggu, untuk apa sebuah rumah sakit menyediakan meja belajar di ruang rawat? Apa ibu Mora akan tetap menyuruhnya belajar walau sedang sakit? Dan lagi mengapa tidak ada tiang infus atau bau obat obatan disini? Apakah pasien ruang VVIP memang diperlakukan seperti ini? Tapi orang tua Mora tidak mungkin mampu membayar biaya rumah sakit dengan kamar VVIP, apa mungkin mereka menggunakan kartu BPJS? Tapi.. Apa bisa?

Mora memijat sedikit kepalanya yang sedikit terasa pening. Tunggu! Kenapa ada plester demam didahinya? Mora menyibak rambut panjang yang menghalangi dahinya untuk memastikan apa yang tertempel didahinya itu benar benar plester demam atau perban.

Dan itu memang benar-benar plester demam. Dan sejak kapan Mora memiliki rambut panjang yang halus?! Mora merinding sekarang, apa karena kejadian dia ditusuk pria bajingan itu dia jadi mengalami koma selama bertahun tahun sampai rambutnya memanjang? Seingat Mora dia tidak terluka dibagian kepala, lalu kenapa ada plester di dahinya bukan perban?

Ahh, untuk sekarang Mora tidak ingin memperdulikan itu semua, Mora sudah sangat senang karena mengetahui dia masih selamat sekarang. Mungkin saat Mora tak sadarkan diri ada orang orang yang akhirnya menyelamatkannya.

Cklek!

Mora menatap seorang pria tinggi yang baru saja memasuki ruangan, Mora terpana sesaat saat melihat parasnya yang sangat tampan. Apa dia dokter khusus untuk pasien VVIP?

"Dokter, bagaimana keadaan saya?" Tanya Mora saat pria itu menghampiri Mora dengan raut wajah yang khawatir? Mungkin dokter itu kaget karena ngeliat pasiennya bangun setelah bertaun taun koma, pikir Mora.

Pria itu nampak terkejut saat mendengar pertanyaan Mora.

"Kamu udah mendingan?" Mora mengernyitkan keningnya bingung karena si dokter malah balik bertanya sambil memegang dahinya dengan tangan.

"Masih pusing? Kepalanya masih sakit? Masih mual? Atau kamu masih kedinginan? Kamu mau apa sekarang. Biar kakak ambilin." Kata pria itu bertubi tubi.

"Kakak?" Gumam Mora pelan. Kenapa dokter di depannya ini sangat cerewet?

"Iya?" Vino nama laki-laki itu, menyahut saat mendengar gumaman Mora.

"Lo siapa?" Tanya Mora pada akhirnya saat baru menyadari bahwa laki laki di depannya ini bukan seorang dokter, terlihat dari pakaiannya yang hanya mengenakan kaos polos dan celana panjang yang longgar. Sangat bukan seperti dokter. Dan satu lagi, tidak ada stetoskop yang menggantung di lehernya.

Vino menatap heran adiknya, tidak mungkinkan hanya karena terserang demam adiknya bisa menjadi amnesia?

"Alin, kamu jangan bercanda."

Mora semakin mengernyitkan alisnya saat mendengar nama asing yang disebut oleh pria di depannya.

Alin saha anjir?

"Alin siapa dah? Lo salah kamar kali. Gue mau nunggu mamah sama ayah aja, lo pergi." Kata Mora sambil membungkus tubuhnya sendiri dengan selimut karena takut, tidak peduli badannya yang semakin kegerahan.

"Kamu kenapa sih, Lin? Kamu lupa ayah sama mamah kita udah gaada?" Tanya Vino hati hati, takut adiknya marah.

Mora terkejut mendengar kabar itu. Tapi apa yang dimaksud dengan kata 'kita' oleh Vino?

"Maksud lo? Kita?" Mora kembali duduk tegak dan menatap Vino, Mora melupakan ketakutannya dan kini berganti menjadi rasa penasaran.

"Kita adek kakak, kamu lupa?" Vino menatap cemas sang adik yang kini malah melamun, sepertinya ada yang tidak beres dengan adiknya.

"Kamu tunggu disini, biar kakak panggilin dokter." Setelah itu Vino pergi meninggalkan Alin yang masih termenung.

Cklek!

Mora kembali tersadar saat pria yang mengaku sebagai kakaknya itu keluar dari kamarnya. Sekarang di kepalanya banyak sekali pemikiran yang tak masuk akal. Apa sekarang Mora sudah mati dan masuk kedalam tokoh pada sebuah cerita novel? Tapi itu tidak mungkin, itu hanya berada di sebuah cerita fantasi yang sering dibaca oleh Mora di aplikasi novel online. Lagipula Mora tidak memiliki novel, dan Mora tidak ingat pernah membaca cerita yang memiliki tokoh bernama Alin.

Mora turun dari ranjangnya dan berjalan mengelilingi kamar yang cukup luas itu untuk mencari cermin, Mora harus memastikan bahwa apa yang dia fikirkan itu salah. Tapi kenapa suaranya berubah?

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Mora menumukan cermin setinggi 1,5 meter yang terhalang oleh lemari pakaian. Dan Mora lebih terkejut saat melihat bayangannya dicermin.

Kulit putih, tubuh pendek, rambut sepunggung yang sedikit bergelombang, dan wajah yang lumayan cantik dan imut diwaktu yang bersamaan. Ini jelas bukan Mora. Mora memiliki kulit kuning langsat, tubuh yang tinggi untuk ukuran seorang wanita, dan rambut pendek.

"GUE SIAPA?!" Mora menjerit keras sebelum akhirnya jatuh pingsan.

°°°°

Gimana chap ini? Mangkin freak ya?

Vote sebelum next^^

Allo figure  [HIATUS] Where stories live. Discover now