"Banyak orang Belanda dan pribumi yang tewas akibat ulahnya, Kak," ucap Ellea. "Jadi, sudah sepatutnya dia digantung di sana."

"Apa Kering salah satu korbannya?"

"Iya, termasuk Susanne," balas Ellea sembari turun dari tempat tidur.

"Mau ke mana, El?" tanyaku.

"Ke kamar." Ia berlari ke luar.

"Tutup pintunya, El!" perintahku. Namun, ia tidak mengindahkan. Aku bangkit untuk menutup pintu. Kemudian menutup jendela dan membawa laptop ke tempat tidur. Cerita Ellea tadi membuatku takut duduk di depan jendela.

_____________

Aku meregangkan otot, setelah mengetik dua bab cerita. Kulirik jam di sudut kanan layar, pukul lima sore. Biasanya Ellea sudah berteriak-teriak minta makan.

Aku berjalan ke luar, sembari menyalakan lampu. Kemudian menghampiri Ellea di kamar. "El." Ternyata ia masih tidur. "El." Aku mengoyangkan tubuhnya. Tubuhnya terasa begitu dingin. "EL!" teriakku panik sembari mengoyangkan tubuhnya dengan kencang.

"Kakak!" teriak Ellea, membuka mata dan menatapku marah. "Ganggu orang lagi tidur!"

"Lagian salah kamu, tidur susah dibangunkan."

"Kakak juga begitu!"

Iya juga sih! Sepertinya memang sudah keturunan. "Badan kamu dingin banget, El. Makanya kalau tidur pakai selimut, terus jendelanya ditutup."

"Bukan gara-gara itu, Kak!"

"Terus gara-gara apa?"

"Aku lagi Astral Projection."

Astral Projection adalah melepaskan sukma dari tubuh. "Oalah. Bilang dong! Memang tadi kamu jalan-jalan ke mana?"

"Ke hutan belakang rumah dan pantai bareng Kering."

Aku pikir ia 'jalan-jalan' ke mana. Ternyata hanya sebatas hutan dan pantai. "Itu kan dekat, El! Untuk apa pakai Astral Projection segala?"

"Biar lebih aman, Kak. Takut kalau pergi sendirian ke sana nanti diculik."

"Siapa juga yang menculik kamu, El! Yang ada penculiknya bisa kena mental," balasku.

"Gimana kalau malah sukma kamu yang diculik sama sosok negatif di hutan itu?" imbuhku.

"Tidak mungkin, Kak. Soalnya aku dan Kering dipantau oleh Lelaki Berkuda."

"Oh si penjaga rumah ini?"

"Iya."

Aku menutup jendela. "Kamu mau makan apa?"

"Apa saja, Kak!" sahutnya masih rebahan di atas tempat tidur.

"Ya sudah." Aku kembali ke kamar.

Sekitar satu jam kemudian makanan pun datang dan kami makan bersama di ruang tengah. "Kakak tidak mau beli televisi?" tanya Ellea.

"Sekarang semua informasi sudah bisa dilihat di ponsel. Acara-acara televisi juga sudah banyak di youtube," sahutku.

"Selain itu, kita juga sering pindah rumah. Jadi rasanya repot kalau harus membawa televisi juga. Lagian kamu sudah besar tidak mau pakai ponsel. Ini 2021 loh, El! Anak kecil saja sudah bawa ponsel ke mana-mana."

"Aku malas pakai ponsel, Kak."

"Berarti bukan salah kakak tidak mau beli televisi."

"Oh ya, Kak. Waktu Astral Projection, aku melihat sosok negatif itu, tapi tidak begitu jelas."

"Palingan antara Genderuwo, Siluman atau ... Jin Pesugihan."

"Kayanya bukan, Kak. Sepertinya dia bukan jin lokal."

"Hantu Belanda dong."

"Bukan juga."

"Dari yang aku lihat sekilas sih, ukuran badannya besar banget, seperti Raksasa."

"Genderuwo itu!"

"Bukan, Kak!"

"Ini jauh lebih besar."

"Jin pesugihan biasanya memiliki ukuran yang besar."

"Kan sudah dibilang bukan Jin lokal. Aku lihat di sekitarnya banyak tentara, Kak."

"Tentara Jepang?" tebakku.

"Iya, tentara Jepang. Hanya saja ...." Ellea celingak-celinguk.

"Ada apa, El?" Aku ikut celingak-celinguk.

"Aku takut dia mendengar dan masuk rumah ini, Kak."

"Ya sudah jangan diceritakan." Jarang sekali aku melihat Ellea ketakutan. Namun aku masih penasaran dengan ucapannya tadi. "Tentara Jepangnya kenapa, El?" Aku sedikit memancingnya.

"Kakak mau tau?"

"Iya."

Ellea menggeser tempat duduknya, tepat di sampingku. "Semua tanpa kepala!"

"Tanpa kepala?" Saking kagetnya, aku sampai mengulang ucapannya dengan lantang.

"Kakak!" Ellea menutup mulutku.

Brug! Brug! Brug!

Terdengar suara derap sepatu tentara. "El." Aku melirik Ellea yang menatap tajam ke arah pintu depan. "Apa mereka datang?"

"Iya," balasnya, pelan.

BERSAMBUNG

ElleaKde žijí příběhy. Začni objevovat