24

22 13 0
                                    

Setelah di pikir ulang, ternyata saran Vigo kemarin sedikit benar. Ia tidak perlu membuat drama yang nantinya pasti bisa memicu keributan lainnya. Yang terpenting poin pelanggarannya di hapus dan Sisil mendapatkan hukuman yang setimpal kan?

Belum sampai Viola sampai di depan ruangan, Innesa dengan cepat berlari menuju Viola. "Gue temenin ya cil?" serunya dengan senyum merekah.

Viola terdiam sejenak, "sebenernya sih nggak perlu, karena ini kan masalah gue ya. Tapi karena lo udah bela-belain lari-larian dari kelas demi nemenin gue, ya udah ayo?"

Innesa menyenggol lengan Viola pelan, "gengsi banget lo, cil. Tinggal bilang iya aja susah bener. Gue tau kok sebenernya lo seneng gue temenin, iya kan? Nggak usah di jawab gue tau kok."

Sesampainya di dalam Viola menjelaskan kepada Bu Henny selalu guru bimbingan konseling.

"Viola, saya minta maaf sebesar-besarnya atas kejadian tersebut yang ternyata sudah di sabotase oleh teman kamu. Dan mohon tunggu sebentar, kita menunggu Sisil datang untuk menyelesaikan masalah ini."

Mereka menunggu beberapa menit sebelum akhirnya Sisil memasuki ruangan tersebut. "Assalamualaikum. Maaf, Bu. Ibu memanggil saya?" tanya Sisil sopan.

Bu Henny tersenyum tipis, "iya, Sisil. Benar saya memanggil kamu," sahutnya tegas. Lalu ia mempersilakan Sisil duduk di sebelah Viola.

Posisi Viola kini berada di tengah, di apit oleh Sisil dan Innesa.

"Sebelumnya maaf Sisil, mengganggu jam istirahat kamu. Tetapi saya meminta kamu kemari karena ada beberapa hal yang perlu kita selesaikan."

Perasaan Sisil mulai tidak enak. Perlu di selesaikan? Maksud Bu Henny berbicara seperti itu apa? Sisil tidak merasa membuat masalah, lalu kenapa guru konseling memanggilnya ke ruangannya. "Maaf, Bu. Maksud ibu apa ya?"

"Apa benar kamu yang sudah menyabotase cctv di kelas Rita agar seakan-akan Viola lah yang bersalah?"

Sisil sedikit merasa terkejut mendengar pertanyaan tersebut, tahu dari mana mereka? Bukankah Sisil sudah memastikan agar tindakan ini tidak akan bocor?

Innesa menyahuti, "kenapa lo? Kaget? Rencana lo sama sekali nggak rapi Sisil Maheswari," Innesa tersenyum culas.

Sisil berdiri dari duduknya, dan menatap tajam ke arah Innesa, "maksud lo apa bajingan?" desisnya.

Innesa tersenyum miring, "nggak perlu se emosi itu misalkan lo nggak bersalah. Kenapa emosi? Takut karena perbuatan busuk lo itu kebongkar?" ucapnya dengan tangan bersedekap dada.

"Berhenti fitnah gue ya! Bukan gue yang fitnah Viola!"

Yang sedari tadi hanya menyimak kini angkat bicara, "jadi bener kalo lo yang fitnah gue?"

"Vio! Bukan gue! Lo kenapa jadi nuduh gue gini si? Nggak lucu tau nggak!"

"Se nggak lucu waktu gue tau kalo ternyata lo yang udah buat fitnah keji itu! Lagi pula dengan lo emosi seperti itu justru akan semakin jelas, jika lo lah yang menyabotase cctv di kelas Rita agar seakan-akan gue yang bersalah! Dari tadi kita belum ngobrolin loh, apa yang membuat lo sampai di panggil kesini, tapi lo udah ngejawab duluan. Bagus deh, jadi gue nggak perlu susah-susah nyuruh lo buat ngaku, meskipun gue punya buktinya sekarang, tapi gue tetep ingin mendengar pengakuan lo."

Bu Henny menghela napas pelan. "Viola, Innesa, Sisil. sudah, cukup. Jangan bertengkar!" Lalu netranya menatap Sisil yang belum juga duduk di tempat semula. "Dan buat kamu Sisil, ibu minta kamu untuk meminta maaf kepada Viola, dan saya akan memanggil orang tua kamu untuk menemui saya nanti," ucapnya tegas.

"Maaf, buat poin pelanggaran saya, Bu?" tanya Viola.

Bu Henny tersenyum lembut, "nanti akan saya hapus. Saya minta maaf sekali lagi kepada kamu Viola, sudah menghukum kamu tanpa menyelidikinya lebih lanjut, karena waktu itu kamu tidak mempunyai bukti apapun. Dan yang membuat saya bertambah yakin adalah karena cctv di kelas Rita menunjukkan jika kamu lah yang bersalah."

Kapal KertasWhere stories live. Discover now