11

23 14 0
                                    

"Mama. Panggilnya Mama aja Kak."

"Iya," ujar Viola singkat. Lagi pula Viola juga bingung harus menjawab apa. Tidak terbiasa berkomunikasi dengan Argio membuat ia sedikit canggung.

"Sampai sekarang manggilnya masih Tante?" tanya Argio penasaran.

Viola membasahi bibirnya yang kering, "Mama kok," sahut Viola pelan. "Dari semenjak kejadian itu... gue manggilnya Mama... sampai sekarang."

"Buat kejadian tempo lalu... aku minta maaf. Minta maaf sebesar-besarnya. Maaf udah kurang ajar bentak Kakak. Aku kelepasan, maaf nggak bisa kontrol emosi aku. Maaf juga baru bisa minta maaf secara langsung sekarang," ujar Argio penuh penyesalan. Iya, sekitar 2 tahun yang lalu Argio dan Viola pernah terlibat perkelahian besar. Yang membuat hubungan mereka renggang. Bukan hubungannya dengan Argio saja yang merenggang, namun kepada seluruh orang rumah. Tapi syukurlah, perlahan hubungan Viola dengan keluarganya sudah bisa cukup di katakan baik.

Viola tersenyum tipis. "Iya. Udah berlalu juga. Oh, iya. Gue kesini cuma mau ngembaliin sweater ini," Viola menyerahkan paperbag tersebut ke arah Argio.

"Maaf gue sempet pake, gue kira punya Mas Agi soalnya," Viola meringis pelan.

Perkataan Kakaknya membuat Argio terkekeh pelan. "Suka?"

"Hah?" Viola menyahut tidak paham.

"Buat Kakak aja," Argi berucap dengan enteng. "Enggak, nggak maksud buat ngasih barang bekas juga. Maaf kalo kesinggung. Maksud aku, kalo Kakak suka buat Kakak aja. Nanti aku beliin yang baru kalo ada uang," paparnya dengan lebih jelas. Takut Kakaknya tersinggung.

"Beneran boleh buat gue?" Viola berucap ragu.

"Iya, buat Kakak."

"Oke, terima kasih. Gue pulang dulu," Viola menerima dengan senang hati. Lagi pula, ia memang sangat menyukai sweater itu.

"Hati-hati di jalan. Langsung pulang, jangan mampir-mampir."

"Iya, bawel."

•••

Sungguh, Viola tidak menyangka akan berbicara dengan Argio tanpa harus saling berteriak, ah sepertinya cuma dirinya yang berteriak. Mungkin malam ini mood nya sedang baik.

Getar di ponselnya menarik perhatian Viola.

Vigo
Besok pulang sekolah luang tdk?

Violanadarfrza
Ada rapat sama anak Mading sebentar, kamu jadi gabung nggak? Kalo iya, nnti kumpul ya pulang sekolah.

Vigo
Iya, jadi.
Berangkat sekolah bareng aja gimana?

Violanadarfrza
Nggak sama Migo emang?

Vigo
Lagi ada urusan sama ayah..

Violanadarfrza
Aku berangkat nebeng Mas Agi. Pulangnya aja yang bareng.

Vigo
Iya.

•••

"Kakak luang kan?" tanyanya ulang. Takut gadis di depannya itu ada acara mendadak.

"Iya, udah izin Mas Agi juga tadi. Mau ngajak kemana si?" sahut Viola penasaran.

"Beli hadiah buat Adik aku."

"Oke, jadi mau kemana kita?"

"Makan terlebih dahulu saja, bagaimana Kak?" tanya Vigo meminta persetujuan.

"Geprek! Ya ya ya? Mau ya? Yang kemaren kita kesana itu!" usulnya antusias.

Vigo tersenyum melihat gadis di sampingnya begitu antusias. "Iya, kita kesana."

Viola melompat kegirangan. "Yeay!"

"Kakak jika membeli buku biasanya dimana?"

"Toko Paman Qun, yang kemaren kita ketemu disana itu loh, kadang di gramedia. Udah si di situ-situ aja. Mau beliin Adik kamu buku?" tanya Viola. "Aku ada banyak rekomendasi buku kalo itu! Adik kamu sukanya baca buku apa?"

"Komik horor," sahutnya cepat. Pasalnya Vigo tidak pernah membaca komik horor.

Viola menurunkan bahunya lesu. "Yah, kalo itu aku nggak tau," cicit Viola. Pasalnya Viola sangat jarang membaca komik. Apa lagi ber-genre horor.

Viola itu anti horor.

Vigo meringis pelan. "Apa mau cari hadiah lain aja ya?" ujar Vigo ragu. Sebenarnya Vigo juga tidak tahu pasti apa kesukaan Adiknya itu. Yang Vigo tahu, adiknya mengoleksi komik horor. Mereka minim komunikasi.

Viola menelisik mimik wajah Vigo. "Nanti kita coba kesana dulu aja. Kamu soalnya keliatan ragu."

Vigo sedikit terkejut. Mimik wajahnya apakah semudah itu untuk di baca? Padahal Vigo merasa berucap dengan intonasi tenang.

•••

Selesai melaksanakan makan. Vigo menoleh ke arah Viola yang ternyata belum selesai. Vigo menatap sayuran yang di letakkan di pinggir piring.

"Suka sayur?"

"Eh? Ngomong apa, Vigo?" Viola melotot kecil ke arah Vigo. Hei, mana mungkin seorang Viola menyukai sayur yang mayoritas berwarna hijau itu? Menurut Viola, orang-orang yang memakan sayur itu sama dengan memakan rumput. Meskipun orang rumah selalu mengomeli Viola karena tidak pernah memakan segala jenis sayuran, sampai kapanpun Viola tidak akan pernah memakannya.

Pernah sekali, waktu itu Viola sedang sakit. Mas Agi memaksa untuk memakan sayuran. Katanya ia harus makan makanan yang bergizi, tapi Viola menolaknya mentah-mentah. Lagi pula ia masih suka dengan beberapa jenis buah-buahan.

"Kamu suka sayur? Sayur yang ada di piring kamu di sisihkan. Biasanya jika Migo suka dengan makanan, Migo akan menyisihkan makanan itu terlebih dahulu. Dan di makan terakhir," ujar Vigo menjelaskan. Beberapa kali ia melihat Migo melakukan hal tersebut, siapa tahu Viola juga melakukan hal yang sama, kan?

Selesai makan Viola mengeluarkan beberapa tisu, membersihkan bibirnya yang sedikit berminyak.

"Aku nggak suka sayur! Dan nggak mau makan sayur, dan kamu nggak boleh tanya tanya karena ini udah sore," ucapnya final. Viola mencekal tangan kiri Vigo dan membawanya ke parkiran.

Mereka segera pergi ke gramedia. "Adik kamu umur berapa?"

Vigo mengerutkan kening. Untuk apa Viola bertanya usia adiknya? "Tiga belas tahun."

Viola menganggukkan kepala. Ia jadi teringat Argio. Kira-kira apa kesukaan Argio? Ah, bahkan tanggal lahir anak itu pun Viola tidak tahu. Bukan tidak tahu, lebih tepatnya Viola tidak mau tahu. Sedang melamun, tidak sengaja Viola menabrak orang.

"Aw," lirih Viola. Ah, sangat menyebalkan. Dahi mereka saling bertabrakan. Mungkin karena tinggi mereka sama.

Viola melirik sekilas anak lelaki yang sedang memungut buku yang terjatuh, di bantu oleh Vigo.  Ketika anak lelaki itu mendongak, Viola sedikit terkejut. Bahkan mata Viola sempat melotot.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang