23

18 13 0
                                    

Vigo
Kak, maaf sekali lagi. Aku benar-benar minta maaf.

Violanadarfrza
Iya, di bilang gpp jg

Vigo
Tapi sakit kan?

Violanadarfrza
Udah nggak.

Vigo
Maaf ya sekali lagi?

Violanadarfrza
Iya, Vigo. Nggpp.

Tadi ngg di marahin mas Agi kan?

Vigo
Tidak kok, hanya berbicara santai saja.

Setelah mengantarkan Viola, Vigo mampir ke masjid untuk melakukan kewajiban. Lalu ia kembali menuju rumah sakit. Menunggu Adiknya untuk malam ini. Sebelum besok pagi ia kembali untuk berangkat sekolah.

Yang pasti sudah memberi kabar kepada Ayah dan Migo jika ia akan menginap di rumah sakit untuk malam ini.

Tetapi sesampainya Vigo di ruangan Adiknya, keadaan canggung kembali menyelimuti mereka.

Vigo berusaha memecah keheningan. "Nigo, benar sudah pernah bertemu Kak Vio?"

"Dua kali. Udah lama juga," jawab Nigo sekenanya.

"Dalam keadaan nangis?"

"Penasaran banget. Kalo udah deket harusnya Abang tau dong tentang masa lalunya?"

Vigo terkekeh geli. "Baru kenal beberapa bulan ini, Nigo. Mana bisa Abang tahu masa lalu seseorang dengan hanya kenal beberapa bulan? Jika tahu pun pasti tidak akan sampai ke akar-akarnya."

Nigo mengangkat sebelah alisnya. "Kenal dari lahir pun belum tentu tau kehidupannya kan?"

Vigo tersenyum simpul. "Iya, benar. Mungkin yang benar-benar tahu apa yang sedang di rasakan oleh manusia hanya dirinya sendiri dan Allah. Dan bahkan banyak sekali orang yang bahkan tidak tahu tentang dirinya sendiri."

•••

"Migo, Vigo, gue udah tau siapa pelaku yang fitnah gue."

Migo sedikit terkejut, "lah? Yang bener aja, Pi? Tau darimane lo? Gue sama Bang Vigo nyari aja kaga ketemu-ketemu."

Vigo ikut menimbrung. "Iya, sudah di selidiki lebih lanjut kan? Sudah pasti, dan sudah ada bukti? Jika belum, nanti kita bantu."

"Udah pasti dan udah ada bukti."

"Terus mau lo apain? Serahin ke guru konseling? Udah telat kan tapi? Lo udah di hukum dan udah dapet hujatan juga?" sahut Migo.

Vigo mengalihkan perhatiannya kepada Migo. "Belum terlambat. Setidaknya agar poin pelanggan Kak Vio di hapus, dan pencuri aslinya mendapatkan hukuman yang setimpal seperti yang apa Kak Vio jalankan tempo lalu," jelas Vigo.

"Tapi kita buat yang fitnah gue ngaku dulu nggak si? Gue belum puas kalo belum liat dia mengakui perbuatannya."

"Siapa si, Pi? Siapa yang udah usik lo?" sahutnya tidak santai. Lagian Migo rasa Viola bukan tipe orang yang suka membuat ulah, walaupun Viola sering membuat ulah dengan dirinya, tetapi masa iya Viola membuat ulah dengan orang lain yang bahkan dia saja tidak kenal.

Vigo menghela napas, lalu tersenyum lembut. Sebenarnya sedikit kurang suka dengan cara penyelesaian masalah yang mungkin akan menimbulkan keributan lebih itu. "Migo, Kak Vio. Maaf, apa sebaiknya tidak kita laporkan ke guru konseling saja? Agar dia mendapat hukuman yang setimpal dan poin pelanggaran Kak Vio di hapus. Dengan kita menyerahkan bukti, guru konseling pasti akan meminta pihak yang bersalah untuk mengakui perbuatannya, dan meminta maaf kepada pihak yang di rugikan."

Viola menatap kesal ke arah Vigo. Padahal Viola hanya ingin membuat sedikit drama, terlebih mengingat Innesa yang sudah berada di pihaknya. Pasti akan semakin seru.

"Yang di bilang Bang Vigo bener," sahutnya menyetujui. Lalu menatap Viola dengan intens. "Lo mau nyari apa? Panggung drama?"

"Iya, dong pastinya! Penghianat harus di hempas kan? Kecuali Innesa si, Innesa itu... berarti banget bagi gue."

"Namanya lo nggak jelas, Pi. Asli deh lo itu nggak jelas banget. Kena pelet apasi lo sama Innesa?" sahutnya kesal.

Viola tidak kalah kesal dengan Migo. Apa-apaan Migo ini! "Heh, Migo! Gue yang lebih tau Innesa di banding lo ya! Jadi jangan asal nilai deh lo! Innesa adalah temen gue, sahabat gue, saudara gue. Dan selamanyaa bakal begitu."

"Karena Innesa temen SMP lo?"

"Lebih dari itu, Migo. Lebih dari itu! Dia satu-satunya orang yang berada di masa terpuruk gue."

"Ya tapi nggak harus lo sepesialin segitunya juga! Lo itu benar-bener deh, Pi. Lo nggak inget apa yang udah Innesa lakuin ke lo?"

Ingin menyangkal, tapi yang di katakan Migo adalah suatu kebenaran. Tapi tentu saja beda bukan? Innesa hanya membuat berita miring menyangkut dirinya dan Refal. Sedangkan Sisil membuat berita miring yang bahkan tidak ada sangkut pahutnya dengan Migo. Meskipun perbuatan mereka adalah suatu yang menjatuhkan dan merugikan tetapi itu suatu hal yang berbeda, meski sedikit sama.

"Lo percaya nggak kalo yang fitnah gue itu Sisil?" tanyanya pelan.

Migo mengangguk yakin. "Percaya, kenapa harus nggak percaya? Lo bilang punya bukti kan?"

"Lo nggak ngerasa kaget gitu?"

"Nggak, manusia bisa melakukan apa saja demi ambisinya. Dan mungkin Sisil melakukan itu buat memenuhi ambisinya," sahutnya santai.

"Dan lo tau apa ambisi yang ingin Sisil cari?" Viola mulai memancing Migo.

Migo mengangkat bahunya acuh. "Gue nggak harus tau dan nggak pengen tau juga."

"Dia pengen misahin gue sama lo, Migo. Karena dia suka sama lo dari SMP. Dia takut kedekatan kita akan tambah mempersulit dia mendapatkan hati lo."

Migo tidak terlalu kaget mendengar fakta tersebut, karena Migo cukup peka jika Sisil selalu bertingkah agar Migo memberikan perhatian penuh ke arahnya. Tapi sayangnya tidak semudah itu.

Tapi untuk perihal Sisil yang sampai membuat fitnah keji terhadap Viola, Migo benar-benar tidak menyangka hal ini akan terjadi.

Dan tanpa sadar, secara tidak langsung, masalah Viola yang satu ini di sebabkan oleh dirinya.


Kapal KertasWhere stories live. Discover now