21

27 14 0
                                    

02.32

Setelah pesta ulang tahun Viola berakhir, ia langsung pulang ke rumahnya sendiri, dengan di antar Argio, sekalian mau pulang katanya. Selepas sampai rumah, Viola benar-benar tidak bisa tidur. Bahkan ia sudah berusaha memejamkan matanya, tetapi dirinya tak kunjung menyelami alam bawah sadar.

Saat ini dirinya sedang berada di sofa depan televisi, sedang menikmati novel yang sedang ia baca. Dengan selimut tebal yang melindungi tubuhnya. Di depan memang sedang hujan, baru beberapa menit lalu sebenarnya.

Ketukan pintu dari depan rumahnya terdengar, Viola mengerutkan keningnya heran, siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya jam segini? Dalam keadaan hujan pula. Seperti tidak ada waktu lain saja untuk berkunjung. Viola benar-benar tidak habis pikir.

Tapi urung ia membukakan pintu rumahnya, dan ternyata, "Happy birthday bocil gue tercinta," pekikan antusias itu menyambut Viola.

Sedikit tersentak kaget melihat siapa yang datang. Terlebih dia datang dengan rambut di cepol asal. Memakai hotpants dan tank top. Dengan alas kaki sandal jepit. Dalam kondisi hujan, ia membawa kue ulang tahun untuknya. Viola berpikir, apa tidak dingin memakai pakaian seperti itu di saat hujan?

Melihat perempuan itu asal nyelonong masuk ke dalam rumahnya, membuat Viola mengerucutkan bibirnya sebal.

Viola mengikuti langkah perempuan itu, dan ternyata tujuannya adalah ke dapur. Ia mengambil beberapa es krim di kulkas yang bahkan beberapa waktu lalu baru sempat Viola beli.

"Anggap aja rumah sendiri kan, cil?" tanyanya santai.

"Terserah lo deh!" Ucapnya kesal. Ia kembali melangkah ke sofa. "Lagian lo ngapain kesini si? Gabut?"

Manusia di depannya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak menyangka. "Lo itu semacam manusia nggak tau diri ya? Lo hargain effort gue kek anjir! Nih, lo nggak lihat apa gue hujan-hujan gini ke rumah lo, buat ngerayain ulang tahun lo doang bego. Tiup lilin dulu sini."

"Lo naik mobil," teriak Viola. Tapi tak urung Viola menuruti permintaan Innesa, ia meniup lilin yang entah sudah sejak kapan menyala.

Iya, Innesa. Innesa Maheswari, sahabatnya di SMP. Iya, di SMP, karena semakin kesini manusia di depannya ini semakin membuat ia kesal setengah mati. Tapi entah mengapa dirinya tidak bisa membenci Innesa. Karena bagaimanapun, dari dulu cuma Innesa yang mau menemani Viola, sekalipun di masa terburuknya.

Mereka satu SMA, tentunya Innesa sudah berada di kelas dua belas. Mengingat Viola yang menghentikan sekolahnya selama satu tahun.

Innesa menatap Viola dengan pandangan meledek. "Eh, cil. Lo kangen gue kan pastinya? Ya kan?"

"Apaan si, ogah banget gue kangen sama penghianat kaya lo! Nggak banget," ucapnya sarkas. Ya, dia Innesa. Yang pernah menjadi patner Viola dalam ekskul mading. Yang selalu menyebarkan berita miring tentang Viola. Viola sangat kesal, tapi ia tidak bisa membencinya.

"Jujur aja deh lo nggak usah gengsi gitu, gengsi kok di gedein. Lagian ya cil, gue penghianat-penghianat gini juga baik, mana ada coba penghianat yang baik kaya gue? Gue doang cil. Coba kalo gue nggak mohon-mohon biar lo bisa nunda hukuman lo? Tinggal kelas lo, bocil. Bisa-bisa nggak kelar-kelar sekolah lo! Bersyukur lo punya musuh yang baik hati kaya gue."

"Iya, terima kasih banyak untuk putri tunggal donatur sekolah," cibirnya. Innesa memang putri tunggal dari donatur tetap di sekolahnya. Mungkin, itu juga yang membuat sekolah dengan mudah mengabulkan permintaannya.

"Tapi terlepas dari bantuan lo tempo lalu, lo bener-bener udah keterlaluan, Nes! Lo nggak mikir apa, pandangan orang ke gue ntar kaya gimana?"

"Yang apaan si anjir? Paling gue bikin gosip kalo lo jalan sama Om-om, gue juga nggak pernah buat lo sampe masuk BK ya anjir. Lagian emang bener kali lo jalan sama Om-om, terus salah gue di mana? Lo aja kali yang sensian."

Kapal KertasWhere stories live. Discover now