17. Fakta yang mengejutkan

11 2 0
                                    

25 Maret 1987

Di sebuah kamar bernuansa biru dan diberhadap lapisi emas, terdapat dua orang dengan hawa yang tidak mengenakan. Dinginnya malam tidak dapat merubah hawa kamar yang panas karena kedua orang itu saling mentap dengan tatapan tajam.

Eric dan putra bungsunya, Erthan. Mereka kini berada di kamar Erthan, saling menatap tajam satu sama lain.

"Ada apa gerangan ayah datang kemari?" tanya Erthan.

"Kau belum menjawab pertanyaan ayah, keputusannya berada di tanganmu, Erthan. ingin batal atau lanjut?" Eric terus menatap tajam Erthan.

"Aku tidak ingin memilih." Erthan memalingkan wajahnya, ia lebih baik menatap dinding yang terdapat cicak dari pada wajah ayahnya.

"Baiklah, ayah akan lebih menyiksa gadis itu," celetuk Eric.

Erthan kembali menatap Eric dengan tatapan tajamnya. "Apa maksud ayah? Sebenarnya apa yang ayah mau?!"

"Ayah hanya mau yang terbaik untukmu, Erthan. Sekali saja tiruti perintah ayah," ujar Eric.

"Ayah, kenapa tidak Kak Ekal saja yang menikah? Dia lebih tua dariku, ayah."

"Diam! Jangan membicarakan Ekal lagi!" bentak Eric.

"Kenapa? Dia juga anak ayah, dia berhak mendapatkan kasih sayang dari ayah," ujar Erthan dengan nada lirih.

Eric menghembuskan nafasnya. "Cukup, Erthan. Ini masalah kita, jangan kaitkan orang lain ke masalah ini," ujarnya.

"Orang lain? Segitu tidak sayangnya ayah pada Kak Ekal? Sampai ayah memanggapnya orang lain?" Erthan tersenyum miris.

"AYAH BILANG BERHENTI MEMBICARAKAN EKAL!!"

"Kenapa? Dia juga bagian dari keluarga ini, dia anak aya—"

"KARENA DIA BUKAN ANAK KANDUNG AYAH!!"

Deg

Erthan terpaku mendengar penuturan ayahnya. Tidak, tidak, ini pasti mimpi. Ekal kakak kandungnya, kan?

"Bercandanya tidak lucu, ayah," ujar Erthan, berusaha untuk tidak memikirkan hal yang buruk.

"Apa ayah pernah bercanda, Erthan?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Eric mampu membuat Erthan bungkam seribu bahasa.

"A-apa maksudnya?"

"Kau tidak percaya pada ayah?" Eric memegang pundak Erthan. "Ekal adalah bayi yang di temukan ibumu. Bukan bayi yang lahir dari rahim ibumu."

Erthan hanya diam, dia bungkam seribu bahasa. Berharap kalau yang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi.

Eric menghela nafas. "Kau harus tahu semuanya sekarang."

Erthan mengernyit. "Apa? " tanyanya.

"Hellena....menikah di usianya yang masih 16 tahun," ujar Eric.

"Maksud ayah?"

"Ya, seorang perempuan tidak perlu pendidikan yang tinggi bukan? Seorang perempuan hanya akan menjadi seorang istri dan seorang ibu, jadi untuk apa mereka sekolah tinggi-tinggi?" Perkataan Eric berusan mampu membuat tangan Erthan mengepal.

"Anak perempuan juga termasuk pembawa sial di keluarga ini, maka dari itu ayah segera menikahkan Hellena dengan Hars. Beruntunglah kau menikah di usiamu yang sudah menginjak 20 tahun, Erthan."

"Ayah, meski Kak Hellena seorang wanita yang akhirnya akan menjadi ibu dan menjadi seorang istri, dia juga berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi!" Erthan mulai meninggikan suaranya.

"Kenapa seorang wanita selalu saja dianggap lemah? Kenapa seorang wanita dianggap pembawa sial? Mereka memiliki masalah apa sehingga dianggap menjijikan di depan para pria?!"

"Erthan, hentikan ulahmu ini—"

"Meski Kak Ekal bukan anak kandung ayah, setidaknya sayangi dia layaknya anak kandung ayah sendiri," ujar Erthan lirih.

"Semua anak menginginkan kasih sayang lebih dari orang tua mereka, anak hanya ingin perhatian dari orang tuanya meski hanya sedikit perhatian, hanya sedikit!"

"Okey, ayah tahu it—"

"Tahu apa?!" bentak Erthan. "Tahu kalau ayah selama ini tidak memberikan kasih sayang pada Kak Ekal meski hanya sedikit?!"

"Sekarang kau sudah berani membentak ayahmu ini, Erthan?" Eric menatap tajam Erthan.

"Tentu saja aku berani, jika aku benar, aku akan berani melawan siapapun itu."

"Oh, begitu? Baiklah, kita akan lihat siapa yang benar dan siapa yang salah." Setelah mengatakan hal itu, Eric melenggang pergi dari kamar milik Erthan.

Erthan menghembuskan nafasnya, jika saja dia tidak bertemu dengan Mentari, mungkin hidupnya tidak akan serumit ini. Tapi jika tidak bertemu dengan gadis itu, dia tidak akan merasakan yang namanya seorang teman.

Bunga Terakhir [Selesai]Where stories live. Discover now