15. Matahari yang hilang

15 3 2
                                    

23 Maret 1987

"Ayo Erthan, ayo kita makan direstoran! Aku mohon," rengek Olivia.

Gadis itu terus merengek makan di restoran. Setelah keluar dari kamar Mentari kemarin, Erthan merasa lelah, dan sekarang ia harus menuruti permintaan Olivia.

Erthan menghela nafas, mencoba mengontrol emosinya. "Baiklah, ayo kita berangkat sekarang," ujarnya.

"Benarkah?!" pekik Olivia.

"Hmm."

Gadis itu berdiri dan memeluk Erthan. "Aaa, terimakasih!"

"Segera bersiap, aku akan izin dengan ayah terlebih dahulu," ucap Erthan.

Olivia mengangguk dan kembali berujar, "Thank you, my husband."

"Calon," Sela Erthan yang membuat Olivia terkekeh.

"Iya, iya. Calon!"

••••••

Kini Erthan dan Olivia sampai di restoran bernuansa emas, diiringi alunan musik yang indah, dan harumnya lilin aroma membuat tempat ini sangatlah nyaman.

"Selamat datang, ini buku menu makanannya silahkan dipilih." Seorang pelayan memyerahkan buku menu pada Olivia.

Erthan hanya diam dan melihat sekeliling restoran ini, restoran ini di penuhi bunga mawar merah di setiap sudutnya. Tiba-tiba dia teringat pernah berjanji pada seorang gadis, ia berjanji akan membawa gadis itu ke sebuah taman yang di penuhi bunga mawar favorit gadis itu.

Erthan tersenyum miris. Apa sikap ku keterlaluan padanya kemarin? Batinnya.

"Aku sudah memesan set cauple untuk kita berdua," ujar Olivia yang menyadarkan Erthan dari lamunannya.

"Ah, iya. Pesanlah semaumu," sahut Erthan.

Olivia memperhatikan wajah Erthan yang terlihat gelisah, dan sedari tadi dia hanya melamun.

"Kau tidak apa, kan?" tanya Olivia sambil menggenggam telapak tangan Erthan.

"Tidak apa-apa." Erthan hanya menjawab singkat sembari menepis pelan tangan Olivia.

"Erthan, bisa kau menyuapiku?" pinta Olivia, namun tak kunjung mendapatkan jawaban dari Erthan.

"Ehem! Tuan muda Erthan Adwilson, bisa kau menyuapiku?" pintanya sekali lagi.

"Ya."

Gadis itu tersenyum puas ketika melihat Erthan menyendok makanan dan menyuapinya.

"Emm, sekarang giliranmu," ujar Olivia.

"Tidak, aku tidak lapar," sahut Erthan.

"Aaa, ayolah! Demi aku, ya?"

Erthan menghela nafas panjang. "Baiklah," ujarnya sembari membuka mulut.

Olivia tersenyum dan mulai menyendokkan makanan ke mulut Erthan.

Erthan memandang wajah Olivia yang sedang tersenyum, senyum gadis itu sama seperti senyum Mentari.

Kenapa aku terus memikirkannya?

••••••

Mentari mengerjapkan matanya, ia tertidur karena lelah menangis.

"Buat apa gue buang-buang air mata buat orang yang nggak nganggep gue ada? Bodoh," gumam Mentari.

Tok

Tok

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Mentari. Ia berjalan kearah pintu kamarnya, dan membuka pintu tersebut.

"Besok kau harus membantu persiapan pesta pertunangan Tuan muda yang di adakan lusa. Nanti kau akan membantu berberes dan menyiapkan segalanya," ujar Antono.

"Tapi aku baru saja sembuh," ucap Mentari.

"Ini perintah Tuan besar, bila kau tak menurutinya, kau akan di hukum."

Mentari menutup matanya sejenak. "Baiklah, jam berapa aku harus mulai membantu persiapan?" tanyanya.

"Pukul enam pagi kau harus ada bersama para pelayan," jawab Antono.

"Pukul enam pagi?"

"Ya, jika lebih dari itu, siap-siap kau akan di hukum Tuan besar," ujar Antono setelah itu melenggang pergi.

"Ini pertunangan Erthan Adwilson, anak konglomerat inggris, kenapa tidak menyewa banyak pelayan saja, hah?!" gerutu Mentari.

Gadis itu menghela nafas dan kembali masuk ke kamarnya. Ia melihat Chiko di balkonnya, lantas gadis itu menghampiri burung kesayangannya itu.

"Chiko, dia pergi. Selama ini dia menganggapku seorang penipu, lantas aku harus apa? Membencinya? Itu terlalu sulit." Gadis itu mengusap-usap kepala Chiko.

"Jika memang aku harus pergi, maka tak apa, aku akan pergi sejauh mungkin dari hidupnya setelah aku kembali ke masa depan. Tapi bahkan aku tak tahu cara aku kembali ke masa depan," gumam Mentari.

Tolong, tuhan. Aku ingin kembali ke masa depan, Batin Mentari.

••••••

Seorang lelaki berparas tampan kini sedang merenung di atas balkon, menatap langit-langit mendung namun tak turun hujan.

"Dulu, kita adalah matahari dan bulan. Namun kini, kita harus menjadi matahari dan bumi, yang menjauh untuk saling menjaga," gumam Erthan sembari tersenyum miris.

Ia menatap langit-langit mendung itu, dari pagi hingga sore langit itu tak memunculkan matahari sama sekali. Seperti matahari seolah menghilang dari bumi. Seolah langit itu adalah dirinya yang kehilangan Mentari.

Besok adalah hari pertunangannya dengan Olivia, mungkin ia tak akan bisa bersama dengan Mentari lagi, untuk selamanya.

••••••


Bestie!

Jangan lupa vote komen!

See you!







DeRohaa_

Bunga Terakhir [Selesai]Where stories live. Discover now